Bab 8. Cassandra, Aku Disini!

1091 Words
Degupan itu kembali terdengar ketika netranya tajamnya memandang bola mata indah dari wanita di balik masker yang menutupi mulut. Hatinya mulai meraba, apakah yang dilihat ini benar? Atau hanya sebatas fana yang akan segera hilang. Beberapa kali matanya mengerjap, memastikan kembali jika mata itu adalah mata yang pemiliknya sangat ia rindukan. Sosok yang dipandang kini tengah menjawab pertanyaan receh dari tahanan yang sengaja menggoda. Wanita itu hanya memberikan lirikan sebal sebelum akhirnya memberikan suntikan pada lengan. Bisa dilihat raut wajah wanita itu sama sekali tidak nyaman. “Dokter Zoya, apakah masih ada sisa vaksin yang Astra? Tolong berikan itu dulu ya.” Dokter Maya menghampiri Zoya untuk memberikan arahan karena wanita itu masih baru. Zoya mengangkat pandangan begitu namanya dipanggil. “Sepertinya sudah habis yang jenis itu, Dokter. Sisa yang Janssens.” “Oh baiklah. Berikan yang itu tidak apa-apa.” Nama itu terdengar jelas di telinga Enzo, bibirnya yang kering tanpa sadar sedikit terbuka seiring rasa sesak sekaligus sejuk yang menggetarkan raga. Tatapan matanya tiba-tiba berubah sendu, menatap ke arah sosok wanita cantik yang rambutnya memanjang sampai ke pinggang. Berwarna kecoklatan gelap nan indah. Enzo tidak perlu melihat wajahnya, ia yakin, sangat-sangat yakin jika dia adalah orangnya. Cassandra ... Seulas senyum terbit di bibir Enzo dengan mata yang tanpa sadar sudah berembun. 4 tahun, ia hanya membayangkan wajah itu. Kini wanita itu sudah sangat dekat membuat Enzo ingin sekali mendekat. Ia terus memperhatikan wajah indah itu hingga sadar penampilan wanita itu telah berubah sangat drastis, tetapi Enzo masih sangat mengenalinya. Dia adalah orang yang sama dengan orang yang ia cintai 14 tahun lalu. Seorang gadis kecil arogan yang sering membuat ulah itu telah menjadi Dokter. Zoya melakukan tugasnya dengan dibantu oleh suster untuk mengecek tekanan darah. Jika tekanan darahnya tinggi jelas tidak bisa diberikan Vaksin. Beberapa kali Zoya dibuat geram dengan para tahanan yang terang-terangan menggoda, bahkan kata-katanya cukup melecehkan dengan tatapan mata yang menjijikan. Sebagian dari mereka sangat kumal dan lusuh, tetapi ada juga yang berbadan berisi dan cukup terawat. “Dokter cantik, kenapa sih mulutnya harus ditutup. Biarkan kami melihat wajah cantikmu,” goda satu tahanan yang kini sudah bersiap untuk menerima suntikan di depan Zoya. Zoya meliriknya tajam. “Memangnya kau berani? Pacarku orangnya kejam, jika kau melihat wajahku bisa saja kau mati hari ini,” celetuk Zoya asal, melanjutkan pekerjaan memberikan suntikan pada tahanan tersebut. “Ah yang benar? Aku jadi ingin membuktikan.” Tak disangka tahanan itu mendekatkan dirinya pada Zoya hingga seperti ingin mencium. Untung saja Zoya lebih cekatan, ia mundur ke belakang dan tahanan itu ditarik oleh seseorang dari belakang. Zoya belum sempat melakukan apa pun ketika tiba-tiba terjadi keributan di depannya. Pria yang menarik tahanan ganjen itu membalikkan tubuh dan menghajar tahanan yang baru saja menggodanya. “ANJING!” Kejadian itu benar-benar sangat cepat, ketika dua orang itu berkelahi para tahanan lain sontak membuat kerumunan untuk melihat hingga Zoya dan para dokter lain terdesak ke belakang. Dan entah kenapa hari itu para tahanan juga berubah sangat anarki, seperti memang sudah merencanakan akan membuat keributan. Sosok yang menghajar tahanan gatel itu merupakan Enzo. Ia tak terima Zoya dilecehkan seperti itu hingga reflek langsung menarik batang leher cecunguk sialan yang akan segera ia musnahkan. Enzo memukul membabi buta, menendang tahanan itu hingga kepayahan. “Hajar, hajar terus. Habisin aja!” teriak semua tahanan begitu kompak mendukung tindakan itu. “Masuk! Masuk ke sel kalian semua!” Para sipir sendiri dibuat kewalahan dengan sikap para tahanan yang sangat anarki. Semua sipir bergerak cepat menangkap tahanan yang mencoba kabur, sementara yang lainnya memasukkan para tahanan yang tersisa di aula tanpa peduli mereka masih asyik memperhatikan dua tahanan yang kini sedang beradu otot. “b******n! Kau pikir aku takut denganmu?” Tahanan yang diserang Enzo itu membalikkan keadaan, ia menekan Enzo pada lantai dan balas memukuli wajah pria itu. Tubuhnya kecil namun sangat gesit. Enzo cukup kewalahan, tetapi dengan mudah ia membalasnya. Memukul perut, siku dan semua bagian yang bisa melumpuhkan. Benar-benar menghajar habis tahanan setan yang dinilai pantas untuk segera pergi ke alam baka. Zoya masih berdiri mematung di antara keriuhan itu. Ia justru menatap dua orang yang saat ini sibuk berkelahi dan disaksikan banyak orang. Ia bingung kenapa tidak dipisahkan? Kenapa seolah dibiarkan dan hal seperti itu lumrah? “Pak, itu kenapa dibiarkan? Kenapa tidak dipisah?” teriak Zoya pada seorang sipir penjara yang dinilai sangat nganggur itu. “Dokter sebaiknya segera masuk. Terjadi pemberontakan disini," titah sipir itu. Zoya yang mendengar itu kaget, ia melihat teman-temannya berbondong-bondong pergi namun kakinya enggan melangkah. Ia malah menjinjit untuk melihat dua orang pria tadi. Ia melihat sosok pria yang rambut blonde dengan tinggi badan yang cukup familiar. Sekilas melihat saja ia merasa kenal, ingin memastikan lagi jika ia memang salah. Kerumunan itu perlahan berkurang karena para sipir mulai bertindak keras memerlukan tongkat polisinya. Zoya semakin jelas melihat dua orang yang masih berkelahi dengan sengit. Ia menajamkan mata, kali ini cukup jelas melihat sosok pria yang kini mengamuk dengan membabi buta. Hanya dari samping dan sangat mirip dengan. “Enzo.” Duar! Suara tembakan peringatan membuat Zoya sangat kaget. Ia menoleh ke arah belakang melihat ketua penjara itu datang dengan ditemani para sipir lain. “Dokter cepat masuk ke dalam. Kita harus mengamankan wilayah ini,” kata Ketua penjara. Zoya tidak menjawab, ia justru kembali menoleh ke arah tempat tadi. Sialnya sipir sudah mengamankan dua tahanan tersebut. Masih bisa dilihat oleh mata jika pria itu adalah Enzo, tapi apakah mungkin? “Aku harus memastikannya!” Zoya hendak menyusul memperhatikan tetapi tangannya ditahan oleh kepala penjara. “Nona mohon kerjasamanya,” titahnya penuh permohonan. Zoya menggigit bibirnya lalu mengangguk, ka memandang tempat dimana pada tahanan kembali ke sel. Ia yakin kalau pria tadi memang sangat mirip Enzo. Tetapi ia ingat jika Enzonya telah tiada. Shit, dejavu paling menyebalkan adalah ketika aku merasa pernah melihat seseorang yang aku rindukan. Di seberang lain Enzo memberontak saat lengannya ditarik oleh sipir penjara. Ia masih melihat Zoya berdiri di sana, ingin berteriak mengatakan jika dia di sana namun sama sekali tidak diberikan kesempatan. Hanya matanya yang terus memandang wanita itu sampai tak bisa dilihat lagi oleh mata. Enzo dibawa ke sel khusus, di mana ruangan itu lebih kecil dan pengap. Enzo didorong ke sana. “Hukuman, kau tidak akan makan sampai besok pagi.” Enzo mendesis pelan seraya tertunduk, melirik ke arah pintu sel yang ditutup kembali. Setiap tahanan yang membuat kesalahan akan dimasukkan ke dalam sel tikus yang akan sangat menyiksa. Gelap dan sunyi. Ia memejamkan mata lalu memukul lantai di bawahnya dan berteriak sekeras-kerasnya. “ARGGHHHHHHHHH! AKU DISINI CASSANDRA!” Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD