“I really wonder what she’s doing here” gumam Rafael penasaran.
Rasa penasaran dan tebakan pria berotot ini sangat kuat sehingga bisa saja tebakannya tek meleset, Brielle sengaja datang ke rumah sakit untuk menemui Hans. Namun si wajah licin itu tak terlalu memusingkan apa yang membuat Brielle datang.
Bagaimana dengan Brielle sendiri? Gadis cantik yang di anugerahi dengan berbagai keahlian bagai bunga bermekaran di taman. Bergejolak setiap kali ia memikirkan wajah tampan yang selalu di sebut dengan wajah licin oleh Bryan.
“Apanya yang licin? Wajahnya berkilau begitu kok brother bilangnya licin, memang ya cowok gak punya feeling baik soal asmara” gumam Brielle sembari terkekeh sendiri di dalam kamarnya.
Lamunan di kepala menggambarkan Hans dan dirinya tengan mengunjungi taman bunga dengan berbagai macam bunga berwarna-warnai. Tangan kekar itu menggenggam erat jemari mungil Brielle sehungga gadis cantik itu pasrah kemana Hans akan membawanya.
“Ihihihi, coba kalo kami lebih sering bertemu. Aku pastikan hanya ada aku dan dia di tempat istimewa yang kami buat” gumam Brielle tetap membayangkan bagaimana indahnya berduaan hanya bersama Hans.
Sebuah ide cemerlang tiba-tiba saja hadir dan Brielle seketika berdiri dari meja belajarnya, “Benar juga, aku bakal cari tempat favorit untuk kencan kami. Kapanpun kami akan bertemu, kami berdua akan datang ke tempat istimewa itu!”
Tekad membara membara Brielle memang tidak main-main, sejak pagi hari pun Brielle mulai mencari tempat indah untuk memulia rencana kencan paksa dengan Hans. Brielle mencoba mencari tempat istimewa di antara cafe, taman, bar dan tempat-tempat lain yang menurutnya terasa romantis.
“Well, let see. Aku yakin dokter Hans menyukai ideku ini hehehe” gumam Brielle senang.
*
Jumat pagi yang sangat sibuk ini, Hans harus bekerja ekstra karena beberapa dokter dari divisinya harus di kirim oleh atasan menjadi relawan di panti jompo. Hans sangat sibuk bekerja melayani pasien dobel setiap sesi, namun walau begitu Hans tetap menikmati setiap waktu yang ia habiskan dengan bekerja.
Brielle mengintip Hans dari celah pintu ruangannya pun di buat takjub dengan semangat membara dan dedikasi tinggi pada pekerjaannya.
“Hei bro” sapa Rafa di depan pintu ruang kerja Hans.
“Hei, kamu banyak waktu buat jalan-jalan eh?”
Rafael tertawa renyah mendengar omelan Hans, “Haha, nggak ada bedanya denganmu. Hari ini terlalu sibuk sampai aku lupa makan siang”
Hans merapikan setiap lembar pekerjaan yang tercecer di mejanya, “Itu sudah resiko pekerjaan, mau nggak mau suka nggak suka tetap harus di kerjakan. Well lain hari pun kita akan mengalami hal yang sama, para dokter lain pun akan mengalami hal yang sama saat tiba giliran kita yang di kirim jadi relawan”
Rafael tertawa keras mendengar ucapan Hans yang panjang lebar itu, “Hahaha, lama banget aku nggak dengar kamu ngomel kayak gini”
“Well mulai hari ini aku bakal sering ngomel sampe kamu muntah” goda Hans, dia tahu betul Rafael sangat kesal bila di omeli.
“Hei, kebetulan aku belum makan bagaimana kalo kita makan siang sama-sama?” tawar Rafael tiba-tiba.
“Ini sudah sore, udah bukan makan siang lagi namanya. Lihat sekarang hampir jam pulang shift kita, makan di luar aja sekalian pulang”
Rafael sedikit terkejut dengan jawaban Hans, “Kalo kita makan di luar trus gadis itu gimana?” tanya Rafael sembari menunjuk ke arah luar pintu. Hans terkejut dengan ucapan Rafael dan bergegas memeriksa luar ruangannya.
“Nona..” ucap Hans pelan.
Brielle segera berdiri menyambut Hans, “Ooh dokter, selamat sore” jawab Brielle dengan senyumannya yang menawan.
Hans sedikit mati rasa saat menatap Brielle, “Boleh aku tahu apa yang nona lakukan… maaf maksudku berapa lama anda duduk disana?”
“Hemm tidak lama kok”
“Kenapa anda tidak menemuiku sejak tadi, nona?”
“Karena aku nggak mau ganggu dokter, lagian tadi aku lihat dokter repot banget jadi aku putuskan menunggu aja sampai dokter selesai bekerja”
Hans tak habis pikir mengapa Brielle sampai rela menunggunya hari ini, Rafael yang tak tahu situasi datang dan mengacaukan perasaan kedua hati ini.
“Hei, aku melihatmu datang dan menunggu pria wajah licin ini dari siang tadi. Kau Brielle Anderson bukan?”
Brielle hanya mengangguk pelan, “Haha aku Rafael temannya Hans, kami kayak sodara kembar nempel kemana-mana selalu berdua” gelak tawa Rafael menggema di seluruh lorong.
Brielle menatap pria berbadan kekar dengan wajah tak kalah tampan dari Hans, kemunculannya pun membuat Brielle di landa gundah. Mana mungkin dia akan mengajak Rafael serta untuk makan kali ini, padahal rencananya untuk menemani Hans makan siang bakal buyar seketika.
“Ehh iya, aku sengaja datang untuk membawakan dokter Hans makan siang” ucap Brielle pelan namun dapat di dengar oleh Hans dengan sangat jelas.
“Well kalo gitu nggak keberatan kalo aku ikut makan dengan kalian berdua, aku juga lapar belum makan sejak pagi sama kayak Hans” senyuman lebar Rafael makin membuat Brielle sedikit ketakutan, namun dia tak bisa menolak keinginan Rafael yang juga sama lelahnya dengan Hans.
“Hei Rafa, kau pulang duluan aja sana” usir Hans.
“Wooah tumben kamu pelit, biasanya tuan muda Hans nggak pelit soal makanan. Apa karena yang buat nona Anderson jadinya kamu nggak mau bagi sama aku?” goda Rafael.
Tentu saja raut wajah Brielle makin tersipu mendegar ucapan gombal dari mulut Rafael, tak ayal Rafael menggunakan kesempatan besar ini untuk meraih kotak makan besar susun tiga dari tangan Brielle.
Well rencana makan siang romantis bersama Hans harus gagal total, apalagi dengan kehadiran Rafael yang mengacaukannya. Rafael makan lahap sekali bahkan jatah makan Hans sampai di rebut olehnya, Hans hanya makan sedikit dan hal itu membuat Brielle sedikit kesal.
Hans melirik Brielle yang tak mengucapkan sepatah katapun di sepanjang jalan, gadis itu tak menunjukkan ekspresi apapun.
“Nona, maafkan temanku yang tiba-tiba bersikap tidak sopan pada anda tadi”
“Nggak apa-apa dokter, aku nggak keberatan temannya dokter ikut makan bersama kita kok hehe. Aku yang salah sudah dua kali datang tanpa memberitahu anda terlebih dulu”
Hans semakin merasa bersalah telah membuat Brielle sedikit mendung hari ini, yang lebih menyedihkan Hans sama sekali tidak menyadari kehadiran Brielle di depan ruangannya.
“Baiklah, untuk permintaan maaf aku harus melakukan sesuatu untuk nona” ucap Hans, ia membelokkan mobilnya menuju tempat temaram di dekat balai kota.
‘Eeeh tempat ini sepi banget loh! Dokter Hans jangan-jangan dia mau..’ isi kepala Brielle sudah tak karuan rasanya.