Sebelum kembali ke Paris, Antika hanya ingin menuntaskan satu hal kecil yang sejak lama menggantung di dadanya, menemui Cici. Nagara tidak keberatan. Malah ia mengantar Antika ke mobil, mengecup kening istrinya lalu pergi menemani Khairel mengunjungi beberapa teman lamanya. Dengan sopir yang disiapkan, Antika duduk di kursi belakang sambil menjaga tas berisi kue dan cokelat yang dibelinya khusus untuk Cici. Ia menatap bungkusan itu lama, ada perasaan hangat sekaligus canggung. Belakangan Cici hampir tidak pernah membalas pesannya, kabur seperti angin karena sibuk kuliah lagi, memperluas bidang kuliner, dan mencoba menata hidup barunya setelah ibunya menikah lagi. Cici hanya menyebut satu nama “Sadam”. Seorang polisi. Polisi biasa, katanya. Antika merasa ada sesuatu yang Cici sembunyikan.

