Jika engkau minta intan permata...
Tak mungkin ku mampu...
Tapi sayangkan ku capai bintang...
Dari langit untukmu...
Jika engkau minta satu dunia...
Akan aku coba...
Ku hanya mampu jadi milikmu...
Pastikan kau bahagia...
Fathan terbangun saat mendengar samar-samar suara orang bernyanyi di tengah malam. Ia mengucek matanya lalu menghidupkan saklar.
"Jam setengah dua belas malam? Siapa yang nyanyi?" kata Fathan saat melihat jam bekernya yang menunjukkan pukul setengah dua belas malam.
"Apa itu hantu?" ucap Fathan ngawur lalu ia tersadarkan dengan apa yang dikatakannya, "mana ada hantu!"
Penasaran, Fathan akhirnya memutuskan untuk mencari sumber suara tersebut. Ia membuka pintunya dengan mata yang agak sedikit mengantuk.
Suaranya nyanyian itu terdengar kembali.
Hati ini bukan milik ku lagi...
Seribu tahun pun akan ku nanti...
Kan kamu...
Sayangku jangan kau persoalkan...
Siapa dihatiku...
Terukir di bintang...
Tak mungkin hilang cintaku padamu...
Hati ini bukan milik ku lagi...
Seribu tahun pun akan ku nanti...
Kan kamu...
Suara tersebut berasal dari kamar Azra. Akhirnya Fathan memutuskan untuk berjalan menuju kamar Azra.
Ceklek.
Fathan membuka pintu kamar Azra dan melihat Azra sedang konser di atas kasur. Azra memegang botol air mineral yang ia gunakan sebagai mikrofon untuk bernyanyi. Dan selimut yang digunakan sebagai jubah layaknya diva.
"Eh, ada Fathan." cengir Azra.
"Ngapain lo?" tanya Fathan to the point.
"Nyanyi."
"Udah jam satu malam ini. Tidur sana."
"Azra nggak mau tidur."
"Kenapa?"
"Bosan tidur mulu. Nggak ada yang lain apa selain tidur?"
"Jangan stres Zra, ini udah malam."
"Mana ada Azra stres! Fathan itu kali yang stres!"
"Yaudah tidur sana udah malam."
"Susah."
"Lo insomnia?"
"Bukan!"
"Terus?"
"Azra lagi nunggu hari esok tiba. Azra nggak sabar banget mau double date bareng sama Kak Jessie dan Hans."
Fathan menepuk kepalanya tak habis pikir dengan apa yang Azra katakan. Bisa-bisanya ia tidak tidur karena tidak sabar menunggu hari yang akan datang.
"Tidur."
"Nggak mau."
"Tanpa lo sadari, kalau lo tidur pasti waktunya akan berjalan cepat. Tapi kalau lo nunggu-nunggu nggak jelas begini nanti malah besoknya lo ngantuk, Zra. Udah ah, tidur nggak usah begadang-begadang."
"Yaudah iya." kata Azra.
"Terus kenapa belum tidur?"
"Lupa."
"Lupa apa?"
"Lupa caranya tidur."
"Pejamkan mata lo." ujar Fathan yang masih berusaha sabar.
"Ada syaratnya tapi!"
"Syarat apaan lagi sih?" Fathan bingung sendiri.
"Fathan harus elus-elus rambut Azra biar Azra bisa tidur dengan cepat."
Fathan menghela napasnya pelan, ya sudah jalani saja. Mau bagaimana lagi yang penting Azra harus tidur untuk mengobati rasa lelahnya hari ini.
Fathan hanya bisa geleng-geleng melihat kelakuan Azra. Fathan pun memasuki kamar Azra dan mengelus rambut Azra seperti perlakuan kakak terhadap adiknya.
"Yaudah."
Sudah lima belas menit Fathan mengelus rambut Azra akan tetapi anak itu masih saja belum memejamkan matanya. Azra malah kembali aktif bernyanyi.
"Zra?"
"Iya?"
"Tidur."
"Oh, iya lupa, hehehe." kata Azra tertawa sendiri. Namun tetap saja ia tidak memejamkan matanya untuk tertidur. Fathan yang akhirnya geram karena Azra tidak mendengarkan perkataannya akhirnya melontarkan perkataan yang membuat jantung Azra berdegup kencang.
"Tidur atau gue cium?"
Deg!
"Ih, Fathan! Jangan gitu ah, malu!"
"Makanya tidur."
"Yaudah iya, ini tidur." Karena takut dengan apa yang dilontarkan Fathan barusan Azra berusaha untuk tertidur pada saat itu juga. Tak lama kemudian Azra mulai memejamkan matanya dan masuk ke alam bawa sadarnya.
"Bahagia selalu, Zra."
***
Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Azra. Pasalnya hari ini merupakan hari yang paling bersejarah, Pada hari Azra, Fathan, Jessie, Hans, akan pergi bel double date atau yang biasa kita sebut dengan kencan bersama sahabat.
Sudah pasti sudah tidak asing lagi dengan double date, bukan? Ya, kencan ganda adalah kencan antara dua buah pasangan, jadi ada empat orang dalam kencan tersebut.
Fathan sedang sibuk menyiapkan apa yang akan ia bawa pada double date kali ini. Pada double date ini, Azra meminta tempat yang bernuansa alam yang terbuka. Ya, mirip seperti piknik. Fathan pun menyanggupinya maka dari itu ia sedang sibuk menyiapkan barang-barangnya. Seperti keranjang buah, alas tikar, dan lain sebagainya.
Fathan tidak memperbolehkan Azra untuk membantunya menyiapkan peralatan tersebut. Ia takut jika nanti ada sesuatu hal yang tidak diinginkan. Terlebih lagi kondisi kaki Azra belum pulih sepenuhnya.
"Zra, serius lo mau double date?" tanya Fathan untuk yang kesekian kalinya. Ia sudah bertanya banyak pada Azra soal ini. Fathan sangat mengkhawatirkan kesehatan Azra.
"Iya, Fathan. Azra serius. Udah ah, Fathan jangan nanya terus udah kayak ditagih hutang aja Azra jadinya."
"Kaki lo gimana?"
"Ya kayak gini!" Azra menepuk jidatnya pusing, "nggak akan berubah bentuk kok! Tetap kayak gini bentukannya."
"Bukan bentuknya, Zra. Sakit nggak? Ngilu gitu?"
"Ngilu apanya? Fathan kira Azra sakit gigi apa?"
"Pusing gue ngomong sama lo."
"Ya Allah, Azra lebih pusing, Than!"
Ceklek.
Pintu kamar Azra terbuka memperlihatkan Fani dan Farid.
"Azra apa kamu yakin mau pergi dengan keadaan kamu yang begini? Kamu nggak apa-apa?" kata Farid khawatir.
"Iya, Azra. Sebaiknya kamu di rumah aja ya, kan bisa lain kali kalau jalan-jalan. Kami khawatir sama kamu." timpal Fani.
"Serius kok, Bun, Yah, Azra nggak kenapa-kenapa. Kaki Azra udah membaik kok. Kalau diajak jalan malah lebih baik!"
"Dasar curut betina! Lebih mentingin kebahagiaan daripada kesehatan!" sindir Fathan.
"Kalau Azra curut betina, terus Fathan apa dong? Curut pejantan?"
"Eh, udah-udah Fathan... Azra... Kok kalian malah bertengkar," Fani menengahi, "yaudah, kalau itu kemauan Azra apa boleh buat. Fathan jagain Azra ya yang benar." pesan Fani kepada Fathan.
"Siap, Bun."
***
Sepuluh menit berselang akhirnya Fathan sudah selesai menyiapkan barang apa saja yang akan ia bawa. Sebelum pergi, Fathan dan Azra menyempatkan diri untuk mencium telapak tangan Fani dan Farid untuk meminta keselamatan.
"Bunda, Ayah, Fathan izin jalan."
"Naik apa kamu?" tanya Farid.
"Naik motor."
"Eh, kok naik motor! Jangan lah, katanya mau piknik sama kawan-kawanmu juga. Ajak bareng aja mereka. Kamu bawa mobil aja."
"Emangnya mobil nggak Ayah pakai?"
"Kan kita punya dua mobil. Haduh, kamu ini gimana masa kamu nggak tahu padahal udah bertahun-tahun menetap di sini." Farid menggelengkan kepalanya bingung kepada putra-nya itu.
"Eh? Iya."
"Hm, yaudah. Hati-hati ya di jalan. Jangan pulang terlalu malam juga nggak baik."
"Iya, Yah."
"Azra jaga diri kamu baik-baik ya, sayang. Awas jatuh. Kalau capek kamu duduk aja ya, kasihan kaki kamu." ucap Fani lalu memeluk Azra erat. Fani memang sangat menyayangi Azra. Ia sudah menganggap Azra adalah anaknya sendiri.
Azra merasakan kehangatan dan ketenangan di pelukan Fani. Di keluarga keduanya ini ia sangat bersyukur mendapatkan keluarga yang sangat menyayanginya seperti anak sendiri. Ya, meskipun terkadang Azra merindukan kedua orang tuanya yang sudah berbeda alam dengannya. Tetapi Azra tetap mensyukuri setiap nikmat yang Tuhan berikan. Dengan nikmat itulah Azra bisa melanjutkan hidupnya dengan bahagia setiap harinya.
***