Kedatangan Shania

1153 Words
Axel mendatangi gerai tempat Alina bekerja. Memang jadwalnya untuk mengunjungi gerai itu. Saat bertemu Alina dia bersikap seperti biasanya, sama seperti sebelum dia membuat kesepakatan dengan Alina. Alina pun begitu. Dia lebih suka menjadi karyawan Axel daripada memiliki hubungan spesial dengan bosnya. Saat sedang membuat pesanan, seorang wanita menyapa Alina. "Alin? Kamu Alin kan? Aku enggak salah lihat kan?" kata Shania perempuan yang menyapa Alina. "Iya, kamu siapa, ya? Kok kenal denganku?" tanya Alina penasaran karena perempuan itu memakai kacamata hitam. Tetapi dia mulai mengenali dari sosoknya. Perempuan itu membuka kacamatanya. Terlihat wajah cantik dari perempuan yang berdiri di depan Alina. "Aku Shania, sepupu kamu. Masa kamu lupa sama aku sih? Jadi kamu kerja di sini?" ucap Shania karena Alina tidak mengenalinya. "Oh, Shania? Apa kabar? Oh ya mau pesan apa?" jawab Alina datar. "Kalau kamu kerja di sini berarti kamu udah enggak kuliah lagi dong?" tebak Shania. "Iya. Kamu mau pesan apa? Kasian yang lain antri di belakang kamu." ulang Alina lagi. "Oh, maaf. Aku pesan americano dingin satu, bayar pakai kartu ini, ya," ujar Shania memberikan sebuah kartu kredit pada Alina. Alina mengurus pesanan dan p********n dari Shania, lalu memberikan pesanannya. Shania menerima pesanan itu, bukannya pulang dia hanya bergeser dari meja kasir. Sepertinya dia belum puas mengganggu Alina. "Lin, gimana ceritanya kamu bisa kerja di sini? Aku kenal lho sama Bos kamu," tanya Shania mulai melancarkan aksinya. "Aku ngelamar kerja di sini dan keterima," jawab Alina malas karena dia masuk membuat pesanan pembeli. "Oh, aku kira kamu ada affair sama Bosnya," ucap Shania sengaja memancing kemarahan Alina. Mereka memang saudara sepupu, tetapi dari kecil Shania dan Alina tidak pernah akur. Shania yang selalu iri dengan semua yang Alina miliki sehingga dia juga ingin memiliki yang sama juga. Apapun permintaan Shania selalu dikabulkan oleh ayahnya. "Jaga mulut kamu, Shan. Sebelum aku mulai emosi lebih baik kamu pergi dari sini," ucap Alina yang lebih tepatnya mengusir Shania. "Kamu cuma karyawan, berani sekali mengusir pembeli. Nanti kamu malah dipecat sama Bos kamu!" ucapan Shania membuat Alina menjadi emosi. Billy yang ada di sana langsung menuju lantai 2 untuk menemui Axel. Memberitahukan pertengkaran yang akan secara terjadi antara Alina dan Shania. "Bos, Alina kayaknya mau ngajak berantem pembeli. Tolong turun sebentar, Bos," ucap Billy membuat Axel menghentikan pekerjaannya lalu turun menuju meja penjualan. "Ada apa ini, Alin?" tanya Axel begitu tiba di dekat Alina. "Shania? Ngapain kamu di sini?" tanya Axel terkejut melihat kehadiran Shania di gerai kopi miliknya. "Tentu saja mau beli kopi. Tapi pelayanan karyawan kamu ini enggak becus!" kata Shania menyalahkan Alina. Axel mendekati Shania, menarik lengannya membawa Shania keluar gerai kopi. Dia yakin pasti Shania yang membuat masalah, bukan Alina. Alina tidak terpengaruh dengan apa yang dilakukan bosnya pada Shania, dia bersyukur bisa kembali fokus menerima pesanan dari pembeli. "Apa-apaan kamu Shania bikin ribut di geraiku, pergi dari sini sekarang." Axel mengusir Shania meninggalkan gerai kopi miliknya. "Berani kamu mengusir aku Tuan Tampan? Aku di sini mau beli kopi jualan kamu. Memangnya tidak boleh?" "Masalahnya kamu mengganggu karyawan yang sedang bertugas. Sekarang lebih baik kamu pulang. Aku tidak mau berdebat denganmu. Kami banyak pekerjaan. Kamu juga urus pekerjaanmu sendiri." "Baiklah jika itu maumu, tapi ingat aku akan kembali ke sini, tentunya untuk membeli kopi, dan mengganggu Alina. Kamu tahu dia itu sepupu aku. Kalau dia ada hubungan denganmu, berarti dia mendapatkan bekas karena kamu adalah mantanku," ucap Shania meninggalkan Axel di parkiran gerai kopi. Axel menghela napas kasar. Dia masuk ke gerai kopi. Di dalam Axel memberikan kode pada Alina untuk menemuinya di lantai 2. Alina bergegas meninggalkan meja penjualan meminta Billy menggantikannya. Alina berjalan ke lantai 2 masuk ke ruangan tempat Axel bekerja. Dia tahu pasti bosnya akan meminta penjelasan padanya mengenai kejadian yang baru saja terjadi. "Shania itu saudara sepupu kamu?" "Iya, Bos. Tapi saya enggak pernah akur dengan dia dari dulu." "Tapi saya kok enggak tahu kalau kamu saudara sepupunya. Kamu enggak datang ke pernikahan Shania kah?" tanya Axel mencoba mengingat jika Alina memang tidak datang ke pernikahan Shania dengannya. "Saya tidak diundang, Bos. Pernikahan Shania itu terjadi setelah perusahaan Ayah saya bangkrut. Memang Bos datang ke pernikahan Shania? Kok tahu saya tidak datang?" tanya Alina merasa ada yang aneh. "Shania itu mantan istri saya. Saya menikah dengannya hanya enam bulan saja. Saya tidak suka dengan sikap dia selama menjadi istri saya. Seperti tidak mau diatur, hanya sibuk belanja saja menghabiskan uang." "Hah? Shania mantan istri Bos? Saya tidak menyangka. Bos dengan Shania itu seperti langit dan bumi. Perbedaannya jauh sekali. Mengapa bisa menikah?" "Yah, semua sudah diatur, waktu itu saya hanya menurut Mama saja. Tidak mau banyak membantah. Tetapi setelah menikah, Mama saya justru mendukung perpisahanku dengan Shania." "Yah, syukurlah sekarang Bos sudah tidak ada hubungan dengan Shania lagi. Mending enggak nikah deh Bos daripada punya istri seperti Shania. Saya saja kalau jadi laki-laki tidak mau punya istri seperti dia." "Yah begitulah. Eh, kenapa saya jadi cerita ke kamu. Ya sudahlah kembali bekerja. Saya tidak akan memarahi kamu. Jangan sampai kamu terbawa emosi jika bertemu pembeli seperti Shania, ok?" pesan Axel pada Shania. Shania pamit pada Axel kembali bekerja di lantai bawah. Dia bersyukur Axel tidak memarahinya. *** Tiba di rumah Alina merasa heran, karena debt collector datang lagi ke rumahnya padahal belum satu minggu dia membayar utang pada mereka. "Ngapain lagi ke sini?" tanya Alina heran. "Mau nagih utang gadis cantik. Berikan kami uang, lalu kami akan pergi dari sini." "Tidak ada uang hari ini. Pergi kalian. Janjinya kan minggu depan datang ke sini." "Uang yang kemarin sudah habis. Hari ini bayar utang kalian!" ancam salah satu debt collector pada Alina. "Datang lagi minggu depan!" ucap Alina dengan nada marah. "Ah, kelamaan, bawa saja gadis itu. Dia pasti akan menghasilkan uang banyak," ucap debt collector menarik lengan Alina. Alina meronta-ronta mencoba melepaskan diri. "Berhenti!" teriak Axel melihat lengan Alina ditarik oleh salah satu debt collector. "Siapa kamu berani menghentikan kami?" tanya salah satu dari debt collector itu. Tidak banyak bicara, Axel menghajar kedua pria itu. Tubuh Alina dilempar salah satu debt collector karena ingin melawan Axel. Perkelahian antara Axel dengan dua orang debt collector itu berhasil di menangkan oleh Axel. Dia mengusir dua pria itu meninggalkan rumah Alina. "Bos, enggak apa-apa? Bos kok bisa sampai ke sini, gimana ceritanya?" "Saya mengikuti kamu pulang, karena khawatir dua orang itu akan datang lagi, dan ternyata benar, mereka datang lagi. Kamu enggak apa-apa, Lin?" "Bos khawatir dengan saya? Itu tidak mungkin, saya bukan siapa-siapanya Bos. Jadi tidak perlu khawatir." "Kamu karyawan saya, keselamatan kamu jadi tanggung jawab saya. Kamu sudah aman sekarang. Masuklah ke rumah. Besok kayaknya mereka enggak akan datang." "Terima kasih, Bos, sudah menyelamatkan saya. Saya masuk dulu. Bos pulangnya juga hati-hati." Axel meninggalkan rumah Alina kembali ke mobilnya. Lalu pulang ke rumah. Ada memar di wajah dan di lengannya, tetapi bisa dia obati di rumah. Alina juga masuk ke rumah dengan perasaan berbunga-bunga karena dikhawatirkan oleh Axel, kebahagiaan yang hanya bisa Alina nikmati sesaat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD