Part 2

1970 Words
Beberapa tahun kemudian... "Ayo bangun Fathan, Azra! Udah siang apa kalian nggak mau sekolah?"  ucap Fani yang suaranya menggema dari lantai bawah. "Mandi terus sarapan." "Ayo bangun udah hampir telat loh ini." "Nanti kalian terlambat." Fathan terbangun saat mendengar suara sang bunda. Indra pendengarannya memang sangat peka terhadap rangsangan suara. Fathan mengucek matanya dan melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul enam pagi. Sebenarnya Fathan itu sering bangun pada pukul empat pagi untuk melaksanakan sholat subuhnya. Tetapi sesudahnya ia malah tertidur kembali dengan alasan mengantuk. Fathan meregangkan tangannya dan menghela napasnya perlahan. Dituangkannya air mineral yang terletak di atas meja kecil kasurnya lalu ia teguk air itu hingga habis. Malas sekali rasanya kalau sudah pagi-pagi disuruh mandi. Tapi apa boleh buat. Tugas seorang pelajar memang sudah seperti itu kodratnya. Ibarat kata pepatah, "Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian." yang berarti bahwa kita harus berjuang menata masa depan demi kesuksesan di masa depan. "Semangat." ucap Fathan menyemangati dirinya sendiri. Ia menata buku pelajarannya dan melihat daftar deadline hari ini di papan list yang tertempel di atas meja belajarnya.  "Rapat OSIS setelah pulang sekolah." katanya saat membaca kegiatannya. Fathan merupakan siswa kelas 11, ia bukanlah ketua OSIS melainkan anggota OSIS. Sesudahnya Fathan melanjutkan dengan membereskan tempat tidurnya. Banyak orang yang beranggapan bahwa seluruh anak OSIS itu adalah anak famous yang dikenal oleh satu angkatan. Anak OSIS juga dikenal humble dan ramah kepada setiap orang. Akan tetapi lain halnya dengan Fathan, meskipun Fathan merupakan anak OSIS ia tidak terlalu terkenal dan tidak seramah apa yang orang katakan.  Bahkan Fathan pernah dimarahi kakak tingkatnya karena tidak menyapa. Fathan itu introvert tetapi ia suka mempelajari banyak ilmu di balik keikutsertaannya dalam organisasi. Fathan akan membuka dirinya dan memperlihatkan sifatnya kepada orang yang memang benar-benar dekat dengannya. Atau minimal satu frekuensi. Tapi tidak juga sih, buktinya Azra yang terkenal ekstrovert saja Fathan dapat berbaur dengannya. Entah lah, mungkin dirinya dan Azra sudah lama kenal. Karena kamar tidurnya memiliki kamar mandi, Fathan memutuskan untuk mandi di kamarnya. Setelah ia selesai mandi dan memakai seragam, Fathan berjalan keluar kamar.  Saat ia ingin turun ke lantai bawah, Fathan melihat pintu kamar Azra yang berada di samping kamarnya masih tertutup dengan rapih. Kalau begini Fathan sudah mengerti apa yang sedang dilakukan Azra. Ya, tertidur. Anak itu memang susah sekali jika bangun pagi. Bahkan sudah diteriaki saja ia masih enak-enaknya tertidur lelap. Ceklek. Fathan membuka pintu kamar Azra. Seperti yang sudah ia bayangkan sebelumnya, Fathan melihat Azra yang masih tertidur. Fathan menggelengkan kepalanya. "Dasar kebo!" celetuknya tapi tak terdengar oleh sang empunya kamar. Sebelum membangunkan Azra, Fathan lebih dulu membereskan kamar anak itu. Rajin sekali memang dirinya. Kamar siapa, tetapi siapa yang membereskan. Walaupun di rumah Fathan memiliki pembantu tetapi Fathan tidak seperti majikan di film sinetron yang tega memberikan semua pekerjaan rumah kepada sang pembantu. Niatnya baik, ia hanya ingin membantu meringankan beban pembantunya. Kamar Azra terlihat sangat berantakan sekali. Terlihat guling dan bantal yang berserakan kemana-mana. Azra kalau tidur tidak kalem, ia seperti orang kesetanan yang akan mengacak-acak atau menjatuhkan apapun yang ada di dekatnya. Tidak lupa juga diikuti dengan suara kodoknya saat tertidur lelap. 5 menit kemudian Fathan telah selesai membereskan kamar Azra. Sekarang adalah saatnya membangunkan gadis itu. Caranya tidak dengan memanggil namanya atau mencubitnya, bukan juga menyiram air seperti yang terlihat di televisi. Cukup mudah, caranya dengan menggelitiki kaki Azra. Ia akan bangun dengan cepat. Dengan ganas, Fathan menggelitiki telapak kaki Azra. Satu detik belum terlewati, Azra si kebo sudah dapat terbangun dari tidurnya. "GELIIII!" teriak Azra. Ia mengusap matanya dan melihat Fathan yang berada di depannya. "Fathan ngapain sih? Geli tahu!" "Kebo."  "Biarin! Sini gantian!" kata Azra tak terima. Saat Azra ingin membalas perlakuan Fathan, anak itu malah segera lari meninggalkannya seorang diri. "Mandi yang bersih. Terus sekolah!" tukas Fathan yang langsung pergi dan menutup pintu kamar Azra. Ingin rasanya Azra mengejar Fathan tetapi nyawanya belum sepenuhnya sadar. Ia hanya mengangguk-angguk seperti burung pelatuk. *** Fani, Farid, Fathan, dan Azra sedang menyantap hidangan di ruang makan. Mereka berempat sedang sarapan untuk menunjang aktivitas yang akan mereka lakukan nanti. Fani dan Farid mencari nafkah dengan bekerja sedangkan Fathan dan Azra menimba ilmu di sekolah.  "Makan yang banyak ya Nak, biar semangat cari ilmunya di sekolah." ucap Farid kepada Fathan dan Azra. "Iya, Yah." jawab Fathan sekedarnya. "Ayah juga makan yang banyak ya Yah, biar lebih semangat cari uangnya." cengir Azra tanpa dosa, "bakso Mang Dadang enak loh, Yah! Kalau Ayah udah gajian beliin Azra segerobaknya ya, Yah!" Farid dan Fani terkekeh saat melihat respon Azra yang terlihat sangat menggemaskan. Ia hanya bisa mengangguk saja menuruti apa yang Azra katakan. Azra memang seorang anak yang suka sekali dengan yang namanya bakso. Menurutnya bakso merupakan makanan paling enak di dunia. Ia mencintai bakso sejak pertama kali Fathan membelikannya makanan berukuran seperti bola pingpong itu.  "Bakso terus yang dipikirin. Kebiasaan!" celetuk Fathan. "Emang kenapa sih, nggak boleh?" kata Azra tak terima. "Udah muka lo bulet tambah bulet entar kalo makan bakso terus." "Azra bangga punya muka bulet dibanding punya muka simetris kayak Fathan!" balas Azra dengan damage. "Gue lebih tua daripada lo. Panggil gue kakak." "Males!" "Dih." "Suka-suka Azra lah!" "Hei-hei sudah ini kenapa kalian malah jadi berantem? Ayo dimakan lagi sarapannya." kata Fani menengahi. "Iya Bun, maaf." ucap Fathan dan Azra bersamaan.   "Kalian ini aneh ya. Kalau ketemu suka berantem tapi kalau nggak ketemu pasti suka nyariin. Apa itu tandanya kalian jodoh?"  "Astaghfirullah nggak mau!" tolak Azra dengan cepat, "Azra nggak mau sama Fathan! Dia dingin kayak es balon. Ngeselin juga! Nggak mau Azra sama dia!" "Dih, siapa juga yang mau sama kebo kayak lo? Dasar pede!" "Heh, enak aja Azra dikatain kebo! Kalau Azra kebo Fathan apa, hah? Upilnya kebo?!" "Maaf, gue nggak dengar." "Ih, ngeselin!" geram Azra. Hampir saja ia ingin menggetok kepala Fathan menggunakan sendok nasi gorengnya tetapi tidak jadi karena ada Fani dan Farid. Meskipun Azra terbuka ia juga harus menjaga nama baiknya di hadapan mereka berdua bukan? "Mereka lucu ya Mas, kalau lagi berantem," bisik Fani kepada Farid. "Iya, kayak kamu." *** Fathan sedang duduk santai di mobil sembari menunggu tibanya ia di sekolah. Di sampingnya, terdapat Azra yang sedang asyik memotret jalanan dari balik jendela mobil. Sampai akhirnya gadis itu mengeluarkan suara emasnya menyanyikan lirik lagu yang sedang viral di sosmed. Fathan bisa memaklumi jika Azra bernyanyi dengan nada yang rendah, tetapi nyatanya Azra malah bernyanyi dengan nada yang menyakitkan telinga. Membuat Fathan memarahi dirinya karena kebisingan yang dibuat gadis itu.  "TARIKKKK SISSS!!!" "SEMONGKOO!!!" "PIPIPIPIP CALON MANTU!" "Berisik!" cetus Fathan tetapi Azra malah semakin menjadi-jadi. "AMPUN BANG JAGO BERANTEM, SORRY BANG JAGO AMPUN BANG JAGO!" Azra menjulurkan lidahnya membuat Fathan ingin mencongkel ginjalnya tapi tidak bisa. "Diem atau gue—" "TEWTEWTEWTEW." Di saat yang bersamaan, dengan cepat Fathan menggelitiki Azra membuat suara tawa Azra makin besar dan pecah. Azra tak terima ia pun ikut membalas Fathan balik. Seperti yang sudah di duga, terjadilah pertempuran hebat di dalam mobil itu.  Fathan hanya sabar saat Azra menghimpit tubuhnya sampai dekat pintu mobil. Azra juga tak segan-segan menggigit tangan Fathan.   "Woi! Gila lo ngapain gigit tangan gue?!"  "Mau jadi vampir!" "Stres!" Pak sopir hanya bisa  tersenyum dalam hati. Walaupun telinganya jelas terasa panas dengan suara Azra yang mirip seperti nenek sihir. "Sudah sampai Mas Fathan, Mbak Azra." kata sang sopir memberitahu Azra dan Fathan bahwa mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah. "Huft, selamat." Batin sang sopir. "Oh, iya lupa. Kirain masih di perempatan lampu merah." "Garing lo!" "Iri bilang bos!" "Mbak Azra, Mas Fathan berantemnya dilanjutkan di sekolah saja ya. Saya mau mengantar Pak Farid dan Bu Fani pergi bekerja." kata Pak sopir. "Eh? I-iya Pak, maaf. Ya udah saya turun ya, Pak. Have a nice day!" "Iya Mbak." Azra dan Fathan pun menuruni mobil. Fathan mengira pertengkarannya dengan Azra sudah berakhir tetapi Azra malah mencari perkara baru dengan mengetuk kepala Fathan. Tokkkk! "Mampus!" kata Azra jahil. Ia langsung berlari menuju kelasnya. Fathan hanya bisa menggelengkan kepalanya berusaha untuk sabar dalam menghadapi sifat Azra. Di saat ia ingin melangkah maju, tiba-tiba saja botol minumnya terjatuh. Fathan memberhentikan langkahnya. Ia membungkuk berniat untuk mengambil botol minumnya. Di saat dirinya sedang membungkuk, ternyata ada seorang wanita juga yang ikut membungkuk mengikuti apa yang tubuhnya lakukan. Ya, sama-sama mengambil botol minum tersebut. Fathan dan wanita itu sama-sama terdiam kikuk saat tangan mereka berdua menyentuh botol minum itu. Tidak hanya itu juga tatapan mereka mengunci kepada titik netra masing-masing.  Deg! Mereka saling bertatapan. Mereka diam membisu. Diamnya mereka mempunyai makna dan arti tersendiri. Fathan merasakan ada gejolak kesamaan terhadap dirinya dan wanita di depannya itu. Hingga akhirnya wanita itu yang memutus kontak diantara mereka. Wanita itu tidak tersenyum ataupun menuturkan sesuatu. Ia hanya memberikan botol minum Fathan tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun. Setelahnya ia memutuskan untuk pergi menjauh dari Fathan. Fathan menerka-nerka siapakah nama wanita itu. Setahu Fathan ia belum pernah melihatnya. Entah lah atau mungkin Fathan saja yang terlalu no life dengan warga sekolah sampai-sampai tak mengenalinya. "Dia siapa?" ucap Fathan kepada dirinya sendiri. *** Fathan memasuki kelasnya dengan tampang yang biasa. Ia menaruh tasnya di atas kursi dan langsung mengambil buku paket matematika. Tidak. Maksudnya tidak untuk mengerjakan tugas di sekolah. Itu memang sudah menjadi rutinitas sehari-hari Fathan mengerjakan soal paket matematika sembari menunggu bel masuk berbunyi. Di saat teman-teman yang lain menunggu bel masuk dengan bermain, membeli jajan, ataupun sejenisnya Fathan malah berbeda. Ia lebih memilih untuk mengerjakan soal matematika saja. Baginya matematika adalah ilmu yang menyenangkan tidak semengerikan apa yang orang lain pikirkan terhadap pelajaran yang berbau deretan angka tersebut. Kring.... Terdengar suara bel masuk berbunyi. Para siswa-siswi segera memasuki kelas mereka masing-masing. Bu Iss selaku guru matematika datang menginjakkan kakinya di kelas 11 IPA 1 yang tak lain adalah kelas Fathan sendiri. Bu Iss yang biasanya membawa penggaris super panjang untuk mengetuk kepala murid ataupun sekedar sebagai alat bantu mengajar kini terlihat tidak sendiri, di sampingnya ia membawa seorang siswi yang tampak sedang menunduk ke bawah karena tak percaya diri. Sontak saja hal itu langsung menjadi topik hangat yang menjadi bahan pembicaraan siswa-siswi kelas 11 IPA 1. "Siapa dia? Kayaknya nggak pernah lihat?" bisik seorang siswi kepada siswi yang lainnya. "Iya nggak pernah lihat ya." "Lumayan cantik sih." "Anak baru agaknya." "Tapi kayaknya dia pendiam deh sama kayak Fathan. Tuh buktinya nunduk ke bawah aja." "Keram kali kepalanya." "Awas kepalanya keram Neng, kebanyakan nunduk."  "Dia siapa sih? Kok gue nggak tahu ya?" "Manusia." "Lo mau gue pukul?" "Nggak ah, sakit." "Dasar aneh!" "Loh, itukan wanita yang gue temui tadi pagi?" kata Fathan membatin. Seketika itu juga Fathan lamgsung menoleh melihat botol minumnya yang tadi terjatuh. Fathan ingat, ingat betul dengan wajahnya. Ia tak salah lihat ataupun salah tebak. "Sudah-sudah jangan berisik semuanya!" ucap Bu Iss menengahi keributan diantara para murid. "Iya Bu..." "Jadi, hari ini kelas IPA 1 kedatangan salah satu murid baru pindahan yang berasal dari Bekasi." kata Bu Iss menjelaskan dan dibalas dengan anggukan oleh anak-anak kelas. "Baiklah, Nak, silakan perkenalkan namamu." sambung Bu Iss kepada siswi tersebut. Deg! Seketika itu juga jantung siswi tersebut berdetak lebih cepat dari biasanya. Ini adalah hal yang ia tidak sukai dari sekolah. Ya, memperkenalkan diri ataupun sekedar persentasi. Menjadi orang introvert memang terkadang mempunyai rasa malu yang begitu besar. Orang introvert sangat tidak nyaman jika berinteraksi dengan banyak orang dalam satu waktu sekaligus. Ya, contohnya seperti ini. Bukannya berbicara siswi itu malah diam. "Lah, kok malah diam sih?" protes salah satu siswa diikuti dengan siswa lainnya.  "Iya kok nggak ngomong?"  "Ngomong dong jangan diem-diem aja." "Iya nih." "Hai, Nak? Kamu nggak apa-apa?" Bu Iss menyadarkan siswi tersebut dari lamunannya. "E-Eh?"  "Ayo perkenalkan dirimu, setelahnya kamu bisa duduk di bangku." pinta Bu Iss. Tidak ada cara lain lagi selagi menuruti apa yang dikatakan Bu Iss. Dengan menghela napasnya dan tangan yang gemetar hebat siswi tersebut akhirnya memberanikan dirinya untuk berbicara kepada khalayak ramai. "P-Perkenalkan n-nama s-saya J-Jessie Abigail. S-Saya berasal dari Bekasi. S-Salam kenal semua." kata Jessie dengan suara yang canggung. Bu Iss yang seperti sudah tahu akan sifat Jessie yang terlihat tidak percaya diri dan pemalu akhirnya memutuskan untuk tidak mengadakan sesi tanya jawab antara anak-anak kelas kepada Jessie. Ia tidak mau membuat Jessie merasa tak nyaman akan perbedaan sifat diantara mereka. Jadi, Bu Iss memutuskan untuk menyuruh Jessie duduk di kursi kosong yang terletak di sebelah Fathan. "Baiklah anak-anak semuanya, sudah cukup ya perkenalannya. Ibu tidak akan melanjutkan ke sesi pertanyaan karena ibu pikir sudah cukup apa yang dikatakan Jessie. Baiklah Jessie, kalau begitu silakan duduk di kursi kosong samping Fathan ya." tukas Bu Iss kepada Jessie. Jessie  pun mengangguk mengiyakan apa yang Bu Iss perintah dan segera duduk di kursi yang terletak di samping lelaki yang ia bantu ambilkan botol minumnya tadi pagi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD