Dikunjungi

1078 Words
Axel membiarkan Alina berurusan dengan debt collector. Dia hanya memperhatikan dari jarak aman. Justru dia mengkhawatirkan kehadirannya akan memicu konflik lain. Tetapi jika terjadi sesuatu pada Alina dan ibunya dia akan bertindak. Untungnya tidak terjadi apa-apa pada Carissa, sehingga Alina bisa bernapas lega. Debt collector yang berwajah garang itu meminta bayaran. Alina menyerahkan amplop dari Axel pada mereka. "Jangan datang lagi, saya sudah bayar!" teriak Alina pada kedua orang debt collector itu. Salah satu diantaranya memeriksa uang dalam amplop dan menghitungnya. "Segini ya kurang, buat bayar bunganya saja tidak cukup!" "Berapa utang almarhum Ayah saya?" "Kami tidak tahu pasti. Kami hanya disuruh menagih saja. Pastikan minggu depan ada uang lagi, karena kami akan datang menagih. Selama malam," ucap seorang debt collector. Axel mengambil gambar kedua orang debt collector itu. Jika dilihat dari penampilannya mereka adalah orang suruhan seseorang. Cuma dia tidak tahu siapa yang menyuruh debt collector itu menagih utang. Alina membawa masuk ibunya ke rumah. Melihat Alina masuk, Axel pulang karena dia lihat kedua debt collector itu sudah pergi meninggalkan rumah Alina. Ketika berjalan kembali ke mobil, Axel pikir dia harus mencari tahu siapa debt collector yang mendatangi rumah Alina selama dua tahun terakhir ini. *** Alina sedang bekerja membuat semua pesanan hari ini. Alina dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang baru saja masuk gerai kopi tempat dia bekerja. Kali ini Axel tidak datang ke gerai karena harus mengecek ke gudang persediaan stok bahan. "Tante Gina ngapain ke sini," batin Alina. Alina meminta Billy menggantikan tugasnya, lalu dia segera menghampiri Bu Gina. "Pagi, Tante. Tante cari Bos saya? Eh, Mas Axel? Bos hari ini enggak datang. Tante enggak telepon dulu ke Mas Axel?" sapa Alina pada Bu Gina. "Pagi juga, Lin. Kabar kamu gimana hari ini? Capek enggak kerjanya? Tante ke sini nyariin kamu. Enggak nyariin Axel. Ngapain juga nyari dia, orang sibuk begitu dicari. Malam juga bisa ketemu di rumah." "Kabar Alin hari ini baik, Tante. Aduh, Tante, saya jadi enggak enak. Gimana kalau Tante duduk di atas aja. Di ruangan Bos?" kata Alina menawarkan tempat menunggu yang lebih baik. "Boleh juga, tapi kamu temani Tante ngobrol di atas, gimana?" "Tapi saya lagi kerja, Tante. Gimana ya?" "Tante kangen pengen ngobrol sama kamu. Kamu izin sama temanmu dulu sebentar, temani Tante di atas," ucap Bu Gina kukuh dengan keinginannya. "Ya sudah, Tante ke atas duluan, saya izin sama teman saya dulu. Nanti Alin susul ke atas." Bu Gina berjalan duluan ke lantai 2, dia masuk ke ruangan kerja Axel di lantai 2, menunggu Alina di sana. Alina yang merasa bingung dengan kedatangan Bu Gina berinisiatif menelpon bosnya untuk mengabari kedatangan Bu Gina. Alina keluar lewat pintu samping gerai untuk menelpon Axel. Dia mencari nomor telepon bosnya, lalu menekan panggilan. Axel tidak langsung menjawab panggilan Alina, membuat Alina semakin merasa bingung harus berbuat apa pada Bu Gina. Dia hanya berharap bosnya menerima panggilan telepon darinya. "Halo, Bos, gawat ini, Bos, gawat," kata itu yang terpikirkan oleh Alina saat Axel menerima panggilan. "Ada apa? Kamu kenapa Alin? Apa yang gawat?" Seketika Axel ikut panik mendengar ucapan Alina. "Ada Mamanya Bos di sini, datang ke gerai." "Apa? Mama saya dateng ke gerai? Mau apa katanya, Lin? Aduh saya lagi di luar ini." "Katanya mau ketemu saya, Bos. Pengen ngobrol sama saya." "Aduh, Mama ini ada-ada saja. Saya minta tolong temani dulu Mama saya sebentar ya, Lin. Saya usahakan ke sana secepatnya. Titip Mama saya dulu." "Baik, Bos. Saya temani dulu Mamanya Bos. Semoga perjalanan ke sini lancar ya, Bos." "Ok, terima kasih, sudah dulu, ya. Saya masih ada kerjaan." "Iya, Bos." Panggilan telepon berakhir. Alina masuk ke gerai, langsung menuju lantai 2 tempat Bu Gina menunggunya. Alina membuka pintu ruangan lantai 2 lalu masuk. "Alin, nanti malam ke rumah, ya. Datang sama Axel, Tante masak hari ini, pengen ngajak kamu makan di rumah lagi." "Aduh, gimana, ya, Tante. Bukan saya mau nolak, tapi saya takut enggak bisa ke rumah, Tante." "Tante sudah menyiapkan semuanya terus Tante enggak mau ditolak, lho," ujar Bu Gina dengan penekanan. Alina diam seribu bahasa, dia panik karena tidak bisa menolak sedangkan Axel tidak ada di tempat sehingga tidak ada yang akan membantu Alina menolak. "Gimana, ya, Tan. Alin sebenarnya enggak bisa—" Panggilan telepon ke ponsel Bu Gina menghentikan ucapan Alina. Bu Gina segera menerima panggilan itu. "Axel, kamu di mana? Mama lagi di tempat kerja Alina. Kamu ke sini juga dong," jawaban panggilan telepon dari Bu Gina. "Mama, jangan ganggu Alina, dia lagi kerja lho, kasian. Mama pulang aja, ya," bujuk Axel pada mamanya. "Mama baru datang kok disuruh pulang sih? Ini Mama pengen ngajak Alina makan di rumah malam ini, nanti kamu pulang ajak dia sekalian, ya," pinta Bu Gina pada anaknya. "Emang Alina bisa?" tanya Axel penasaran. "Dia nolak tuh, tapi Mama pengen banget ngajak dia ke rumah. Apa Mama aja yang jemput dia pulang kerja?" usul Bu Gina. Axel makin tidak mengerti dengan mamanya sekarang. Terpaksa dia harus memenuhi keinginan mamanya. "Jangan, Mama tunggu di rumah saja. Biar Axel yang bujuk Alina. Mana Alina biar Axel ngomong sama dia sekarang." Bu Gina memberikan ponselnya pada Alina yang dari tadi hanya bisa menyimak obrolan ibu dan anak itu tanpa mau terlibat di dalamnya. Alina menerima ponsel dari Bu Gina dan meletakkannya di telinga mendengarkan perintah bosnya. "Lin, kali ini kamu harus mau diajak ke rumah, ya. Saya jemput kamu nanti malam. Mama saya lagi enggak mau ditolak, saya lagi enggak ada ide buat membantah. Tapi nanti malam saya jelaskan pada Mama biar enggak ganggu kamu lagi." "Baik, Bos. Saya juga sudah berusaha menolak tadi." "Ok. Berikan ponselnya pada Mama saya!" perintah axel lagi. "Baik," kata Alina memberikan ponselnya pada Bu Gina. "Mama tunggu di rumah ya, jangan lupa kamu jemput Alina. Mama sudah enggak sabar pengen cepet-cepet malam." "Iya, Ma. Sudah dulu, ya. Axel belum bisa ke sana. Mama pulang sekarang aja, ya. Jangan gangguin Alina, dia masih kerja." "Ok. Hati-hati di jalan ya, sayang." Bu Gina menyimpan ponselnya dalam tas. "Lin, Tante mau pulang dulu. Oh ya, ini Tante bawa kue, kamu bagi sama temen kerja kamu, ya. Sampai ketemu di rumah," pamit Bu Gina pada Alina. Alina menerima pemberian dari Bu Gina tanpa penolakan karena dia malas berdebat. Alina mengantar Bu Gina sampai keluar gerai. Bu Gina masuk mobil dan kembali ke rumah bersama supir pribadinya. Alina menghela napas lega melihat Bu Gina pulang. Dia masuk ke gerai dan membagikan kue yang diberikan Bu Gina pada kedua temannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD