Kondangan

1014 Words
Bu Gina dan Alina sudah selesai didandani. Alina tampak cantik dengan riasan alami, membuat wajahnya terlihat lebih segar dari sebelumnya. Bu Gina mengajak Alina pindah tempat duduk ke kursi tunggu. Mereka menunggu Axel datang. Alina menawarkan untuk menelpon Axel, agar segera datang. Tetapi Bu Gina melarang, karena dia tahu anaknya pasti akan datang menjemput, selain itu dia juga ingin berlama-lama dengan Alina di salon dengan obrolan santai. Alina teringat untuk bertanya sesuatu pada Bu Gina, "Tante, saya merasa tidak enak pas Tante bilang ke pegawai salon kalau saya menantu Tante. Saya kan belum nikah sama Mas Axel." "Sudah, jangan dipikirkan. Cepat atau lambat juga kamu pasti nikah kan sama Axel?" ucap Bu Gina yakin. "Tapi kan, Tante belum tau latar belakang keluarga saya. Kalau Tante tahu bisa saja sikap Tante berubah pada saya." "Alin, apapun latar belakang keluarga kamu, itu bukan kesalahan kamu, dan semua itu di luar kuasa kita. Terus kenapa Tante enggak bisa menerima keadaan kamu apa adanya?" "Saya takut mengecewakan Tante. Mungkin enggak sekarang, tapi bisa saja besok atau lusa." "Kamu tidak perlu mengkhawatirkan apa yang belum terjadi. Tante janji insyaallah enggak akan kecewa dengan kamu." Alina semakin merasa tidak enak dengan Bu Gina karena sudah berbohong. "Bu Gina orang baik yang mau menerima Alina, tetapi apakah beliau bisa menerima jika Alina dan Axel cuma pura-pura pacaran," batin Alina. Axel kembali ke salon langganan mamanya setelah pertemuannya dengan Irfan usai. Tidak sampai dua puluh menit mobil yang dia kendarai tiba di salon. Axel masuk salon mencari mama dan Alina. Dia mengedarkan pandangannya di dalam salon, setelah menemukan sosok mamanya, Axel menghampiri. Axel terus memperhatikan wajah Alina yang sudah didandani. Axel merasakan perbedaan pada wajah Alina yang menjadi semakin cantik dengan polesan make up di wajahnya. Debaran jantungnya semakin tidak bisa dikendalikan jika dia terus menatap Alina. "Ehem ... ternyata ada gadis cantik di sini. Boleh kenalan enggak?" ucap Axel memuji kecantikan Alina. "Masa cuma karena didandani kamu sampai enggak kenal sama pacar sendiri," sindir Bu Gina pada anaknya. "Ma, becanda sekali-kali boleh dong. Masa harus serius terus," protes Axel pada mamanya. "Jadi udah enggak marah lagi sama Alin?" "Memang ada yang marah? Enggak kok Mama ini ada-ada aja deh. Sekarang kita kemana, Ma?" Alina hanya tersenyum melihat perubahan sikap Axel. Dia tahu jika sebelumnya marah setelah berdebat dengan Alina, dan sekarang sudah tidak terlihat marah atau kesal lagi. "Kita pulang dulu buat siap-siap, ganti pakaian, baru datang ke undangan pernikahan anak temen Mama." "Ok, yuk kita ke mobil," ajak Axel dan Bu Gina. Ketiganya keluar dari salon. Bu Gina berjalan terlebih dahulu, membuka pintu mobil bagian tengah. Dia memilih untuk duduk di kursi penumpang tengah, membuat Alina menepuk bahu Axel memberikan kode agar Axel mengajak mamanya duduk di kursi penumpang depan. "Ma, kok duduk di belakang?" "Biar Alin aja yang duduk di kursi penumpang depan. Mama duduk di sini aja." "Tante, biar Alin aja yang duduk di tengah. Tante duduk di depan, Alina enggak enak kalau Tante duduk di sini." "Sudah kamu duduk di depan saja. Ayo jalan, nanti kelamaan di sini, kita enggak jadi pulang. Axel dan Alina masuk mobil pada bagian depan. Mobil pun meluncur ke rumah orang tua Axel. Sepanjang perjalanan mereka isi dengan obrolan ringan. Tiba di rumah, Bu Gina mengajak Alina masuk menuju kamar tamu. "Alin, nanti ganti bajunya di sini saja, ya" ucap Bu Gina membuka pintu kamar tamu. "Bajunya di mana?" tanya Bu Gina melihat Alina masuk dengan tangan kosong. "Ada di mobil, Tante. Saya ambil dulu sebentar." "Iya, pokoknya ini kamar kamu, jangan masuk ke kamar Axel. Ingat pesen Tante." "Iya, Tante," ujar Alina berjalan keluar rumah mengambil pakaiannya di mobil yang masih ada Axel di sana, lalu masuk ke kamar tamu di rumah itu. Axel masuk rumah mencari keberadaan Alina. Dia mengetuk pintu kamar Bu Gina. "Alin mana, Ma?" "Di kamar tamu. Kamu enggak boleh masuk ke sana. Tunggu saja dia keluar dari kamar. Kalau sudah selesai ganti baju pasti dia keluar," teriak Bu Gina dari dalam kamar. "Iya. Aku juga mau ganti baju kok, Ma. Siapa juga yang mau ngintip orang ganti baju," ucap Axel iseng pada mamanya. "Axel! Jangan macem-macem kamu, ya!" teriak Bu Gina dari dalam kamar. "Enggak, Ma. Ampun." Axel berlari menuju kamarnya lalu masuk. Axel membuka lemari, mencari kemeja atau batik yang bisa dipakai untuk menghadiri acara undangan pernikahan. Dia mengecek satu persatu kemeja yang ada di lemari. Pandangannya tertuju pada kemeja batik dengan warna karamel yang senada dengan gaun milik Alina. "Pakai ini aja, ah," ujar Axel mengeluarkan kemeja batik itu lalu mengenakannya. Setelah itu dia menyemprotkan parfum pada kemeja yang dia pakai dan beberapa bagian tubuhnya. Axel keluar kamar setelah memastikan penampilannya rapi. Dia berjalan ke ruang tengah. Di sana sudah ada Alina yang menunggu pemilik rumah sambil duduk di sofa. Bu Gina keluar dari kamarnya juga dan menuju ruang tengah. "Bajunya senada begitu? Janjian ya?" tanya Bu Gina takjub melihat penampilan Axel dan Alina. "Enggak sengaja ini, Ma. Pas banget di lemari ada kemeja batik warna karamel, Mama juga cantik kok," ucap Axel menuji mamanya yang tetap terlihat cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi. "Bagus kok. Keliatan serasi. Yuk kita jalan, biar enggak kena macet di jalan. Malam minggu kan biasanya macet." Axel berjalan terlebih dahulu keluar rumah untuk menyalakan mobil. Alina dan Bu Gina menyusul keluar. Ketiganya masuk mobil. Mobil pun meluncur ke sebuah gedung tempat acara pernikahan anak teman Bu Gina berlangsung. Perjalanan kali ini makan waktu agak lama, karena jalanan sudah mulai macet. Banyak orang ingin menghabiskan waktu di luar ketika malam minggu tiba. Tiba di gedung acara, Axel memarkirkan mobil setelah menurunkan Bu Gina dan Alina di depan pintu masuk. Lalu dia menyusul keduanya. Alina merasa ragu untuk masuk ke gedung tersebut. Dia tetap merasa tidak pantas berada di sana. Melihat ke khawatir di wajah Alina, Axel memberanikan diri meraih tangan Alina dan menggenggamnya erat. "Ayo masuk, jangan khawatir, aku temani. Tidak akan aku biarkan kamu sendirian di dalam. Aku janji," ucap Axel pada Alina yang membuat rasa khawatir Alina berkurang sedikit. Dia berharap tidak bertemu dengan orang yang dia kenali selama menghadiri acara pernikahan kali ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD