Hari yang Aneh

1174 Words
Setelah pulang ke rumah, setelah mendapat perhatian dari San, makan es krim bersamanya, bicara dari hati ke hati, dan ya, sharing banyak hal, bahkan membicarakan berbagai macam cerita yang random, membuat fokus Clara teralihkan. Oke. Ia mulai menyusun rencana untuk esok hari. Pertama, ia harus tenang dan mencoba bertanya ke atasannya, atau mungkin menghubungi ajudan Kristo Wijaya. Bertanya soal CCTV dan menyatakan keberatan, karena itu sama sekali tidak disinggung di dalam kontrak. Gadis itu juga merasa harus mulai waspada dengan sosok Tora. Laki-laki itu terlalu berani. San saja, tidak pernah menyentuhnya. Tapi Tora, dengan entengnya melakukan itu. Clara paham, mungkin itu adalah cara Tora untuk menenangkannya. Akan tetapi, tetap saja, Clara tidak suka. Ia tidak suka sentuhan tiba-tiba dan tanpa permisi. Itu menyebalkan. Sebelum ia benar-benar terlelap, Clara membersihkan diri dan beres-beres dulu. Terdengar beberapa notifikasi dari ponselnya. Sepertinya ada beberapa pesan dari seseorang. Clara mengeceknya. Itu dari Lora. [Boleh aku menelepon?] Tanpa menjawab pesan itu, Clara menelepon Lora terlebih dahulu. Sudah lama memang, mereka tidak saling bicara berdua. Lora sibuk, Clara juga. Jika pun mereka berkumpul dengan anak-anak BBA yang lain, Lora jarang bicara tentang dirinya sendiri. Clara punya firasat kalau Lora sedang ingin mencurahkan isi hatinya. Ya, mungkin itu terkait novel perdananya yang baru saja launching. Setelah beberapa saat, telepon dari Clara pun diangkat. "Halo, Ra." "Iya, Clif. Ada apa?" Gadis itu menepuk keningnya. "Aku yang seharusnya bertanya, Sayang. Ada apa? Tadi kamu bukannya mengirim pesan, bertanya apa boleh menelepon?" "Ah, iya. Itu. Hehe. Begini, ada yang ingin aku sampaikan. Tapi lebih tepatnya, ini semacam permintaan, sih." "Permintaan?" "Iya. Aku tidak tahu apa kamu akan keberatan atau tidak soal permintaanku ini. Sebenarnya, aku ragu. Karena sepertinya permintaanku ini agak tidak sopan, Clif." "Hei, kamu ini. Ra, cara bicaramu itu. Jadi canggung dan seperti menganggap aku ini orang asing. Aku ini kan temanmu. Jangan sungkan seperti itu." "Ah, baik kalau begitu." Nada bicara Lora sudah mulai santai. "Begini, Clif. Kamu masih dekat dengan San, bukan? Kalian masih berkomunikasi?" Ah, pertanyaan Lora .... "Ya, masih. Kadang kami membicarakan soal tulisan dan lain-lain, intinya, kebanyakan aku dan San bicara soal dunia literasi, Ra. Ada apa memangnya?" Clara berusaha untuk tenang dan menjawab pertanyaan Clara dengan jawaban standar. Ya, yang Clara pikirkan, hubungannya dengan San belumlah resmi. Ia tak ingin gegabah. "Bagus kalau begitu!" Lora berteriak kegirangan. Bagus? Apanya yang bagus? "Maksud kamu?" tanya Clara keheranan. "Ya, bagus. Kalau begitu, aku bisa minta tolong padamu." "Minta tolong untuk apa?" "Ya, kamu dan San kan masih terus berkomunikasi. Itu berarti, kamu bisa meminta San untuk mempromosikan novelku juga. Apa boleh, ya? Aduh, sebenarnya aku malu dan bingung. Pasti dia itu banyak job dan kalau pun ingin minta iklan, aku mungkin harus membayar sejumlah uang." "Oh, soal itu. Tenang saja, Ra. Aku akan berusaha bicara kepada San. Aku akan usahakan." "Serius, Clif?" "Dua rius!" "Haha. Oke. Terima kasih, ya. Terima kasih banyak." "Iya. Sama-sama." Setelah percakapan itu berakhir, tinggal Clara yang kebingungan. Kenapa dirinya harus dengan mudah mengiakan permintaan Lora? Ah, santai saja, pikir Clara. Ia hanya harus membicarakan hal tersebut kepada San. Perihal San mau atau tidak, itu perkara belakangan. Terpenting, Clara harus mengusahakannya terlebih dahulu. Gadis itu merebahkan diri dan memejamkan matanya. Mencoba merefleksikan diri untuk segala sesuatu yang sudah terjadi. Terpejam dan terus terpejam, sampai akhirnya terlelap. *** Pagi yang tidak terlalu buruk, tapi tak terlalu bagus juga. Ia sudah merencanakan berbagai hal untuk hari yang menurutnya akan cukup menantang. Pergi ke kantor dan bertanya soal CCTV itu, baginya adalah tantangan. Clar sudah bersiap-siap. Dan seperti biasa, San menelepon. Clara senyum sendiri ketika diingat-ingat, telepon San seperti sebuah lis dalam jadwal hariannya. "Halo, Clif." "Hai." "Aku akan datang lebih awal. Kita sarapan bersama dan nanti ada yang ingin aku sampaikan." Clara jadi deg-degan. Pikirannya langsung menebak-nebak. Apa kiranya yang akan San sampaikan. Clara ingin berteriak kegirangan, ketika kepalanya diisi berbagai kemungkinan yang membuatnya terbang. Memang, mereka belum lama kenal. Akan tetapi, menemukan San, Clara seperti menemukan oase di tengah padang gurun. Sepercik harapan di dalam kisah cintanya yang sekali lagi, boleh dibilang sangat acakadul. "Oke. Aku akan siap-siap." Clara tersenyum lebar melihat dirinya di depan cermin. Entah, tapi Clara, semakin hari, semenjak bertemu dekat dengan San, semakin percaya diri saja. San memberinya energi positif yang tak pernah disangka-sangka sebelumnya. Perlahan, ia berhenti terfokus kepada Naren, cinta pertama yang ia rawat bertahun-tahun. Cintanya belum mati. Hanya saja, mungkin perlahan akan terganti. *** Di dalam mobil, ketika dalam perjalanan mencari sarapan, San memutar musik sambil bersenandung. Sepertinya, suasana hati laki-laki itu juga sama cerahnya dengan suasana hati Clara. "Kamu suka lagunya?" tanya Clara sambil melirik ke arah San. Lagu yang diputar adalah salah satu lagu romantis yang terkenal dan sering diputar di acara pernikahan. "Ya. Aku suka sekali. Aku pikir, aku akan menyanyikan lagu ini kalau suatu hari aku menikah. Di depan mempelai perempuanku." "Wah, sweet sekali. Aku sangat mendukung. Aku juga suka lagu itu. Memang sering kudengar juga di acara-acara pernikahan. Lagu itu memang cocok dengan acara semacam itu." "Iya. Oke. Pagi ini, kita akan sarapan di mana, Clif? Kamu punya rekomendasi?" "Hmmm, sebenarnya, tidak. Jujur, aku tidak terlalu tahu tempat-tempat makan yang bagus dan enak. Aku jarang pergi-pergi." "Oke. Aku juga jarang, tapi sepertinya, mulai sekarang, aku dan kamu harus mulai menjelajah tempat makan yang bagus, tempat wisata yang menawan, dan dan lain-lain." "Kita?" "Ya, kita." Clara tersenyum. Apa itu berarti San menginginkan kedekatan mereka lebih dari sekadar teman saja? Bukankah sering pergi bersama ke mana-mana, itu seperti kebiasaan sepasang kekasih? Memikirkan itu, Clara tersenyum. "Oke. Jadi di sini tempatnya," kata San. Ia pun memarkirkan mobil di depan sebuah restoran. Melihat dari jendela mobil, Clara dapat menyimpulkan kalau restoran tersebut cukup mahal. "Apa tidak apa-apa?" tanyanya spontan. "Apanya?" tanya San dengan nada heran. "Maksudku, kita hanya sarapan, bukan?" "Ya." Oke. Sepertinya, pertanyaan Clara memang aneh bagi seorang San. "Kenapa? Kamu tidak suka tempatnya? Apa kita harus cari tempat lain?" "Tidak-tidak." Clara menggeleng cepat, "aku suka di sini. Aku yakin, rekomendasimu tidak akan pernah mengecewakan, San." "Nah, siap. Percaya saja padaku. Aku juga baru pertama kali ke sini." "Hah?" "Ya, hanya kebetulan saja kita lewat dan ketika aku melihat tempatnya, sepertinya menarik. Jadi ya, kita harus coba." Clara tertawa. Betapa lucunya San. Ia pikir, San sudah tahu betul dengan tempat makan yang akan mereka datangi itu. "Kan aku bilang tadi, kamu ingat? Mulai sekarang, mari jelajahi tempat makan, tempat wisata, apa pun itu. Mari lakukan hal yang belum pernah kita lakukan. Makan apa saja makanan yang belum pernah kita lakukan. Mari berpetualang. Mulai sekarang. Mau?" "Oke. Aku mau." Gadis itu berjalan lebih dulu memasuki restoran. Sebenarnya, ia melakukan itu karena merasa sangat malu. Setelah mereka duduk dan pesan beberapa makanan, Clara teringat akan sesuatu. "Clif, ada yang ingin aku sampaikan. Malam ini." "Malam ini? Aku, aku juga ada yang mau aku sampaikan. Tapi, sekarang juga." "Hah? Sekarang?" Clara mengangguk. Ia hendak menyampaikan permintaan Lora tentang promosi novelnya itu. "Iya. Sekarang. Kalau kamu? Memangnya, apa yang mau kamu sampaikan, San? Kenapa tidak sekarang? Kenapa harus malam hari?" Untuk pertanyaan-pertanyaan itu, San tak langsung menjawabnya. Ia terlihat berpikir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD