Alina sudah menunggu di pinggir jalan sebelum mobil Axel datang. Ketika mobil Axel sudah tertangkap jarak pandang Alina dia merapikan rambutnya sebahu. Lalu mobil Axel berhenti tepat di sampingnya. Alina membuka pintu mobil, masuk dan duduk di kursi penumpang depan.
Begitu masuk mobil, Alina menghidu wangi parfum Axel. Dia pikir Axel lebih wangi dari biasanya sehingga membuat Alina terus menatap bosnya.
"Kenapa kamu ngeliatin saya terus? Saya memang sudah ganteng dari lahir," ucap Axel merasa dilihat terus oleh Alina sambil mengemudikan mobilnya ke sebuah pusat perbelanjaan.
Alina tidak menjawab, menurut dia penampilan bosnya hari ini persis seperti biasanya, hanya saja Axel lebih wangi dari biasanya.
"Kenapa sih? Pasti kamu mau bilang parfum saya kebanyakan? Iya, saya memang mandi parfum pagi ini. Jadi tolong jangan bahas masalah parfum saya."
"Siapa juga yang bahas parfum? Saya dari tadi kan cuma diem, Bos."
"Iya, memang dari tadi kamu diem aja, tapi ngeliatin saya terus, kaya ada yang salah gitu."
"Untungnya Bos udah sadar. Udah Bos mending fokus nyetir aja, saya akan diem sepanjang perjalanan."
"Bagus, jangan ganggu konsentrasi saya saat sedang menyetir, ya."
Alina hanya diam selama perjalanan ke pusat perbelanjaan, karena dia sibuk dengan debaran jantungnya yang semakin sulit diatur.
***
Di sebuah pusat perbelanjaan, Axel mengajak Alina untuk membeli pakaian untuk menghadiri acara pernikahan nanti malam bersama Bu Gina dan Axel. Axel tengah sibuk memilih pakaian untuk Alina, sedangkan Alina hanya bisa mengikuti kemuan Axel.
Axel masih terus mencari pakaian yang cocok, karena dia tidak ingin Alina memakai pakaian yang terbuka, pakaian yang press body atau yang pendek. Tetapi dia bingung model pakaian apa yang pas untuk Alina.
Jika Axel membelikan blazer lengkap dengan bawahan celana, maka Alina akan terlihat seperti wanita eksekutif muda. Jika dia membelikan gaun, kebanyakan dari gaun itu bagian atas terbuka dan ukurannya pas di badan. Alina masih belum memahami seperti apa pakaian yang diinginkan Axel.
Salah satu pegawai menghampiri Axel, karena melihat Axel hanya berpindah-pindah dari satu tempat pajangan baju ke pajangan baju yang lain.
"Pak, boleh saya bantu? Bapak mau cari pakaian yang seperti apa ya? Mau cari pakaian buat Mbaknya, kan?"
"Iya, saya mau cari pakaian buat teman saya, yang bagian atas tidak terbuka, tidak pendek, sama yang ukurannya tidak pas di badan, ada?"
"Ada, Pak, coba ke sebelah sini," ajak pegawai toko ke pajangan lain yang belum didatangi Axel. Axel meraih Alina, menggenggam lengan itu, mengajaknya berjalan mengikuti pegawai toko.
Alina menatap bisa lengannya yang digenggam oleh Axel, dan berharap suara debaran jantungnya tidak terdengar oleh Axel.
"Coba ini," ucap pegawai toko menyerahkan beberapa pakaian pada Axel.
Pakaian yang diberikan oleh pegawai toko adalah gaun brukat panjang yang bagian atasnya tertutup, dan panjangnya di bawah lutut, serta longgar.
Axel menunjukkan ekspresi wajah setuju setelah melihat gaun itu satu persatu. Dia memberikan semua gaun itu untuk dicoba oleh Alina di ruang ganti.
Alina mencoba gaun itu satu persatu, Axel menjatuhkan pilihan pada gaun berwarna karamel. Menurut dia warna itu cocok dipakai Alina yang memiliki kulit kuning langsat. Axel memberikan gaun itu pada pegawai toko. Kemudian beralih memilih sepatu dengan warna senada.
Axel juga mencarikan sepatu untuk Alina, dengan tasnya sekalian. Mengapa dia antusias sekali memilih semua untuk Alina, karena dia ingin memastikan sendiri bahwa penampilan Alina pantas ketika diajak ke undangan pernikahan bersama mamanya.
Setelah membayar semua barang belanjaannya, dan membawanya sendiri. Lalu Axel mengajak Alina makan siang di tempat yang sama.
"Bos, apa ini semua enggak berlebihan? Apa sebaiknya saya menolak saja ajakan Mamanya, Bos? Saya rasa saya enggak pantas datang ke acara itu. Saya kan cuma karyawan Bos," ucap Alina saat mereka sedang menunggu makanan di restoran.
"Kamu lupa kalau ajakan Mama enggak bisa ditolak?"
"Iya sih, tapi saya malu," ucap Alina menunduk, dia merasa tidak pantas menghadiri undangan itu, merasa tidak pantas menerima pemberian Axel dan merasa tidak pantas menjadi pacar bosnya, karena dia merasa berdosa sudah membohongi Bu Gina. "Bos, gimana kalau kita ngaku aja kalau sudah membohongi Mamanya, Bos?"
"Hari ini?" tanya Axel tidak percaya dengan ucapan Alina yang baru saja dia dengar.
"Please, Alin, jangan hari ini. Tolong jangan rusak kebahagiaan Mama malam ini, kita bisa mengaku di hari lain."
"Tapi kapan Bos?" tanya Alina meminta kepastian.
"Saat semua masalah kamu yang berhubungan dengan debt collector itu selesai."
Pegawai restoran mengantar makanan pesanan Axel ke meja tempat mereka duduk. Keduanya terdiam sejenak hingga pegawai restoran selesai meletakkan makanan dan meninggalkan keduanya.
"Kesepakatan awalnya kan enggak begitu, saya cuma jadi pacar sandiwara dan Bos memberikan saya uang. Mestinya saat Bos memberikan saya uang itu, maka kesepakatan kita berakhir," tegas Alina lagi, dia takut semakin lama terlibat dengan Axel maka dia akan semakin menyukai bosnya bahkan jatuh cinta pada Axel.
"Kalau begitu saya ubah kesepakatan kita, kamu akan terus jadi pacar saya sampai semua urusan kamu dengan debt collector itu selesai, pokoknya sampai mereka berhenti mengganggu kamu, gimana?"
"Tapi saya harus terus berbohong ketika bertemu dengan Mamanya Bos? Bohong itu dosa, Bos, apalagi sama orang tua."
"Terus kamu maunya jadi pacar beneran supaya enggak membohongi Mama saya?"
"Pacar beneran? Bos jangan bikin hidup saya tambah rumit dengan menjadi pacar Bos."
"Lho, kamu yang aneh, jadi pacar sandiwara salah, jadi pacar beneran juga tidak mau. Jadi kamu mau apa? Mau kita nikah?"
"Saya maunya di antara kita berdua tidak ada hubungan apa-apa," ucap Alina menunduk karena dia takut menatap Axel. Dia takut perasaannya pada Axel semakin dalam.
"Jika memang itu kemauan kamu, saya paham. Tetapi tolong bersabarlah sebentar, Lin, bisa kan? Kamu ingin saya memohon dengan cara apa supaya kamu mau diajak kerja sama lagi?"
Alina menghela napas. Dia merasa tidak enak hati telah membuat Axel memohon padanya untuk setuju dengan kesepakatan baru dengan Axel.
"Ok, saya setuju dengan kesepakatan yang baru."
Selanjutnya Alina hanya diam menikmati makanan yang tersaji di hadapannya. Dia tidak ingin membahas apapun dengan Axel. Alina pikir dia cukup menjalani apa yang akan terjadi hari ini dengan sebaik-baiknya, dan berharap tidak terlibat lagi dengan Bu Gina atau pun terbawa perasaan saat bersama Axel.
Walaupun itu tidak mungkin terjadi. Setidaknya Alina akan berusaha untuk menghindari Bu Gina semampunya, dan fokus pada pekerjaannya bukan pada perasaannya dengan Axel. Semakin lama terlibat dengan Axel membuat dia semakin sulit untuk tidak berharap suatu hari hubungannya dengan Axel akan berubah menjadi hubungan Istimewa.