Perpisahan

740 Words
~ perpisahan~ Hari hari berlalu Masih sama, aku sering termenung memikirkan suara itu, islam, masjid dan banyak lagi tentang masjid istiqlal. "Princess mama sama papa besok mau ke bali, kak El juga akan kembali ke New York perusahaan kita di sana gak bisa di biarin dan papa sama mama mau mengurus resort kita yang ada di bali." Aku berhenti makan seketika lalu menatap mereka semua dengan mata berkaca kaca. "Rie gak mau di tinggal, Rie gak suka di rumah sendirian, Rie bosen kalo sama pelayan doang Rie gak mau." kataku sambil menangis aku benci di tinggal seperti ini. Aku gak suka "Rie sayang maafkan mama ya nak, tapi kalo gak kaya gini perusahaan kita bisa hancur sayang. Papa gak mau Rie susah." kata papa sambil mengusap punggungku. "Kalau gitu kak El jangan pergi, atau Rie ikut kak El aja." Ku rasakan kak El memelukku erat. "Rie sayang, kak El gak selalu berada di rumah, gak mungkin juga kakak bisa ngurusin Rie sepanjang waktu nanti kakak juga bakal sering lembur. "Rie gak mau ...! Rie gak mau sendiri lagi kakak udah janji gak akan meninggalkan Rie, pokoknya Rie gak mau!" Aku berlari menuju kamar dan menangis. Aku terus menangis dengan berbalik badan ku telungkupkan wajahku di bantal. Aku mendengar langkah seseorang, aku yakin itu kak El. "Seorang princess itu tidak harus selalu berada di istana, dengan kemewahan, kebahagiaan, bersama keluarga. Putri itu harus menghadapi banyak permasalahan agar dia menemukan kebahagiaan yang sebenarnya. Aku mendengarkan walaupun sambil menangis. "Princess kamu harus bisa belajar sendiri mulai dari sekarang, toh nanti kamu akan meninggalkan kakak dengan suamimu kan." "kakak itu kalo pergi, lama," jawabku dan masih dengan menangis. "Princess kakak akan sering telpon ya." "Paling juga seminggu sekali," jawabku cemberut "Kakak usahain tiap malam, gimana?" "Kakak biasanya sering bohong Rie gak suka." "Princess kakak akan coba tepati ok." Aku membalik badan lalu duduk di pangguan kak El sambil memeluknya, aku tampak seperti bayi sekarang. Tapi aku tak peduli mungkin baru 3 tahun mendatang aku bisa memeluk kak El lagi. "Hei... Tak apa princess, kakak akan sering telpon, akan kakak usahakan kerjaan kakak cepat selesai dan kakak bisa pulang." Aku masih meneteskan air mata walaupun tak bersuara dan masih dalam posisi yang sama. Setelah sekitar se jam aku baru mengangkat kepalaku dari bahu kak El dan menatapnya. Kak El menghapus air mataku dan mencium mata membengkakku. "Kalo kakak pergi Rie pinjem bahu siapa buat nangis ? Kalo kakak pergi Rie peluk siapa kalo lagi senang, Rie minta gendong sama siapa kalo Rie takut? Kenapa kakak gak bisa tinggal di sini?" aku mulai menangis dan menenggelamkan wajahku lagi di bahu kak El. "Uhh princess kak El ini, ingat sayang kamu udah 2 sma, gak selamanya harus bergantung sama kakak." "Rie mau bergantung sama kakak terus." "Hahaha mana bisa, Mang Rie mau nikah sama kakak?"tanya kak El menggoda. "Mau." Pletakk Kak El menjitakku walaupun tak sakit. "Dengar sayang, kakak sayang sama Rie, kakak gak mau Rie jadi gelandangan, kakak gak mau Rie susah, jadi kakak harus kerja biar Rie gak susah." kata kak El sambil mengelus punggungku. "Boleh ya princess, kakak kerja." Aku mengangkat kepalaku lalu mengangguk lemah. "Rie gak ada pilihan, kak gendong Rie ya sebagai perpisahan," jawabku sendu dan mulai pada posisi semula Ku lihat kak El hanya tersenyum lalu berdiri mengendongku seperti bayi. "Rie gak boleh manja terus ya, Rie harus jadi perempuan kuat, Rie harus jadi gadis mandiri, Rie gak boleh nangis terus." Aku diam mendengarkan nasehat kak El. Aku sangat menyayangi kak El, aku lebih sedih di tinggal kak El daripada di tinggal mama sama papa. Aku sayang kak El, dia bukan hanya saudara buatku. Dia segalanya. Pagi ini datang juga, pagi di mana aku akan di tinggal sendiri lagi ... Dari pagi tadi aku terus nempel dengan kak El. Aku mau sama kak El terus. "Sudah siap semua ?" Tanya mama. "Belum ma, Rie masih nempel sama El nie." jawab kak El sambil mengecup kepalaku. "Kakak pergi ya sayang, jaga kesehatan, jadi anak yang baik," mataku berkaca-kaca mendengar kalimat perpisahan ini. "Princess, ikuti apa kata hatimu, berdirilah di mana hatimu akan merasa tenang ya." aku mengangguk. Setelah itu mama menyiumku berlanjut dengan papa. Dan mereka hilang dari pandanganku. Baru sebentar aku merasakan kebahagiaan bersama mereka, mereka sudah pergi lagi. Inilah kenapa dulu aku sering berada di gereja karena aku ingin bahagia dalam tenang dan damai. Tapi sepertinya hatiku malah gelisa bila aku berada di gereja sekarang. Sepi.... Aku benci suasana ini...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD