Cici memeluk tubuh Maminya yang tergeletak dingin di lantai, darahnya mengalir dari d**a seperti bunga mawar busuk yang mekar terlambat. “Mami… Mami bangun… Mami jangan kayak gini… please, Mi… bangun dong…” Suara Cici pecah, gemetar, bergetar memukul dinding rumah yang kosong. Dan lalu— Trak! Seluruh lampu rumah tiba-tiba padam. Gelap. Pekat. Sunyi yang terlalu sunyi. Cici membeku. Napasnya tercekat. Lantai di bawah telapak kakinya dingin, licin, basah. Lalu— DORRRR! Satu tembakan menghantam lantai hanya beberapa sentimeter dari kakinya. “A-AAAHHH!” Cici menjerit, tubuhnya terpental mundur. Seseorang tiba-tiba menarik pinggangnya keras dari belakang. Lengannya kokoh, besar, memeluk Cici dari belakang dan menariknya menjauh dari tubuh Maminya. Aroma parfumnya samar, cedar, tembakau din

