Kejahatan di Masa Lalu

2076 Words
Agatha berjalan cepat memasuki kamarnya untuk melihat keadaan James yang baru saja selesai diperiksa oleh dokter. Langkah sedikit lamban dengan tangan yang masih mengelus perutnya sendiri. Kalimat dokter yang mengira dirinya hamil masih begitu terngiang di kepalanya. Bahkan karena hal tersebut Agatha tidak sadar jika ia hampir saja bertubrukan dengan Hans yang baru saja keluar dari kamar suaminya. “Nyonya Agatha, sebaiknya kau jangan melamun sambil berjalan seperti itu,” peringat Hans, pria itu menatap tajam Agatha yang langsung tersentak setelah mendengar suaranya. Agatha mendongak dengan cepat dan langsung mengangguk. “Maafkan aku, ada sedikit hal yang mengganggu pikiranku. Apa kau akan pergi membeli obat?” tanya Agatha kala matanya melihat sebuah kertas kecil yang ia yakini sebagai resep dokter di tangan Hans. Dan dugaannya pun benar kala melihat Hans yang menganggukkan kepalanya. “Kau benar, aku akan membeli obat untuk Tuan James. Kalau begitu, aku permisi dulu dan kau sebaiknya segera temui Tuan James karena sejak tadi dia terus saja mencarimu.” Meski merasa heran, Agatha tidak bisa bertanya karena pria yang berbicara dengannya itu langsung pergi meninggalkan Agatha sendirian. Hal tersebut membuat Agatha menjadi kesal, sepertinya Hans mempunyai kebiasaan untuk pergi meninggalkan lawan bicaranya sebelum dipersilakan. Padahal tadi Agatha ingin bertanya, untuk apa James mencarinya? Apakah suaminya tersebut mempunyai kepentingan padanya? Rasanya tidak ada sama sekali. Sudahlah, tidak ada gunanya bagi Agatha untuk memikirkan itu. Ia mengambil langkah terbaiknya dengan cepat agar ia bisa sampai di kamar suaminya yang tertutup. Tangannya dengan lincah menekan enam digit angka yang sudah James beritahukan malam lalu agar Agatha bisa membuka dan menutup pintu dengan leluasa tanpa perlu meminjam jempol tangan James yang menjadi kunci. “Kau dari mana saja?” Sambutan yang diberikan James dengan ketus. Pria itu masih terlihat lemah, tetapi terlihat lebih baik dan lebih segar jika dibandingkan dengan keadaannya yang semalam kala James tak hentinya mengalami mual dan muntah. “Aku baru saja kedatangan tamu, jadi aku menemaninya mengobrol tadi. Memangnya ada apa sampai Hans mengatakan jika sejak tadi kau mencariku?” balas Agatha seraya melangkahkan kakinya semakin masuk ke dalam kamar hingga akhirnya ia duduk di bibir ranjang di mana suminya berbaring. “Pria kumuh itu kau sebut sebagai tamu? Itu sangat tidak pantas! Dia lebih pantas untuk disebut sebagai benalu daripada seorang tamu!” ketus James dengan mimik wajahnya yang angkuh. Hal tersebut membuat Agatha merasa tersinggung karena sahabat baiknya dikatakan sebagai benalu. ”Mulutmu memang sangat keterlaluan! Dasar pria sombong!” James langsung bangkit dari pembaringannya. Wajahnya tampak berapi-api menatap ke arah Agatha yang kini enggan menatap balas ke arahnya. “Kau mengatakan jika aku pria sombong hanya untuk membela pria kumuh itu? Aku tahu, kalian berasal dari dunia yang sama, tapi seharusnya sekarang kau hanya melihat ke arah aku. Bukankah kau sangat beruntung bisa mendapatkan pria sekelasku? Ah tidak! Bukan kau yang mendapatkanku, tapi aku yang mendapatkanmu! Aku sama sekali bukan milikmu!” “Dan aku pun sama sekali bukan milikmu! Kau ingat? Di dalam kisah kita tidak ada yang mendapatkan dan didapatkan! Kita bersatu hanya karena keadaan yang memaksa, kau terpaksa dan aku pun terpaksa!” ungkap Agatha dengan jengkel. Ia merotasi bola matanya hingga James yang melihatnya merasa takut jika boleh mata yang ada dalam kelopak mata yang indah itu akan keluar dari tempatnya. Hening selama beberapa saat. James yang terlihat berang, dan Agatha yang sangat sebal pada suaminya. “Jadi ada apa kau mencariku?” apa kau memerlukan bantuanku atau kau yang sudah candu untuk melihat keberadaanku di sampingmu?” sindir Agatha. “Untuk apa aku candu keberadaanmu? Itu sama sekali tidak mungkin! Kau tidak masuk ke dalam tipeku! Aku hanya ingin bertanya apa kau sudah mendapatkan tamu bulanan atau belum? Aku hanya ingin mengetahui hal itu saja! Jadi kau tidak boleh besar kepala jika sedang berbicara deganku.” “Memangnya kenapa kau menanyakan tamu bulananku? Itu sama sekali bukan urusanmu, aku sedang datang bulan atau tidak itu semua sama sekali tidak ada hubungannya denganmu! Kenapa pula kau mengurusi hal tidak penting seperti itu?” Agatha mengernyitkan keningnya. Heran dengan pertanyaan yang diajukan oleh suaminya tersebut yang menurutnya tidak perlu dijawab karena bukan ranah James untuk mengetahuinya. “Aku hanya penasaran saja. Paul berkata padaku mungkin saja sakit yang aku alami sekarang karena kau sedang mengandung!” balas James dengan ragu, ia bahkan sampai menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal bagai orang bodoh. “Siapa itu Paul?” James berdecak. “Paul adalah dokter yang memeriksaku tadi. Seharusnya tadi kau di sini agar Paul turut memeriksa keadaanmu, bukannya malah menemani pria kumuh itu!” “Namanya Obie! Kau harus memanggil dia dengan namanya, bukan dengan sebutan pria kumuh. Jika kau masih saja menyebutnya dengan seperti itu maka aku juga tidak akan mau untuk memanggilmu dengan namamu, aku akan memanggilmu dengan sebutan pria sombong berhati iblis saja!” amuk Agatha. Tubuhnya kini telah sepenuhnya naik ke atas ranjang dan bersila, sama seperti yang James lakukan. Keduanya saling berhadapan dan sama-sama melemparkan tatapan yang tidak menyenangkan satu sama lain. “Kenapa kau menambahkan embel-embel berhati iblis? Aku ini manusia!” “Tapi kau sama sekali tidak berperi kemanusiaan!” James menghela napasnya. Lantas mengusap wajahnya kasar dengan tatapan yang lebih baik dari sebelumnya walau tidak bisa dikatakan sebagai tatapan lembut. “Baiklah, jadi kita kembali pada intinya saja apa kau sudah mendapat tamu bulananmu tersebut atau belum? Aku hanya ingin memastikannya. Kau tidak perlu takut untuk mengatakannya karena jika pun kau benar hamil aku pasti akan menyayangi anak kita!” Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Agatha berpikir sejenak. Mencoba mengingat-ingat kapan terakhir kali ia datang bulan. “Terakhir kali datang bulan adalah ketika aku belum menikah deganmu. Dan aku belum bisa dinyatakan hamil, kita menikah belum satu bulan James, jadi aku memang belum sampai pada waktu untuk datang bulan selanjutnya. Aku yakin jika aku tidak hamil.” Dengan jawaban seperti itu, James bisa membaringkan tubuhnya kembali dengan tenang. “Baguslah jika seperti itu. Sepertinya aku harus berhati-hati jika melakukannya agar kita tidak terikat. Karena kita hanya akan membuat mantan kekasih kita menyesal, bukan membangun rumah tangga yang seutuhnya.” Agatha turut membaringkan tubuhnya di samping James. “Kau harus meralat ucapanmu, James. Karena sekarang aku sama sekali tidak ingin lagi membalas dendam pada Jonathan.” “Kenapa? Apa kau masih menaruh perasaan pada mantan brengsekmu itu hingga kau merasa tidak tega?” Agatha menggeleng pelan. ”Tidak. hanya saja aku berpikir untuk tidak akan lagi memikirkannya. Dia menyesal atau tidak, itu urusannya. Jika aku masih mempunya niat untuk membenci dia atau untuk balas dendam, tidak dapat dipungkiri aku jadi terus memikirkannya dan selalu ingin tahu bagaimana keadaannya.” “Jadi kau sudah mengikhlaskannya?” “Kau pun seharusnya melakukan hal yang sama James. Kau tahu? Jika kau terus berambisi untuk membalas dendam pada Emily dengan cara membuatnya menyesali apa yang telah dilakukan olehnya, maka tanpa sadar kau telah membuat dirimu semakin memikirkannya bahkan di setiap apa pun yang kau lakukan. Apa kau tidak merasa rugi untuk terus memikirkan seseorang yang telah menyakitimu? Biarkan Tuhan saja yang akan membalasnya.” Posisi awal James berbaring adalah telentang. Namun, kini ia menyamping agar dapat menatap ke arah Agatha yang memang sejak tadi sudah berbaring menyamping ke arahnya. Ia tersenyum melihat istrinya yang sangat cantik kini ada dalam jarak pandangnya. “Aku tidak pernah bisa melakukan hal yang sama denganmu, Agatha. Seperti yang kau bilang tadi, pria sombong berhati iblis. Itulah aku. Aku tidak akan berhenti sebelum apa yang aku rasakan tidak terbalaskan. Dan seperti yang kau bilang tadi, aku tidak berperi kemanusiaan. Jika aku masih memiliki nurani, ayah dan ibumu tidak akan mati di tanganku.” Kalimat tersebut menyentak Agatha, dengan cepat wanita itu bangkit dan duduk dengan tegak. James mengingatkannya akan Fred dan Elena yang meregang nyawa di tangan James. Ingatan tersebut seolah menampar Agatha dengan sangat kerasnya bahwa tak seharusnya ia hidup bersama dengan James. Agatha sangat sakit setiap kali ingat bagaimana peluru yang berasal dari pistol milik suaminya tersebut menembus kulit Fred dan Elena. Dan ia merasa sangat marah setiap kali mengingatnya. Agatha tersenyum tipis. “Kau benar, kau memang pria yang sangat jahat.” Sadar akan perubahan suasana hati yang melanda istrinya, James turut bangkit dari pembaringannya. “Aku tidak berkata jika aku orang baik bukan? Tapi satu yang aku tahu, aku tidak pernah berlaku jahat pada orang yang tidak jahat padaku. Aku menyakiti Fred dan Elena karena mereka berbuat jahat padaku. Dan sekarang, aku menyakiti Emily karena memang dia yang telah menyakitiku terlebih dahulu.” “Aku tidak pernah menyakitimu, tapi kau menyakitiku!” sergah Agatha dengan cepat. “Dan kau bilang jika ayah dan ibuku jahat padamu? Seharusnya kau memaafkan mereka karena mereka hanya berhutang padamu! Kau kan orang kaya dan sangat sukses, perusahaanmu ada di mana-mana, aku yakin jika jumlah uang yang Dad pinjam padamu tak akan membuatmu merasakan kerugiannya!” James menghela napas panjang. “Kau salah Agatha, kau salah besar. Fred dan Elena tidak hanya berhutang uang padaku. Mereka mempunyai masa lalu yang sama sekali tak kau ketahui. Orang tuamu adalah orang yang sangat jahat. Dan bukan hutang yang membuatku membunuh mereka, itu hanya alasan kecil saja yang aku ucapkan padamu. Karena alasan sebenarnya adalah sesuatu yang akan kau tahu nanti.” *** “Sebaiknya kau mempersiapkan kue-kue kering, mungkin saja kita akan merasa lapar malam nanti ketika di Yunani. Aku tahu kita bisa membeli makanan di sana, hanya saja bagaimana jika kita merasakan lapar pada saat malam? Kita kan tidak hafal jalan di sana. Jadi sedia payung sebelum hujan, sedia makanan sebelum lapar.” “Katty benar, kita harus membawa banyak makanan ringan agar ketika kita berada di hotel, kita tidak akan kebingungan untuk mencari camilan,” balas Adel menyetujui. Peggy menimpali, “Jadi maksud kalian kita harus membawa semua kue-kue ini bersama tempatnya yang akan sangat berat jika kita masukkan ke dalam koper?” “Aku sudah menghabiskan sebanyak dua koper, aku rasa koperku tidak akan muat lagi untuk menampung apa pun.” Perbincangan ketiganya hanya menjadi angin lalu bagi Agatha yang kini termenung dan terjebak dalam pemikirannya sendiri. Ingatannya sama sekali tak bisa ia alihkan dari kalimat James. Agatha ingin tahu, kejahatan apa yang James maksudkan mengenai orang tuanya? Benarkah jika di masa lalu kedua orang tua angkatnya pernah melakukan suatu kesalahan yang besar? “Nyonya bagaimana menurutmu? Haruskah kami membawa semua makanan ini ke Yunani?” Peggy bertanya, menyentak Agatha dari lamunannya dengan cara menyentuh pundak Agatha agar wanita itu tersadar. Dan apa yang dilakukannya berhasil, Agatha menolehkan kepalanya seraya memandang ke arah tiga pelayannya satu persatu. Lalu tatapannya turun pada kue-kue ringan yang dimaksud oleh Peggy. “Sepertinya tidak perlu, kita bisa membeli makanan di sana. Aku yakin jika James tak akan membiarkan istri dan pelayannya kelaparan.” Ketiganya mengangguk penuh persetujuan. “Nyonya Agatha benar, sebaiknya kita tidak perlu membawa semua makanan ini karena itu hanya akan membuat koper kita bertambah bayak saja. Aku yakin itu akan membuat kita semua repot. Aku semakin tidak sabar rasanya untuk pergi ke Yunani.” Agatha hanya tersenyum saja menanggapi kalimat yang disampaikan oleh Katty. Agatha tahu jika ketiga pelayannya tersebut sudah menghabiskan cukup banyak koper hingga mereka tidak akan mau untuk menambah satu koper lagi. Tidak seperti Agatha yang menghabiskan banyak koper karena membawa peralatan mandi dan peralatan tidur, ketiganya justru memerlukan banyak koper karena mereka membawa banyak pakaian dan juga pernak-pernik tubuh mereka seperti kacamata, topi, ikat rambut, bando, dan lain sebagainya. “Kalian lanjutkanlah pekerjaan kalian, aku akan pergi sebentar,” ungkap Agatha seraya bangkit, meninggalkan ruang makan yang masih ditempati oleh ketiga pelayannya. Agatha berjalan dengan gontai dalam tatapan matanya yang kosong. Benar-benar sangat terbebani dengan apa yang diungkapkan oleh James. Seharusnya pria itu memberitahunya sekalian saja agar Agatha tidak perlu merasa bertanya-tanya seperti saat ini. Langkah kakinya membawa Agatha menuju taman, ia perlu menghirup udara segar untuk menjernihkan pikirannya yang kini terasa ruwet. Agatha mengangkat tatapannya ke atas langit. “Dad, Mom, apa yang telah kalian lakukan di masa lalu hingga James begitu dendam pada kalian? Apa benar apa yang dia katakan jika kalian telah melakukan sebuah kejahatan?” gumam Agatha, menatap langit dengan harapan jika apa yang disampaikannya akan dapat terdengar oleh mendiang orang tua angkatnya. “Bodoh!” Agatha langsung memutar tubuhnya kala mendengar suara yang sudah sangat ia hafal milik siapa. James, yang kini berdiri tepat di belakang tubuhnya. “Kau tidak perlu berbicara sendiri untuk tahu apa yang ingin kau tahu. Aku yang akan memberitahunya langsung nanti. Kau tunggu saja, akan ada sebuah kejutan untukmu setelah kita pulang dari Yunani nanti.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD