2. Bukan dia

1920 Words
"Berapa yang kau minta aku akan membayar bantuanmu ini?" Tanya Karel tapi tak ada jawaban dari Aley. Dia menoleh mencari sosok Aley dan hanya bisa menghela nafas ketika melihat Aley yang tertidur pulas tanpa dosa. Aley tertidur di sofa dengan nafasnya yang teratur, siapapun yang melihatnya pasti tau bahwa gadis itu sangat kelelehan. Karel memperhatikan wajah Aley, wajah gadis itu sangat familiar dan tidak asing untuknya. Karel hendak pergi karna tak mau ambil pusing, tapi sedetik Kemudian dia menyadari sesuatu, jantungnya langsung berdetak sangat kencang, tubuhnya membeku ditempat ketika dia menyadari Aley sangat mirip dengan anak perempuan, cinta pertamanya waktu SMP yang menghilang bak di telan Bumi. "Tidak mungkin..." Dia menggeleng tak percaya. Dengan cepat dia langsung menghampiri Aley untuk memastikan. "Bangun.." ucap Karel dengan nada lembut, kali ini dia berdiri sangat dekat dengan Aley. Aley langsung terbangun dari tidurnya, dia merupakan tipe orang yang gampang terbangun jika mendengar suara sekecil apapun. Dia menguap dan langsung terperanjat kaget saat mendapati Karel yang berdiri sangat dekat dengannya, karna sebelumnya Karel sangat menjaga jarak. Wajah tampan Karel membuatnya mengucap syukur karna setelah bangun dari tidur dia langsung mendapati wajah yang indah.Tapi kemudian Aley mengerutkan keningnya ketika menyadari tatapan Karel yang aneh "Ada apa dengan tatapan anehmu itu?" tanya Aley bingung. "Siapa namamu?" terlihat ada harapan besar dari raut wajah Karel yang membuat Aley semakin bingung. "Aley..sia" jawab Aley hati-hati. Mendengar Aley menyebutkan namanya, wajah Karel langsung berubah kembali, yang tadinya lembut kini berubah dingin seperti pertama kali Aley melihat wajah dingin itu. Gadis itu semakin bingung, sedangkan Karel langsung beranjak dari duduknya sambil berguman. "Mana mungkin gadis sepertimu adalah dia." gumamannya itu dapat terdengar oleh Aley. "Dia siapa maksudmu?" Tanya Aley yang langsung penasaran. Karel hanya menjawabnya dengan hembusan napas berat, dia melangkah ke lorong ruangan meninggalkan Aley bersama Lean yang sedang tertidur pulas. "Dasar Aneh...." Kata Aley sambil mengambil kunci mobilnya di meja. Dia hendak pulang, tapi tiba-tiba dia tidak sengaja melepaskan kunci mobilnya ke lantai. Setelah ia mengambil kuncinya, matanya langsung jatuh pada wajah babak belur Lean. Aley menatap wajah Lean yang terasa tidak asing, lalu mengingat wajah Karel yang juga terasa familiar. "Apa mungkin? Mereka ini teman masa lalu yang tidak dapat ku ingat? Ah tapi mana mungkin aku memiliki teman sesempurna meraka." Ucapnya. Tak mau berlama-lama berfikir, Aley memutuskan pulang saja. Dan berharap semoga ia tidak berurusan dengan dua laki-laki itu lagi. Dia tidak berharap balasan apapun. ********* Lean terbangun dari tidurnya. Dia langsung meringis kesakitan ketika lebam di wajahnya mulai membengkak dan terasa sakit. Dia mencoba mengingat kejadian semalam. Ya, dia ingat bagaimana dia dipukulin orang tak dikenal, bertemu dengan seorang gadis yang mau menyelamatkannya, dan sampai rumah, kemudian tidur begitu saja. Lean berjalan gontai ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Dari pantulan cermin dia melihat lukanya sudah dibersihkan, dia juga tau pasti Karel yang membersihkannya. ..... Setelah membersihkan dirinya, Lean langsung ke meja makan untuk sarapan. Dia bertemu Karel yang sudah rapi dengan pakaian kerja seperti biasanya, tak ketinggalan dengan aura berkelas dan dingin khas miliknya. "Sangat jarang kau sarapan di rumah." ucap Lean. Dia hanya berniat basa-basi, tapi yang ditanya hanya diam membisu, tak berniat menjawab. "Apa kau tau nama gadis tadi malam? Dia mirip dengan Lui. Aku ingin mencari tau tentangnya." Tanya Lean langsung ke intinya karna basa-basi bukan hal yang cocok untuk abangnya. "Dia bukan Lui." Jawab Karel datar. "Bagaimana kau tau?" Karel langsung menatap Lean tajam. "Berhentilah mencari Lui." Lean tersenyum sakartis, dia juga langsung membalas tatapan tajam Karel. "Aku sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mencari Luisa, jika ketemu, kupastikan kau tidak bisa menyentuhnya seujung kuku pun. Kau yang membuat dia pergi." Dengan gerakan kasar Lean pergi meninggalkan Karel, kali ini dia yang enggan sarapan di rumah. Karel menatap kepergian Lean dengan diam.  Lean selalu menurunkan egonya dan selalu bersabar untuk Karel, sekeras apapun Karel menolak kehadiran Lean tetap saja lelaki itu memaksa untuk selalu mengikuti dibelakang Karel, tapi ketika menyangkut Luisa, Lean akan menjadi orang lain yang menjadi lawan Karel. ***** Aley meremas jari-jarinya gugup. Dia sedang menunggu giliran untuk panggilan interview kerja di Zidi Group, perusahaan terkenal yang sedang berada di puncak kejayaan dan sedang naik daun. Berkali-kali hatinya berdoa semoga kejadiannya kemarin dengan Karel dan Lean tidak mengganggu proses interviewnya. Wajah dua laki-laki tampan itu terngiang terus menerus di kepalanya, padahal dia ingin melupakannya karena pasti mereka tidak akan pernah bertemu kembali. Ini interviewnya yang ke 3 kali setelah dia gagal di 2 perusahaan. Bukan karna dia tidak berkompeten tapi karna dia melamar di perusahaan ternama dengan tidak adanya pengalaman kerja. Dia tidak memiliki keinginan menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan, dia ingin berbisnis sesuai passionnya. Tapi Ibu-nya memaksa, setidaknya milikilah pengalaman kerja yang bisa dibanggakan. Dia sempat minder karna melihat tampilan gadis-gadis yang ingin melamar juga. Jumlah yang ingin melamar banyak sekitaran 35 orang dan membuat lobby perusahaan tampak sedikit ramai. Ingin dia menyapa atau sekedar basa basi, tapi dia mengurungkan niatnya itu karna dia merasa semua tatapan mereka adalah persaingan. - Lean jalan dengan santainya menggunakan jas dokter kebanggaannya. Dia berniat bertemu dengan Karel karna dia harus memberikan beberapa berkas penting. Syukurnya rumah sakit miliknya tidak jauh dari perusahaan Karel yang merupakan naungan Zidi Group juga. Tapi langkahnya terhenti ketika matanya melihat kearah Aley. Dia mengucek-ngucek matanya, ragu, takut gadis itu bukan Aley. Tapi kemudian ketika dia menyadari yang dia lihat benar-benar Aley, si gadis yang membantunya kemarin, dia langsung menghampiri gadis itu. - Aley hampir merosot ke lantai saat tiba-tiba Lean berdiri di depannya sambil berkacak pinggang. Lean menatapnya datar setelah memperhatikan penampilan Aley yang mengenakan pakaian formal untuk melamar kerja. "Lean?" Tanyanya ragu, takut dia salah lihat atau yang didepannya hanyalah bayangan Lean. Tapi ketika melihat bekas luka di wajah lelaki itu dia tak bisa mengungkiri lagi, yang didepannya benar-benar Lean. Lean menghela nafas legah. "Aku pikir aku salah orang." Katanya enteng. "Sedang apa kau disini?" Tanya Aley sambil memperhatikan pakaian Lean. "Sedang masak. Kau lihat aku mengenakan baju koki sekarang." Kata Lean sambil menunjukkan jas Dokternya. "Hahahah lucu, ayo tertawa. Hahaha." Ucap Aley mengejek. "Ikut aku sebentar." Ajak Lean. Aley menggeleng. "Kau gila? Aku sedang melamar kerja dan sebentar lagi mungkin giliranku." "Kau tidak tau siapa CEO Zidi group?" Tanya Lean dengan ekspresi syok karna yang dia tau Karel dan dia sangat terkenal di media berita ataupun media sosial. Dan lebih parahnya Lean baru menyadari Aley tidak menyadari bahwa Karel yang dia temui kemarin adalah orang yang sangat besar kedudukannya. Aley menggeleng polos. "Aku sangat tidak berminat mencaritahu tentang orang. Saat ingin melamar kesini saja aku hanya modal nekat dan tidak mencaritahu seperti apa perusahaan ini." "Bagaimana kau bisa hidup di dunia jika kau seperti itu." Cibir Lean. "Nyatanya sekarang aku masih hidup. Aku tidak berniat bekerja seperti ini, aku hanya ingin mendapatkan uang dari usaha kuliner. " "Lalu kenapa kau melamar kerja?" "Ini kemauan orang tuaku." "Padahal kau bisa menolak," Setelah berucap seperti itu Lean mendekati Aley, lalu menarik tangan gadis itu. "Ikut aku sekarang juga." Aley ingin menarik tangannya kembali, tapi tenaga Lean terlalu kuat untuknya. "Apa kau gila? aku harus interview dulu." Lean tidak memperdulikan ucapan Aley, dia menitip berkasnya tadi ke resepsionis kemudian menarik Aley sesukanya tanpa memperdulikan gadis itu yang setengah mati berusaha untuk melepaskan genggaman tangan Lean dari tangannya. .... Lean membawa Aley ke sebuah cafe yang berada di dalam gedung perusahaan Zidi Group. Cafe yang sangat besar terletak di lantai dua. Aley bergidik ngeri melihat gaya busana karyawannya yang highclass, sedangkan dia hanya gadis biasa dengan busana yang sederhana, dan make up sekedarnya. "Tempat ini mengerikan." Ucap Aley ketika mereka sudah duduk di salah satu meja yang ada di sudut ruangan. "Lumayan." jawab Lean enteng. Dia memberikan buku menu pada Aley agar gadis itu memesan makanan. "Aku jadi tidak berniat melamar disini." Kata Aley sambil matanya berbinar ketika melihat menu-menu yang sangat wow menurutnya. "Wah. Apa-apaan ini. Perusahaan seperti apa ini memiliki Cafe dengan menu seperti restoran bintang 5." "Yang kau kunjungi ini Cafe untuk kelas atas jadi wajar saja. Kebanyakan yang makan disini adalah kepala segala kepala dan yang punya jabatan tinggi." Aley mengangguk mengerti. "Aku mau ini." Tunjuknya pada gambar ice cream di buku menu. Bahkan dia berniat membuat ice cream yang sama untuk ia letak di menu baru Cafe-nya "Terserah." Kata Lean, lalu ia memanggil waitress. "Gadis ini mau pesan ini dan aku pesan seperti biasa." Ucap Lean pada waitress. Waitress cantik itu menunduk dan tersenyum. "Saya akan kembali dengan pesanan anda, Tuan Leandro." setelah itu ia pergi dan membawa catatan pesanan. "Wah... Sepertinya kau terkenal disini," Kata Aley. "Dari tadi kita berjalan mau masuk ke cafe ini banyak yang menyapamu sambil menunduk. Kau sering makan disini? Dengan jas Dokter itu?" Lean menyadari kebodohannya karena dia baru menyadari bahwa ia lupa membuka jas-nya. Dengan gerakan santai dia membuka jas itu. "Mungkin karna aku seorang Dokter makanya mereka menghormatiku." "Lagi, kau asal bicara." Kata Aley mencibir. Aley mengalihkan pandangannya ke sekeliling cafe, tampak sangat berkelas seperti cafe hotel, pikirnya. Dia melirik meja yang tak jauh dari mereka, dia memperhatikan ada sekumpulan pemuda yang masih sangat muda-muda. "Aku tidak menyangka mereka yang masih muda sudah menjadi kepala dari segala kepala seperti yang kau bilang." Lean mengikuti arah pandang Aley. "Mereka mungkin dari divisi pencipta dan pembuat game online. Kau pasti tau dulu Zidi group hanya bergerak di bidang perhotelan, properti, hiburan, dan media sekarang setelah berganti Presdir, Zidi group bergerak di bidang periklanan, tekstil, game, pertambangan dan lainnya. Kau bisa bayangkan Presdir baru itu segila apa." "Aku tidak tau itu." "Anggap saja kau pernah tau." "Aku yakin Presdir baru itu pasti sangat sibuk, dan aku merasa dia tidak punya waktu untuk berselingkuh dengan istri-nya seperti yang ada di dalam drama." Ucap Aley sambil memasang wajah berbinar ketika ice cream pesanannya datang. Lean menggeleng tak percaya. "Kau benar-benar tidak tau apapun tentang Zidi Group?" tanyanya tak percaya. Padahal ketika Karel resmi diangkat menjadi Presdir baru dan saham terbanyak jatuh ke tangannya, semua media membicarakan tentang Karel yang masih muda dan berbakat. Bahkan dia yakin semua orang membahas tentang Karel. Aley menggeleng. "Sama sekali tidak tau. Aku terlalu sibuk untuk mengurusi hidup orang lain." ya, benar saja dia memang tak peduli akan urusan orang lain, bahkan dia tak tau sedang berbicara dengan sosok seperti apa sekarang, dan dia tidak tau bahwa dia merupakan gadis beruntung yang pernah bertemu dengan Karel hanya cuma-cuma di rumah cowok itu pula. Karel terkenal tak bersahabat dengan orang yang tak penting untuknya, jadi wajar saja sangat susah bertemu cowok muda kaya raya itu. Lean melirik map lamaran kerja Aley diatas meja. Dia merampas map itu dan membuat Aley terkejut. Lean membuka map itu dan langsung mencari nama gadis itu disana. "Aleysia Cwen?" "Nama yang bagus. Ya, kan?" Tanya Aley. Lean tersenyum kecut. Wajahnya menggambarkan kekecewaan saat dia membaca riwayat pendidikan dan riwayat hidup Aley. Semua tak sesuai dengan harapannya. Aley mendadak bingung ketika Lean tiba-tiba menatapnya dalam. "Kau menatapku seperti Karel menatapku semalam. Tatapan kalian aneh." "Dia bertanya namaku, kemudian mengatakan gadis sepertiku tidak mungkin dia. Entah siapa 'dia' yang dia maksud, itu membuatku bingung." Lean tersenyum tipis, senyumannya menggambarkan senyum pahit. "Begitu rupanya." Aley menangkap perubahan Lean, sama seperti Karel kemarin, raut wajahnya seperti kehilangan kehangatan. Tiba-tiba Lean berdiri. "Aku pergi dulu, map ini ku ambil untuk tanda terimakasihku. Segeralah pulang ketika sudah menghabiskan ice cream itu, dan jangan membayarnya karena itu gratis" Setelah berucap seperti itu Lean langsung melangkah pergi meninggalkan Aley yang menatap kepergiannya dengan bingung. Aley menghela nafas berat ketika tubuh Lean menjauh dan kemudian tidak terlihat lagi. "Dan aku akan melamar kerja ke perusahaan ke-4 karnamu Lean." ----------
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD