"Hm?"
"Aku dimana?"
Pandangannya begitu buram.
Aeji menarik nafas perlahan berusaha menajamkan pengelihatannya.
Putih
Bau ini
Aeji melirik ke sekitarnya meski kepalanya masih begitu berat.
Memorinya berusaha memutar apa yang tengah terjadi. Ia tak mungkin tanpa alasan di rumah sakit bukan? Dan sial kepalanya pusing sekali.
"Nona, baik-baik saja?" suara feminim yang terdengar tepat di sampingnya. Aeji menoleh secara perlahan melihat siapa sosok itu. Seorang gadis muda dengan pakaian serba putih. Ia tampak khawatir dan langsung menggunakan stetoskopenya untuk memeriksa jantungnya, kemudian kedua natanya.
Aeji memejamkan matanya kembali sambil berusaha mengingat apa yang terjadi. Ya, ia ingat. Kamarnya di penuhi oleh asap tebal yang entah bersumber darimana, belum lagi dengan air yang muncul serta listriknya yang mati. Ingatannya semakin kabur. Waktu itu ia berusaha untuk keluar dari kamarnya, ya benar. Tapi kondisinya begitu lemah dan berakhir gelap. Lalu, siapa yang membawanya kesini? Tunggu bayangan pria itu?
"Nona?"
"Nona?"
"Hah?" kejut Aeji yang masih dalam pikirannya.
"Apa yang nona rasakan saat ini?"
"Apa yang terjadi?" bingung Aeji.
Suster itu mendekat ke arah Aeji sambil menjelaskan kronologi yang di alaminya. Bocoran gas di kamar Aeji hingga menimbulkan api. Gadis itu mengerutkan dahinya, suster itu terus bercerita hingga ia berada di kamar ini. Terlelap selama 10 jam setelah kejadian itu.
"Lalu siapa yang membawaku kesini?" tanya Aeji.
Kriett
"Aku..." jawab seorang laki-laki yang baru saja masuk dari kamarnya.
"Kau?" kejut Aeji.
"Astaga kau berat sekali, aku sampai kelelahan menggendongmu," ujar sosok itu yang langsung menaruh snack di nakas Aeji.
Suster yang semula hanya berdiri disana langsung undur diri karena merasa mengganggu waktu privasi mereka.
Aeji memijat kepalanya yang pening, "Bagaimana kau bisa di apartemenku?"
"Sebentar, astaga kenapa susah sekali," gerutu orang itu yang berusaha membuka snacknya.
"Sehun, ini bukan tempat nongkrong!" kesal Aeji membuat Sehun mendecis.
Di suapinya sebuah keripik kentang ke mulut Aeji.
"Kau lupa? Hari ini adalah ulang tahunku," ujar Sehun yang sudah duduk di kursi penunggu tepat disamping ranjang Aeji.
"Lalu apa hubungannya?" Tanya Aeji yang tanpa sadar ikut mengambil keripik kentang di genggaman Sehun.
"Aku ingin merayakannya denganmu. Korea benar-benar membosankan kau tahu?"
"Salah siapa kau ke Korea," gerutu Aeji.
"Ngomong-ngomong kenapa sampai kau bisa ceroboh, bodoh? Gas dirumahmu bocor."
Aeji mengerutkan dahinya, "Benarkah?"
"Polisi dan penjaga apartemen sudah memeriksa keseluruhan. Sumbernya ada pada gas di tempatmu. Kau harusnya lebih hati-hati, kau harus membayarku banyak setelah ini"
Aeji memijat pelipisnya karena rasa pusing yang tiba-tiba melanda. Sehun yang melihatnya langsung duduk di ranjang gadis itu sambil menyodorkan segelas air putih. Aeji meminumnya hingga kandas.
"Sudah tidak usah terlalu dipikirkan yang penting kau selamat sekarang," ujar Sehun.
Aeji mengangguk pasrah. Ia teringat akan mimpinya dan kejadian mistis yang menimpanya. Apa maksud sosok itu? Apa sebenarnya ia ingin nyawanya? Hal ini semakin rumit, ia harus melakukan sesuatu sebelum semuanya terlambat.
Drrt.. drrt..
Aeji dan Sehun menaruh perhatian pada ponsel Aeji yang tergeletak di nakasnya. Tertulis nama Kyuhyun disana. Sehun yang peka langsung mengambilkan benda pipih itu lalu memberikannya pada Aeji.
"Tidak perlu kau katakan kalau aku yang menolongmu. Kekasihmu akan cemburu," Aeji yang menangkap maksud Sehun langsung mengangguk setuju. Kyuhyun sedang bekerja, ia tak perlu menambah ke khawatiran pria itu dengan adanya Sehun di sampingnya sekarang.
Setelah menarik nafas yang panjang Aeji langsung mengangkat panggilan Kyuhyun.
Bukannya sapaan yang di dapat, Kyuhyun justru langsung mengintrogasi Aeji dengan panjang lebar.
"Sayang, kau baik-baik saja? Kau dimana sekarang? Apa kau terluka? Apa yang sebenarnya terjadi?"
Aeji tersenyum geli mendengar kekhawatiran Kyuhyun. Kekasihnya yang overprotective.
"Aku baik-baik saja tuan Cho. Aku sudah di rumah sakit dan mungkin akan keluar secepatnya, karena aku merasa baik-baik saja," balas Aeji.
Terdengar suara Kyuhyun yang mendesah berat, "Sebenarnya apa yang terjadi sayang?"
"Bukankah lebih baik jika kau kemari dan mendengarkan ceritanya secara langsung," goda Aeji karena ia tahu Kyuhyun tidak bisa melakukannya, proyek itu cukup rumit.
Kyuhyun semakin gelisah mendengarnya, pria itu saat ini benar-benar ingin menghampiri Aeji. Ia sangat khawatir akan keadaan kekasih cantiknya itu. Apalagi sampai harus dibawa ke rumah sakit. Sial, gerutu Kyuhyun. Kalau bukan karena perusahaan Wang ia tak harus merelakan Aeji sendirian di Seoul.
"Halo? Kau masih disana?" panggil Aeji.
"Tidak perlu argumentasi lagi. Kau tinggal di rumahku. Max akan mengurus semuanya," titah Kyuhyun yang membuat Aeji terkejut. Memang sebelumnya Kyuhyun pernah memintanya untuk tinggal di kediaman pria itu, namun Aeji menolak atau lebih tepatnya menunda hingga misteri ini terungkap.
"Kyu-"
"Tidak ada bantahan. Kau tinggal di rumahku," perintah Kyuhyun lagi dengan suara tegasnya membuat Aeji mengurungkan diri untuk berdebat. Sepertinya selain dirinya, pekerjaan disana membuat Kyuhyun tertekan. Lebih baik ia menurut saja.
Setelah mendengar semua permintaan Kyuhyun yang lebih terdengar seperti list kegiatan yang harus ia lakukan, Aeji langsung mengakhiri panggilan mereka.
"Sepertinya kau tidak baik-baik saja," ujar Sehun yang langsung menarik trolley yang berisi makan siang agar segera gadis itu makan.
Aeji tak membalas pernyataan Sehun, ia hanya mengambil semangkuk sup yang telah disediakan oleh rumah sakit dan mulai melahapnya secara perlahan.
Sehun yang merasa di abaikan hanya duduk dan kembali melahap snacknya.
Hollow Man
Gedung putih yang selalu ramai oleh penghuninya itu kini tampak sepi. Tak heran lagi karena waktu telah menunjukan pukul enam sore. Seluruh penghuni gedung itu sudah berada di ruangannya masing-masing.
Ada yang bermain dengan teman kamarnya, ada yang diam duduk termenung, ada yang sedang mandi dan ada pula yang sedang mendapatkan pengobatan.
Rumah sakit jiwa yang sudah tak asing lagi. Seorang suster tengah mempersiapkan makan malam untuk salah satu pasien yang tengah di rawatnya. Shin Jiya.
Tepat berada di depan kamarnya, suster Go hendak masuk ke dalam.
Ceklek
"Iya kakak, Jiya juga suka..."
Suster Go terdiam.
Ia yakin bangsal ini adalah bangsal kelas 1 dimana satu kamar akan di huni oleh 1 pasien.
Lalu, Jiya bicara dengan siapa?
Sedikit was was, suster Go mulai mengintip sosok siapa yang tengah berbicara dengan Jiya.
Perlahan ia masuk dan melihat kondisi di dalam sana.
"Nanti Jiya masak sama kakak Aeji ya, jadi kakak jangan sedih," suara Jiya masih terdengar membuat suster Go penasaran.
"Jiya juga rindu kakak, jangan kemana mana lagi ya"
Kakak?
Suster Go bingung karena hari ini ia tidak menghubungi Shin Aeji kakak dari Jiya. Semakin penasaran, suster Go menajamkan pengelihatannya.
Langkah suster Go terhenti. Matanya terbelalak.
"Ji..ya?" panggil suster Go.
Jiya langsung terdiam. Suster Go masih tak menau apa yang sedang dilakukan Jiya. Gadis itu masih duduk di jendela dan membelakanginya. Seingat suster Go jendela itu sudah di kunci rapat-rapat. Seluruh perawat dan dokter sudah mengenalnya dengan baik dengan symptom yang Jiya alami. Lalu bagaimana ia membukanya?
Suster Go langsung menaruh makanan malam Jiya di nakas dekat ranjangnya. Perlahan Suster Go mendekati Jiya penuh was-was. Gadis itu bisa jatuh kapan saja.
"Kakak, Jiya tidak mau. Disini dingin dan sejuk," ujar Jiya sambil cekikikan. Terlihat gadis itu begitu menikmati untuk duduk di bibir jendelanya. Kaki nya berayun-ayun seolah tak ada bahaya yang menghampirinya.
"Jiya..." panggil suster Go hati-hati sambil berjalan mendekati gadis itu.
"Kakak berisik. Ingat dulu kita duduk di atas pohon? Itu seru sekali," ujar Jiya yang masih berbicara entah dengan siapa.
Suster Go sudah menekan tombol bantuan dan misinya adalah membawa Jiya turun dari jendela itu.
"Jiya sayang," panggil suster Go yang dengan lembut menyentuh bahu Jiya.
Saat gadis itu menoleh, betapa terkejutnya ia melihat Jiya yang tangan dan wajahnya di penuhi oleh darah. Selama Jiya tinggal di rumah sakit ini, belum pernah ia melihat gadis itu dalam keadaan seperti ini.
Suster Go melihat jari Jiya yang penuh darah, belum lagi kukunya ada yang patah juga. Ketika melirik ke gembok dan rantai yang terjatuh, terdapat bekas darah disana. Bisa di pastikan bahwa Jiya yang berhasil membuka gembok itu.
"Suster Go," panggil Jiya lirih membuat pandangan suster Go beralih pada Jiya yang sudah sayup-sayup.
"Kenalkan ini kak-"
Mata Suster Go terbelalak melihat mata Jiya yang perlahan mulai tertutup dan tubuhnya mulai terhuyung. Dan astaga ini di lantai 3.
Dengan sigap suster Go langsung menarik Jiya hingga terjatuh dari jendela. Beberapa suster yang baru saja sampai, langsung membantu suster Go untuk mengamankan Jiya.
Semua orang tampak begitu profesional dan langsung membaringkan Jiya ke ranjangnya.
"Segera panggil Dokter Ma," ujar suster Go yang langsung segera dilaksanakan oleh perawat lainnya.
Entah perasaan apa, Suster Go kembali melirik ke arah jendela itu. Suara Jiya yang berbicara sendiri dan beberapa gerak-gerik mencurigakan lainnya. Ini pasti ada yang tak beres.
"Suster Go," panggil salah satu perawat yang masih stand by disana.
"Bagaimana dengan luka-luka ini?" tanyanya.
Setelah dipikirkan matang-matang. Keputusan suster Go membuat semua orang terkejut.
"Masukan ke ruang isolasi," perintah suster Go.
"Dan... hubungin Shin Aeji"