Aley hanya bisa  mengerjapkan matanya berkali-kali karna matanya bertemu dengan mata  Lean. Dia merasa seperti sedang kepergok atau tertangkap basah, andai  saja dia bisa langsung kabur, tapi mau kemana dia bisa kabur?
Lean mengerutkan dahinya  ketika dia melihat Aley yang baru saja keluar dari ruangan bagian  psikiater bersama dokter jantung yang sangat ia kenal.
"Siang Dokter." Sapa Lean pada wanita disamping Aley.
"Siang juga Lean. Bagaimana belajar kamu?" Tanya wanita bernama Dilia itu dengan sangat ramah.
"Sangat baik berkat ajaran Dokter." 
Aley memandang Lean dan  mamanya itu secara bergantian, sejak kapan mamanya mengenal sosok Lean? Kenapa dia tidak pernah  tau? Dan setaunya Lean bekerja di rumah sakit  milik Zidi Group bukan di rumah sakit tempat mamanya bekerja.
"Mah, kenapa mama bisa kenal Lean?" Tanya Aley akhirnya. Dia sangat penasaran.
Dilia tersenyum sebelum menjawab. "Kamu kenal Lean?"
Aley menganggukcepat untuk mengiyakan.
"Lean mahasiswa spesialis jantung yang sedang dapat tugas di rumah sakit ini."
"Loh, bukannya Lean bekerja di rumah sakit Zidi Group?" Tanya Aley bingung.
"Loh bukannya kamu kenal Lean? kenapa kamu tidak tau?" Tanya mamanya balik dengan bingung.
Lean berdehem untuk  menghentikan kebingungan antara ibu dan anak itu karna dirinya. Tadinya  dia sedikit syok karna ternyata Dokter sepintar Dilia adalah ibu Aley.  "Dok, apa  dia ada masalah dengan kejiwaan?" Tanya Lean.
Dilia tertawa mendengar  pertanyaan itu, sedangkan Aley membulatkan matanya karna secara tidak  langsung Lean sedang mengatainya pasien gangguan jiwa.
"Ah, Lean kau ikut aku sebentar ada yang ingin kukatakan." Kata Aley langsung menarik tangan Lean untuk menjauhi mamanya. 
"Mah Aley pergi dulu, daaaa." Dia melambaikan tangan pada mamanya yang hanya bisa tersenyum melihat tingkah anak semata wayangnya itu.
Aley membawa Lean ke  taman rumah sakit dan duduk di bangku panjang dekat kolam ikan. Lean tak  mau duduk disamping Aley, dia memilih bersender di tiang yang tak jauh dari Aley.
Aley hanya bisa  mendengus ketika melihat dokter-dokter muda cantik yang sedang koas di  rumah sakit itu melihati ke arah Lean ketika sedang melintas,  bagaimanapun Aley tidak bisa menyangkal bahwa cowok itu memang sangat  menarik seperti Karel. Karel seperti lelaki bangsawan, tenang, dingin,  datar dan menyejukkan, sedangkan Lean, dia ala-ala badboy yang  sebenarnya tidak bad boy tapi Aley yakin dia sangat ketus pada  perempuan.
"Ada apa? Aku tidak punya banyak waktu." Kata Lean sambil melihat jam tangannya.
"Tidak ada apa-apa. Aku  cuma mau mengucapkan terimakasih karna sudah membantuku masuk ke  perusahaan Zidi Group, tapi.. bagaimana bisa kau melakukannya?" Jawab  Aley.
"Soal itu aku hanya  membalas hutang budiku. Dan masalah bagaimana bisa itu karna aku  mengenal Sammy, kau pasti kenal dia, dia itu sepupuku."
Aley mengerjapkan matanya berkali-kali. "Sepupu?"Tanya kaget.
"Iya."
"Pantas saja kau dan Karel sedikit mirip dengannya."
"Apa kau sudah bertemu Karel?" Tanya Lean.
"Karel bekerja di perusahaan itu juga?" Tanya Aley dengan wajah syoknya yang polos.
Lean memasang wajah yang tak kalah syoknya. "Kau belum tau tentang Karel?" Tanyanya tak percaya.
"Aku masih karyawan  baru, manamungkin aku langsung mengenal semua karyawan. Tapi tadi aku  bertemu dengannya sedang berteduh di supermarket dekat kantor. Aku  mengatainya sedikit karna dia bisa berteduh di mobil atau ditempat yang  lebih layak, tapi entah mengapa dia memilih berdiri di teras supermarket  ditemani dua pria."
Lean hanya bisa menghela  nafas. "Ku beritahu kau satu hal, jika kau betemu dengan Karel, menghindar  saja, jangan ajak dia bicara apalagi menyentuhnya. Kalau kau di pecat  aku tidak bisa tanggung jawab. Jangan cari masalah, dia berbahaya  seperti hantu. Kau mengerti?" 
Aley mengangguk  seolah dia benar-benar mengerti, padahal banyak pertanyaan-pertanyaan baru yang muncul di kepalanya.
"Dan satu lagi, kalau  kau memiliki masalah kejiwaan, kau harus menghindar jika tiba-tiba di  kantor ada pemeriksaan kesehatan karyawan. Aku tidak yakin perusahaan  mau mempekerjakan orang sakit jiwa."
Ingin sekali Aley memukul kepala Lean karna sembarangan mengatainya. "Aku bukan sakit jiwalah!" Kata Aley sedikit keras.
Lean cepat-cepat meletakkan jari telunjuknya di bibir. "Kau pikir ini di rumahmu?"
"Kau mengataiku sakit  jiwa. Aku bukan sakit jiwa, hanya saja sedang menyembuhkan ingatanku yang bermasalah dan membuatku melupakan beberapa orang. Awalnya aku berpikir untuk apa  bersusah payah mengingat, toh hanya orang di masalalu yang tidak  penting, tapi entah mengapa masalaluku sepertinya indah dan tak pantas  dilupakan."
"Lalu? Ada kemajuan?" Tanya Lean.
Aley mengangguk. "Ya, banyak kemajuan."
"Apa kau pernah mengalami kecelakaan?"
Aley menggeleng.
"Lalu?"
"Ceritanya panjang, aku malas menceritakannya." 
"Terserah kau saja, aku  harus kembali." Dengan langkah lebar Lean meninggalkan Aley, karna dia  baru mengingat tadinya dia dipanggil untuk menghadap dekan fakultasnya  yang sedang berkunjung.
Aley melambaikan  tangannya ke arah punggung Lean yang berjalan menjauh. Punggung yang  akan menyelamatkan orang-orang dari penyakit yang dulu nyaris  membunuh Aley. 
"Sebenarnya ceritanya tidak panjang, Lean..." lirihnya.
****
Sekertaris Lio,  sekertaris pribadi Karel yang waktu itu bertemu dengan Aley didepan  supermarket tiba-tiba datang ke ruangan divisi pemasaran. Kedatangannya  itu membuat orang-orang di ruangan mendadak menegang karna biasanya jika  ada sekertaris Lio pasti ada Karel. Melihat tak ada tanda-tanda  kemunculan Karel, semuanya kembali rileks dan menghembuskan nafas legah.
Sekertaris Lio  mengerutkan keningnya ketika melihat wajah Aley yang sedang berdiri  cantik didepan mesin foto copy, tapi manamungkin gadis itu yang ia temui  didepan supermarket bersama Karel waktu itu, pasti dia hanya salah  orang, pikirnya. Tak mau pusing dia kembali berjalan cepat untuk datang  ke ruang kerja Sammy.
Lio meletakkan berkas ke  meja Sammy. Sammy langsung menghebuskan nafas berat ketika berkas  bersampul warna hitam dan emas itu datang padanya, karna berkas yang  seperti itu adalah tugas penting langsung dari Karel, pastinya akan  membuat kepalanya berasap.
"Apa lagi tugas penting yang ia berikan padaku..." Ucap Sammy frustasi.
Lio menarik kursi dan  duduk berhadapan dengan Sammy. "Ada tugas penting. Karel akan  berangkat ke New york untuk bertemu klien penting dan akan rapat besar  tentang bisnis baru. Dia memasukkan daftar namamu wajib ikut."
"Dia bisa mengajak yang lainnya dari divisi pemasaran kenapa harus aku?"
"Ini berhubungan dengan  iklan baru yang kau rancang. Iklan ini banyak mendapat perhatian  petinggi karna sangat kreatif, dari 30 daftar rancangan iklan, hanya  iklan ini yang membuat mereka tertarik dan diterima." Ucap Lio sambil menunjukkan gambar rancangan iklan terbaik.
Sammy menyandarkan  tubuhnya ke sandaran kursi dengan mulut yang melongo. "Kau tau? Ide  iklan ini adalah ide terakhir yang ku masukkan karna terpaksa. Kami  disuruh merancang 30 ide iklan tapi pas deadline hanya 29 yang dapat  diberikan. Yang terakhir itu hanya ide asal-asalan Aleysia, karyawan  baru di divisi kami."
"Benarkah?" Kata Lio tak percaya.
Sammy mengangguk dengan keadaan syoknya.
"Karel  menyuruhku untuk menyampaikan bahwa orang yang berkontribusi besar atau  yang sangat paham tentang ide iklan ini harus ikut juga di perjalanan ini  agar bisa ikut serta mempresentasikannya."
"Tapi Aleysia seorang wanita. Kau tau sendiri bagaimana Karel elergi wanita karna traumanya."
"Akan baik-baik saja asal wanita bernama Aleysia itu tidak mencoba menggoda atau menyentuhnya."
Sammy mengangguk. "Aku akan membahas ini dengan Aleysia."
****
Aley  mengetuk pintu sebelum masuk ke ruangan Sammy. Dia langsung datang  ketika sekertaris pribadi Sam menyampaikan bahwa dia disuruh rapat kecil  dengan lelaki itu.
"Kak Sammy memanggilku?" Tanya Aley.
"Duduklah, ada yang ingin ku bahas denganmu."
Aley menurut, dia langsung duduk dan merasa deg degan karna Sammy tampak sangat serius.
"Ley, selamat, kau mendapatkan proyek neraka pertamamu." Kata Sammy memasang wajah kasihan pada Aley.
Aley mengerutkan keningnya. "Ha?" Dia tidak mengerti sama sekali.
"Kau tau? Akhir bulan seminggu yang lalu aku menyuruhmu merancang ide iklan yang ke 30 asal-asalan karna mendesak?"
Aley  mengangguk. Dia ingat bagaimana tiba-tiba tanpa perasaan Sammy  menyuruhnya membuat ide iklan sebisanya, sendiri tanpa bantuan, karna  yang lainnya pada sibuk mengerjakan 29 ide yang dirancang sebelum  kedatangannya.
"Dari  30 ide yang kita serahkan hanya ide milikmu yang diterima. Kau tau?  Betapa hancurnya hatiku mengingat sudah babak belur menghandle 29 ide  beserta prototype-nya tapi hanya ide milikmu yang diterima. Bagaimana  bisa kau melakukannya? Apa kau anak jin? Indigo? atau anak cenayang"
"Kak  Sam, aku hanya membaca tema bisnisnya. Dari tema itu aku mendapatkan  dua hal penting, perasaan dan kehidupan sehari-hari. Jadi iklan yang  dibutuhkan tidak perlu harus ribet seperti yang kak Sam buat. Karna tema  ini memfokuskan pada custumer yang berpenghasilan standart."
Sammy  mengangguk. "Ya, aku tau teori itu, aku sudah menerapkannya. Tapi  kenapa tetap saja tidak satupun dari 29 ide itu diterima."
Aley mengedikkan bahunya tidak tau. "Aku juga tidak tau bagaimana sistem penilaiannya."
"Melihat  daftar riwayat hidupmu, kau lulusan kampus bisnis. Jadi aku tidak bisa  berkata apa-apa, kau ternyata memang sangat mengerti tentang  periklanan."
"Aku  selalu mendapat nilai A tentang periklanan dan desain konikasi visual.  Itulah kemampuanku, tapi aku tidak bisa hitung-hitungan seperti  akuntansi, anggaran, dan antek-anteknya."
"Aku  bersyukur Lean memberikanmu padaku." Sammy memberikan berkas pada Aley.  "Ini kau tandatangani karna kau harus ikut ke New york untuk  perjalanan bisnis ini selama 5 hari, sangat lama memang karna banyak  pekerjaan disana. Dan jangan lupa buat presentasi tentang ide iklan  ini."
Aley menghela nafas pasrah. "Sepertinya ini memang proyek neraka kak Sam. Bisakah aku kabur saja?"
"Kau  jangan coba-coba membunuhku, Ley. Kau tenang saja, jika semua ini  berhasil kau akan dapat bonus besar. Jangan lupa traktir aku." Sam  mengambil berkas yang sudah di tandatangi Aley. "Perjalanan bisnis ini akan menjadi perjalanan sangat penting. Mungkin ada 20 orang  yang ikut dan hanya kau satu-satunya wanita. Jadi jangan jauh-jauh  dariku. Mengerti?"
Aley mengangguk mengerti. "Siap kak, Sam!"
"Dan  satu lagi. Presdir kita akan ikut. Ingat dua hal ini, jangan  ajak bicara dia, dan jangan sentuh dia. Kalau ada perlu bicara dengan  sekertarisnya, kau mengerti?"
"Mengerti kak Sam." 
"Intinya jangan sentuh dia apapun yang terjadi. Kalau sudah mengerti kau bisa kembali."
______________