Alina tiba di gerai kopi jam 7 pagi. Tugas selanjutnya adalah bersih-bersih dan melakukan persiapan untuk jualan hari itu bersama kedua teman kerja. Alina menunggu Axel datang ke gerai. Baru kali ini dia menunggu kedatangan Bosnya, karena memang ada perlu. Biasanya dia hanya fokus bekerja.
Tepat jam 9 Axel datang, langsung menuju lantai 2 ke ruangan khusus tempatnya di gerai itu. Sebenarnya hari itu belum jadwal Axel ke gerai tempat Alina bekerja, tetapi karena dia sudah janji, dia akan menepati janjinya.
Alina naik ke lantai 2 untuk bertemu dengan Axel setelah sebelumnya memberi tahu kedua temennya untuk bertemu bos mereka. Tiba di lantai 2, Alina mengetuk pintu. Axel mengizinkan dia untuk masuk.
Axel yang melihat Alina masuk ruangan langsung menyuruh Alina duduk di kursi yang berada di depannya.
"Sebentar ya, ada yang harus saya selesaikan dulu. Kamu tunggu di sini aja. Lima menit urusan saya selesai," pinta Axel agar Alina menunggu di kursinya.
Kali ini Alina merasa gugup memandang Axel, karena teringat pada mimpinya tadi malam. Bisa-bisanya Axel masuk ke dalam mimpinya, bahkan melamarnya. Alina berusaha untuk tetap tenang, agar tidak terpengaruh dengan mimpinya.
"Ok. Urusan saya sudah selesai. Sekarang kita giliran urusan kita berdua."
"Yang mana, Bos?" tanya Alina kikuk.
"Utang kamu, memang kita ada urusan lain?" tanya Axel sambil mengernyitkan dahi.
"Oh ya. Utang ya, Bos. Kata debt collector itu besok saya harus bayar utang biar enggak dijual saya-nya."
"Berapa tepatnya nominal utang yang ada? Gimana ceritanya sampai kamu bisa dikejar debt collector?" tanya Axel, kali ini dia ingin menuntaskan rasa penasarannya pada utang Alina.
"Nah, itu dia Bos, saya enggak tahu total utang yang ada. Mereka enggak pernah bilang. Cuma nagih aja. Awal dari utang itu karena perusahaan Ayah saya bangkrut, dan meninggalkan utang. Rumah dan semua aset sudah disita tapi enggak menutup utang."
"Jadi selama ini kamu enggak pernah tahu sisa utangnya berapa?"
"Enggak tahu, Bos. Saya sama Ibu sudah pindah berkali-kali tetap saja dikejar, sampai sekarang juga belum pernah bayar. Sampai akhirnya dua hari lalu mereka bilang mau menjual saya."
"Ada yang aneh sama debt collector ini, kamu tahu enggak masalah perusahaan Ayahmu sampai bisa bangkrut?"
"Enggak tahu banyak, cuma kata Ayah dulu kena tipu dan difitnah tapi sampai sekarang saya enggak pernah tahu apa yang sebenernya terjadi."
"Ayahmu sekarang di mana?"
"Sudah meninggal, Bos."
"Oh, maaf. Saya tidak tahu. Jadi kamu mau minta berapa buat bayar ke debt collector itu?"
"Tidak apa-apa, Bos Ayah saya memang sudah meninggal, saya minta 50 juta aja, Bos."
"Hmm ... nanti sore jangan pulang dulu. Sesuai janji saya, kamu akan saya antar pulang. Inga pesan saya, ya. Sekarang saya mau pergi ke gerai yang lain."
Axel meninggalkan ruangannya di lantai 2, Alina menyusul di belakangnya. Mereka turun ke lantai bawah. Axel pamit pada dua karyawan lain. Sedangkan Alina kembali bekerja.
"Lin, ada urusan apa sama Bos sampai kamu disamperin, padahal bukan jadwalnya ke sini?" tanya Billy penasaran melihat Axel dan Alina turun dari lantai atas.
"Kali ini aku pinjem uang sama Bos," bisik Alina di telinga Billy.
"Sudah berani ya kamu sekarang?"
"Terpaksa. Sudah yuk kita kerja lagi. Enggak usah mikirin urusanku dengan Bos. Aku cuma mau pinjem uang aja kok," ucap Alina agar Billy tidak berpikir aneh-aneh pada Alina.
"Ok," jawab Billy singkat.
Hari itu pesanan dari customer banyak berdatangan. Memang gerai kopi milik Axel sedang naik daun. Dia juga sedang berpikir untuk mengembangkan bisnisnya ke luar negeri, tetapi semua masih dalam tahap obrolan saja.
Tidak terasa sore menjelang, saat gerai mulai sepi pembeli, Alina mulai membersihkan area gerai. Dia mendapat tugas ini sebelum pulang, untuk mengurangi tugas kedua temannya.
Mobil Calista parkir di depan gerai kopi tempat Alina bekerja. Namun, dia hanya datang mengantarkan sebuah amplop yang berisikan uang. Lalu pergi lagi ke suatu tempat untuk urusan pekerja.
"Tinggal menunggu Bos Axel," batin Alina.
Alina masuk gerai, ke ruang ganti untuk menyimpan uang yang didapatkan dari Callista. Lalu kembali ke tempat kerja, di depan meja yang sudah berbaris beberapa mesin kopi.
Alina hanya perlu menunggu Axel datang. Jam 18.30 Alina minta izin pada kedua temennya untuk pulang lebih dulu, karena dia harus berganti pakaian. Tidak ganti seragam dengan baju biasa juga tidak apa, hanya saja dia sedang tidak ingin memakai seragam kerja.
Tepat jam 19.00 mobil Axel masuk parkiran gerai kopi. Dia tidak keluar dari mobil. Alina yang menghampiri ke mobil Axel, dia masuk dan mobil Axel segera meluncur ke rumah Alina.
"Bos, katanya Bos itu orangnya pendiam dan jarang bicara, apa itu benar?" tanya Alina mengawali pembicaraan di mobil.
"Kata siapa? Saya cuma ngomong kalau perlu saja. Ya kalau sama anak-anak temannya Mama sih saya saya tidak mau bergaul dengan mereka, itu pasti kata temen kamu kan? Kamu selama kenal saya enam bulan terakhir kan tidak begitu?"
"Iya itu kata teman saya. Saya lihat Bos di gerai kopi tidak sependiam itu, memang sih kalau ngomong seperlunya. Tetapi kan masih bisa diajak ngobrol."
"Begitulah. Oh ya, kalau saya ikut antar kamu sampai depan rumah boleh? Saya penasaran dengan debt collector itu, seperti apa orangnya."
"Boleh, Bos, tapi hari ini kayaknya mereka enggak akan datang deh. Kan janjinya besok."
"Percaya aja kamu sama omongan mereka. Enggak ada satu pun omongan mereka atau janji mereka yang ditepati. Yakin aja hari ini pasti mereka datang. Kita lihat nanti, ya," kata Axel meyakinkan Alina.
"Bos kok tahu sih?"
"Saya pernah berurusan dengan preman, debt collector kan sama preman juga."
"Kelakuannya seperti preman gitu, Bos?"
"Iya begitulah. Ini kita parkir di sini, kan? Ke dalam kita jalan kaki." Axel memarkirkan mobil di pinggir jalan. Setelah itu dia mengambil amplop berisi uang yang dia simpan dalam tas. "Mana tas kamu, saya mau masukan amplop ini. Kamu jangan langsung bilang kalau kamu bawa uang, ya," ucap Axel memasukkan amplop dalam tas Alina.
"Yakin nih, Bos mereka bakalan datang?" tanya Alina karena dia tidak percaya.
"Yakin. Yuk kita keluar, biar kamu lihat dengan matamu sendiri, apa benar apa yang saya katakan barusan."
Axel dan Alina keluar dari mobil. Alina berjalan terlebih dahulu, Axel mengikuti di belakangnya. Kali ini Alina merasa tidak sabar untuk segera tiba di rumah. Begitu melihat rumahnya dari kejauhan, dia melihat dua orang debt collector itu sudah ada di depan rumahnya.
"Kamu lihat sendiri kan, sekarang mereka sudah ada di depan rumahmu," ucap Axel di telinga Alina.
Alina segera berlari mencari ibunya di dalam rumah, dia khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada ibunya.