Sammy meletakkan gelasnya yang berisi teh langka yang dipesan khusus dari jepang. Teh itu milik Karel dan dia suka memintanya jika otaknya butuh penawar saat kepalanya sudah pusing memikirkan pekerjaan.
Dia duduk di sofa tamu yang ada di ruang kerja milik Karel, lelaki bernama Karel itu seperti biasa yang menganggapnya tidak ada dan lebih memilih mengerjakan pekerjaannya. Jangan heran mengapa Sammy bisa seenaknya seperti itu, duduk dengan santai di ruang kerja Karel yang merupakan Presdir, jawabannya karna dia sepupu Karel mereka saudara kandung.
"Lean memasukkan seorang gadis ke perusahaan dan menitipkannya padaku di divisi pemasaran. Tapi... aku merasa wajahnya tidak asing." Kata Sammy sambil meneguk teh langka yang hanya bisa dia dapatkan dengan menggunakan belas kasihan dari Karel.
Sammy melirik Karel, tampaknya lelaki itu tidak bergeming dan memberikan jawaban atas ucapannya berusan.
"Dia sangat mirip dengan Luisa Umbrella, gadis yang menjadi alasan Lean datang ke kelasku setiap hari saat duduk di bangku SMP. Aku rasa dia gadis masa kecil Lean dulu." Sammy melirik Karel lagi, lelaki itu tetap tidak bergeming juga, padahal dia ingin berbincang dan membahas banyak hal yang mengganjal di kepalanya sejak dulu.
"Aku tidak habis pikir, gadis aneh dikelasku waktu SMP itu bisa membuat Lean sampai segitunya. Namanya saja sudah aneh, Luisa Umbrella, setiap kali ditanya kenapa namanya ada Umbrellanya, dia hanya nyengir sambil menjawab, 'Karna aku Umbrella, yang bisa melindungimu dari hujan dan bisa juga melindungimu dari terik matahari' dia benar-benar aneh dan juga sangat manis."
"Tapi.. saat kau pergi ke New york, Lui menghilang tanpa jejak, tak lama kemudian Lean juga memilih menghilang."
"Pergilah. Aku sedang tidak ingin mendengar suaramu." Kata Karel. Dia malas mendengar nama gadis masa kecilnya yang membuatnya hidup tak bahagia hingga sekarang. Dia memiliki banyak uang dan harta berlimpah, dan juga terkenal sangat pintar dan cerdas di dunia bisnis, banyak wanita yang mengejarnya, tapi gadis bernama Luisa Umbrella itu membuatnya tak bisa memasukkan wanita lain di hatinya dan membuatnya tak bisa bahagia. Yang lebih parah lagi dia sempat dikabarkan tak selera perempuan alias homo, berita itu membuatnya murka dan menuntut ke pengadilan bagi siapa yang berani mengatainya seperti itu.
"Padahal aku ingin cerita kejanggalan yang kurasakan antara gadis itu dan Lean karna aku sangat yakin Lean menyukainya. Tapi tampaknya Lean tidak pernah tau kalau Luisa itu sudah meninggal karna kangker otak."
Karel menutup leptopnya kasar. Matanya menatap tajam ke arah Sammy yang langsung terbatuk-batuk karna tatapan itu.
"Darimana kau tau hal itu? Luisa hanya pindah ke kota yang sampai sekarang tidak diketahui." Ucap Karel membantah keras pernyataan itu. Dia sudah capek mencaritahu dimana gadis itu, tapi beritanya simpang siur. Sebenarnya bukan kali ini dia mendengar kabar bahwa gadis bernama Lui itu sudah meninggal, hanya saja dia selalu membantahnya dan tidak mau menerima kenyataan bahwa berita itu benar.
"Kenapa kau seolah-olah mengenalnya? Kau mengenalnya?" Tanya Sammy bingung. Karna sepengetahuannya Karel tak mungkin mau kenal dengan gadis biasa seperti Luisa. Masih sangat terkenang dikepalanya gadis itu sosok yang menyenangkan di kelas dengan tingkah-tingkah anehnya.
Karel hanya diam, dia tidak mau menjawab ucapan Sammy itu.
Sammy mendengus. Tidak sehari dua hari dia mengenal Karel, dia tau arti diam Karel itu. Karel akan diam ketika dia tidak tau harus mengatakan apa, atau karna dia sedang berbohong akan suatu hal.
"Kau seolah-olah mengenalnya, padahal aku ini teman sekelasnya dulu. Kau dan Lean sudah pergi entah ke bagian dunia mana. Aku mendengar pembicaraan wali kelas kami dulu dengan ibuku saat tidak sengaja menguping di kantor guru. Kau tau sendiri ibuku kepala sekolah sekaligus pemilik sekolah jadi aku bebas keluar masuk kantor guru seenak jidat."
"Ku dengar walinya mengantarkan surat pengunduran diri ke sekolah, karna Luisa sudah tiada karna penyakit kangker otak. Tapi..."
"Stop Sam, aku tidak mau mendengar apapun lagi." Kata Karel menghentikan ucapan Sammy.
"Tapi aku ada satu hal yang mengganjal di otakku."
"Aku tidak mau dengar."
"Kau harus dengar."
"Pergi Sam, jika kau mengatakan satu kata lagi, aku akan menendangmu dari perusahan ini."
Sammy hanya bisa menghela nafas pasrah ketika Karel memakai kartu as itu untuk mengalahkannya. Mau tak mau dia keluar dengan perasaan tak enak karna belum sempat mengatakan hal yang ingin dia katakan.
Sammy menutup pintu ruangan kerja Karel. "Kau akan menyesal telah mengusirku seperti ini. Yang ingin kukatakan, aku menemukan setumpuk surat cinta untukmu di loker Luisa, disurat itu dia mengatakan tentang penyakitnya. Aku masih menyimpan surat-surat itu di lemari kamarku di rumah lama. Aku tidak berani memberitahu pada Lean karna aku yakin dia menyukai gadis itu. Aku takut kalian berkelahi hanya karna satu gadis." Setelah berbicara dihadapan pintu ruang kerja Karel yang tertutup, Sammy memiih pergi sambil tidak lupa membawa gelas tehnya yang masih tersisa sedikit.
******
Aley duduk di sofa yang ada di lobby untuk menunggu Lean, berharap lelaki itu menampakkan batang hidungnya agar dia bisa mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya. Karna bantuan cowok itu memasukkannya ke perusahaan itu membuat mamanya bersorak senang dan mengucap syukur berkali-kali.
Aley cepat-cepat berdiri ketika melihat Sammy hendak lewat didepannya.
"Selamat siang, kak Sammy." Kata Aley dengan senyumnya. Sammy sangat baik padanya jadi dia harus sopan dengan lelaki itu. Dan Sammy sendiri yang menyuruh Aley memanggilnya dengan sebutan kakak.
Sammy menghentikan langkahnya. "Ah, Aley sedang apa kau disini? Apa kau tidak makan siang?"
"Aku sedang menunggu seseorang. Aku ingin bertanya sesuatu pada kakak."
"Apa itu?" tanya Sammy.
"Kakak memberikanku kartu makan siang di Kafe kelas A perusahaan padahal aku cuma karyawan biasa. Aku tidak bisa makan siang bersama teman baruku karna harus berpisah tempat makan siang."
"Aku akan memberikan yang baru, tenang saja. Jadi kau bisa pakai keduanya." Jawab Sammy. Dia hendak pergi melanjutkan jalannya yang sempat terhenti, tapi kemudian dia mengurungkan niatnya dan berbalik lagi ke arah Aley.
"Ada yang ingin ku tanyakan padamu."
"Apa kak Sam?" Tanya Aley bingung.
"Apa kita dulu saling mengenal? Apa kau tidak asing denganku? Dan apa kau memiliki kembaran?" Tanya Sammy.
Aley menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menggeleng.
Sammy mengerti. "Jika kita memang pernah saling mengenal, pasti kau mengingatku." Setelah berbicara seperti itu dia benar-benar pergi melanjutkan jalannya lagi.
Aley hanya bisa mengerutkan keningnya bingung. Dia bertemu 3 pria tampan tapi tiga-tiganya seolah pernah melihatnya. "Apa ada yang mirip denganku?" Lirihnya.
*****
Aley hanya bisa menghembuskan nafas berat ketika dia melihat hujan yang turun sangat deras di sore hari dari dalam supermarket. Dia baru saja masuk ke dalam dan memilih-milih jajanan yang hendak dia beli tapi hujan tiba-tiba saja turun. Dan lebih sialnya lagi dia memarkirkan mobilnya sangat jauh, diujung parkiran.
"Hari ini benar-benar tidak mengenakkan. Aku menunggu Lean tapi dia tidak tampak sampai-sampai lupa makan siang, dan sekarang setelah aku ingin makan dan bersantai di rumah, Mama menelpon menyuruhku melakukan check up bulanan." Ucap Aley pelan sambil melihat hujan turun dari dinding kaca supermarket.
Setelah membayar belanjaanya dia menjauh dari kasir untuk mengeluarkan payung yang selalu dia bawa kemana-mana di tasnya. Payung mahal limited edition milik Zidi group yang hanya ada satu setiap tahunnya dan desainnya selalu berbeda setiap tahun.
Aley tersenyum lembut ke arah payungnya. "Hey payung, aku mendapatkanmu dengan susah payah, hampir menjual ginjalku sangking mahalnya. Untung saja teman mama membantuku untuk mendapatkanmu." Ucapnya seperti orang gila berbicara dengan payung yang merupakan benda mati itu.
Aley melirik logo perusahaan Zidi Group yang ada di payung itu, dia tersenyum lagi karna dia bekerja di perusahaan itu sekarang.
Tak mau berlama-lama berada di supermarket itu dia memilih keluar, karna orang-orang yang mengenal payung mahal itu meliriknya dari atas sampai ke bawah, pastinya orang-orang itu berpikir mangapa orang berpenampilan biasa sepertinya mau menghabiskan uang hanya untuk membeli payung.
Aley mengerutkan keningnya ketika dia menangkap sosok yang dia kenal berdiri bersama dua orang pemuda, yang satu berpenampilan seperti sekertaris dan satunya berpenampilan seperti Bodyguard.
"Karel? Abangnya Lean?" Tanya Aley memastikan. Tapi sebenarnya dia sudah yakin bahwasannya lelaki itu benar-benar Karel, wajah yang sangat menawan milik lelaki itu sangat langka sehingga dia langsung mengenalinya.
Karel hanya melirik sebentar tak berniat. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya bahkan tubuhnya tidak bergerak sedikitpun untuk sekedar basa-basi.
Laki-laki berpenampilan seperti Bodyguard itu langsung bergerak untuk menghalangi Aley yang hendak mendekat.
"Dihh, Aku bukan orang jahat." Cibirnya. "Kau punya mobil kenapa berteduh disini? Tidak punya payung? Aku bisa meminjamkan payungku, tapi kembalikan karna ini sangat mahal." Aley hendak menyodorkan payungnya tapi lagi lelaki berpenampilan Bodyguard itu menghalanginya.
lelaki yang berpenampilan sekertaris itu melirik payung yang dipegang Aley. Dia sangat kenal payung itu, payung edisi tahun lalu yang desainnya khusus dibuat Karel sendiri. Desain pemandangan danau dengan burung-burung merpati dan punggung anak laki-laki. Gambar itu akan terlihat ketika air hujan menyentuh payung tersebut dan akan bercahaya ketika malam atau dikegelapan. Karel memiliki pasangan payung itu, tapi di payung milik Karel bukan punggung anak laki-laki melainkan punggung anak perempuan dengan rambut panjang. Karna desain itulah payung itu mahal di lelang dari sebelum-sebelumnya.
Karel juga melirik payung itu. Dia sedikit tidak menyangka gadis bernama Aleysia itu yang mendapatkannya, padahal di buku penjualanan tertulis nama seorang pria yang membelinya.
"Maaf, Tuan muda tidak membutuhkan payung anda." Jawab Bodyguard yang bernama Tendo dari badge name di bajunya.
"Baiklah-baiklah aku tidak memaksa. Semoga hari kalian menyenangkan." Kata Aleysia, lalu membuka payungnya untuk bersiap-siap pergi.
Mata Karel jatuh pada bordiran 'Umbrella' di bagian dalam payung itu. Dia tau bordiran itu tidak ada di versi aslinya. "Kenapa ada bordiran Umbrella?" Tanya Karel pelan nyaris tak terdengar dan sebenarnya ucapannya itu untuk dirinya sendiri.
Aley yang mendengar itu langsung menjawab. "Karna ini Umbrella." Setelah berucap seperti itu dia pergi jalan dibawah guyuran hujan yang tidak terlalu deras lagi. Payung itu sangat indah ketika air hujan membasahinya. Lukisan yang terlihat pada payung itu membuat karel ingin menjerit, dia ingin terlepas dari masalalu yang menghantuinya, masalalu dengan rasa bersalah yang sangat amat mengganggu dan menyiksanya sedemikian lama.
______________________
Tunggu kelanjutannya ya gaeesss :)