Part 16

1126 Words
Sekarang, Azra dan Fathan sudah berada di depan gereja. Sesuai janji Fathan kemarin kepada Jessie bahwa dirinya akan menunggu Jessie selesai beribadah di depan gereja. "Hans dimana, Zra?" Fathan bertanya kepada Azra. "Nggak tahu, ponselnya nggak aktif dari tadi." "Terus gimana?" "Kalau sampai Kak Jessie selesai beribadah, ponsel Hans belum juga aktif kayaknya kita ke rumah Hans aja." "Emangnya lo tahu rumah Hans dimana?" "Nggak tahu." "Lah, si dodol!" "Eh, bentar deh. Kayaknya tahu, soalnya pas itu Azra pernah minta kirim lokasi rumah Hans," ucap Azra serius, ia mengambil ponselnya dan menscroll room chatnya dengan Hans, "nah ini Hans pernah share lock." "Hm, yaudah." Dua jam berlalu akhirnya pintu gereja terbuka. Orang-orang yang sudah beribadah mulai berhamburan keluar gerbang. Fathan dan Azra saling celingak-celinguk memperhatikan satu persatu orang-orang yang keluar.  "Mana ya, Jessie?"  "Loh, itu bukannya Kak Jessie sama Hans ya?" "Lah, iya. Itu Jessie." kata Fathan yang melihat Jessie dan Hans berjalan bersama. "Kok mereka bisa sama-sama keluar dari gereja?" "Mungkin tempat ibadah mereka sama." Deg! "Kenapa Hans nggak memberi tahu Azra?" batin Azra. Fathan membuka kaca mobilnya. Ia pun memanggil Jessie dari dalam mobil. "Jessie, Hans, ke sini!" panggil Fathan. "Oh, iya." jawab Jessie dan Hans bersamaan. Jessie dan Hans pun berjalan memasuki mobil Fathan. "Nunggu lama ya?" kata Jessie berbasa-basi. "Nggak kok, Je." "Sorry ya, tadi gue habis beli es jeruk peras dulu. Haus." cengir Hans. "Ngapain minta maaf, lagian kan kalian ibadah." "Hehe, iya." "Kok kalian bisa bareng?" tanya Azra. "Iya, ternyata kita satu gereja. Dan pas ditanya kita memang mau pergi double date bareng kalian." jawab Jessie. "Wah, bisa kebetulan gitu ya." "Hehe, iya." Melihat suasana yang nampak canggung antara Hans dan Jessie yang belum menemukan tempat duduk. Azra yang tadinya duduk berdua di depan bersama Fathan, kini berpindah tempat menjadi di belakang. "Hans sini duduk samping Azra di belakang. Kak Jessie di depan berdua sama Fathan." ucap Azra tersenyum lebar. "Eh, iya." "Kok ponsel Hans nggak aktif?" "Tadi gue silent mode, Zra. Lagi ibadah." "Ya ampun maaf, Hans. Azra nggak tahu." "Iya Zra, santai aja." "Yaudah duduk dulu yuk." Hans dan Jessie pun melakukan apa yang Azra katakan. Jessie duduk di depan berdua bersama Fathan, sedangkan Azra duduk di belakang bersama Hans. Di sepanjang perjalanan, hanya ada suara musik pop yang menghiasi mobil Fathan. Fathan fokus mengemudikan mobil, Jessie sibuk melamun, Hans sedang menikmati es jeruk peras yang baru saja dibelinya di depan gereja, sedangkan Azra sedang memotret jalan melalui jendela mobil. Sampai ketika sebuah lagu berjudul "Aku Yang Salah" yaitu sebuah lagu yang dibawakan oleh Elmatu berputar menghiasi isi mobil tersebut. Sejak pertama kita menjalin kisah cinta... Tak ada yang bisa merubah kisah kita... Ternyata aku salah... Iman yang berbicara... Tolong aku, Tuhan... Mengapa semuanya terjadi... Dan tibalah di lirik yang membuat semua orang yang ada di dalamnya seolah-olah menjadi terhipnotis dengan liriknya yang nampaknya sangat sesuai dengan apa yang mereka rasakan sekarang. Tolong tanyakan pada Tuhanmu... Bolehkah aku yang bukan umat-Nya, mencintai hamba-Nya... Bila memang cinta ini salah... Mengapa kita yang harus terjatuh... Terlalu dalam... Pada lirik ini mereka seolah tertampar takdir dengan kata-kata tersebut.  Di iman yang berbeda namun terjatuh di amin yang sama.   Logika tak bisa bersama namun hati tetap berdoa. Sebenarnya, Tuhan tidak jahat. Manusia saja yang memaksa. *** Kini, tibalah Fathan, Azra, Hans, dan Jessie di tempat tujuan mereka untuk double date yaitu bentang alam yang berada di dekat sungai. Fathan membuka bagasi mobil dan mengambil tikar. Hans ikut serta membantu Fathan mengambil peralatan Fathan tidak lelah sendirian. Sesudah mengambil seluruh perlatan. Fathan dan Hans bersama-sama menggelar tikar tersebut lalu menata peralatan yang mirip seperti peralatan untuk piknik.  Ada keranjang buah, snack, termos kopi, ulekan (tumbukan) untuk menumbuk rujak, dan beberapa minuman lainnya. "Ayo duduk tuan putri. Tikarnya udah selesai digelar nih." celetuk Hans. Azra dan Jessie mendaratkan tubuh mereka di tikar tersebut diikuti dengan Hans dan Fathan. Karena tak mau keadaan menjadi canggung dan garing. Azra memutar musik dangdut yang baru saja ia download. "Ayo sebelum makan-makan kita ngedangdut dulu!" kata Azra semangat 45. Lagu dangdut yang dipopulerkan oleh Nassar mulai dimainkan. Azra paling heboh dari yang lain. Ia langsung berdiri untuk bernyanyi walaupun kakinya terasa nyeri.  "Seperti mati lampu ya sayang... Seperti mati lampu..." Azra joget-joget sendiri tanpa tahu malu, "hei, ayo berdiri joget dulu kita!" ajak Azra. Tangannya menarik Hans untuk berdiri.  "Ayo Hans nyanyi sambil joget!" "Siappp!" "Cintaku padamu ya sayang... Bagai malam tiada berlalu..." Hans dan Azra mulai mengikuti alunan musik dangdut tersebut. Berbeda dengan Fathan dan Jessie yang nampak bengong seperti sapi ompong menyaksikan pemandangan di depan mereka. Hans dan Azra sudah mengajak mereka untuk berjoget namun mereka berdua tetap saja menolak. Ya, mungkin jaim atau memang bukan hobi mereka Azra juga tidak tahu.  Fathan dan Jessie malah menyibukkan diri mereka dengan menonton air sungai yang terlihat menenangkan hati. "Je, mau lihat dari dekat air sungai?" tanya Fathan pada Jessie. "Boleh. Tapi mereka? Azra dan Hans?" "Biarin mereka asik joget. Kita asyik menonton air sungai aja." "Hahaha, yuk." Fathan dan Jessie berdiri dan duduk di tepi sungai. Jessie menceburkan tangannya ke dalam air sungai yang menyejukkan.  Sementara Fathan berusaha memotret momen tersebut diam-diam. Cekrek! "Eh, Fathan? Ngapain foto gue diam-diam?" bingung Jessie saat mendengar suara potret kamera yang berasal dari Fathan. Ah, sial! Bunyi kamera ponsel Fathan belum dibisukan. "Hah? I-Ini gue lagi coba tes kamera ponsel gue." Fathan mencari alasan. Jessie mengangguk percaya, "Oh, lo ponsel baru?" "Eh? N-Nggak kok!" "Lah, terus kenapa tes kamera kalau ponsel lama?" "Oh, ini... Gue udah lama nggak buka kamera. Gue kira kamera ponsel gue rusak tahu-tahunya nggak rusak." bohong Fathan dan dibalas anggukan oleh Jessie. "Huft, hampir saja." batin Fathan. Di saat mereka sedang menikmati keindahan sungai, tiba-tiba seekor kodok muncul dari dalam sungai dan lompat mendaratkan dirinya ke kaki Fathan. "ASTAGHFIRULLAH!" teriak Fathan keras, "husss... husss... Sana pergi lo! Pergi!" Fathan ketakutan setengah mati. Ia tidak sadar jika ada Jessie di sampingnya yang memperhatikannya dengan wajah bingung. Namun bukannya pergi, kodok itu malah semakin menempel di kaki Fathan membuat Fathan pusing sendiri. "Heh, kodok! Pergi lo! Pergi!" Fathan berusaha mengusir kodok itu, "Ya Allah, kenapa bisa ada kodok!" Jessie tertawa melihat Fathan yang ketakutan di dekati kodok. Namun kasihan juga melihat wajahnya yang memelas meminta sang kodok untuk pergi dari hadapannya.  Tanpa takut, Jessie mengambil kodok tersebut lalu menceburkannya lagi ke dalam sungai. Lalu kodok tersebut pergi berenang ke arah lain. "Fathan, lo takut kodok?"  "Hah? Kodok? Nggak kok. Itu gue cuma refleks doang." ucap Fathan. Tentu saja ia jaga image. Ia tidak boleh terlihat penakut dengan kodok walau kenyataannya memang seperti itu. "Lo lucu tahu saat ada kodok tadi." "Hah? Lucu kenapa?" "Kayak anak kecil." Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan?! Apa katanya "seperti anak kecil?" Oh, yang benar saja! Fathan ingin mengganti wajah saja rasanya kalau begini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD