Bulan Madu

1342 Words
Bulan Madu Perlahan dia menciumku, memainkannya dengan lembut dan santai. Apa dia sudah mau memulainya, aku menikmati permainannya, kujulurkan benda panjang di mulutku, dia menerimanya dengan sangat ganas. Mengubah posisi kepalanya ke kanan dan kiri, di dorongnya tubuhku ke kasur. Kurangkul lehernya, menekan ciuman yang seolah-olah akan menjadi surga dunia bagiku. Dia memainkan dadaku dan tak mau kalah aku membuka kancing celananya dan mengeluarkan yang bersembunyi. Perlahan aku memainkannya dengan lembut, dia tersenyum memandangku dan kembali mencium pipiku bahkan sampai ke leher. Dia mengambil selimut untuk menutupi tubuh kami, dengan sigap dia merobek bajuku dan melakukan dengan kasar u, memutar dengan aneh benda panjang di mulutnya dan sesekali menggigitnya kecil. “Pelan ...,” pintaku dan dia semakin mempercepat permainannya, membuatku merasa tak nyaman lagi. “Kau menikmatinya bukan,” ucapnya kembali bermain dengan milikku yang di sebelah kiri, lalu tangannya memegang di sebelah kanan. Sayang sekali aku sedang datang bulan, jika tidak aku mau disentuh olehnya. Aku membuka jas, dan kemejanya. Kini kami telanjang. Dia melihatku dan aku melakukan sesuatu yang dia inginkan, miliknya sangat besar. Aku melihat ekspresi kenikmatan yang ditunjukkannya. Aku mempercepat gerakanku dan dia menciumku menatap dengan lembut. Aku memberhentikannya dan dia melihatku lagi sedikit kesal. “Posisi ini membuatku sulit,” ucapku dan dia mengganti posisi, kini aku yang di atas. Dengan cepat aku melakukannya kembali, dan tampak jelas dia menyukainya. “Aku ... suka ...,” ucapnya memakan bibirnya sendiri. Aku tersenyum dan menciumnya. “Aku belum puas,” ucapnya di sela-sela ciuman kami. Aku mempercepat gerakan tanganku dan entah kenapa dia memegang tanganku, aku melihatnya yang masih menahan rasa aneh. Dia tersenyum lalu menggerakkan tanganku sesuai instruksi tangannya. Dia mempercepat gerakannya membuat tanganku sakit dan dia tersenyum aneh menahan kenikmatannya sendiri. “Aku suka ...,” ucapnya dan aku langsung sedikit menjauh darinya, merasakan ada yang aneh. “Aku menyukaimu,” pekiknya mengangkat sedikit badannya, cairan miliknya menyebar ke mana-mana bahkan mengenai tubuhku. Dia membuka celananya dan kini hanya memakai boxer. “Tidurlah,” ucapnya. Dia tidak akan memasukiku kan? Sesuai permintaannya aku tidur. Tiba-tiba entah kenapa dia mengganti posisinya, seketika aku kaget melihat aksinya yang ingin memasukkan miliknya ke bagian atasku, apa dia gila. Sialan, dia melakukannya itu membuatku sedikit sulit bernapas. Namun, rasanya sepeti aneh, aku merasakan rasa yang luar biasa berbeda dari sebelumnya. Dari mana dia mempelajari hal ini? Dia benar-benar memang sudah gila. Kini tubuh kami sudah dipenuhi oleh keringat, bahkan kasur tempat kami tidur ikut merasakan sensasi nikmatnya permainan. Aku memegang milikku, permainan dia membuat seluruh tubuhku meronta. “Aku mau keluar,” ucapnya dan aku langsung menutup mataku sedikit. Semburan miliknya pasti akan mengenai wajahku. Tangan kirinya memegang kasur sedangkan tangan kananya mempererat genggaman. Dia bergerak dengan sangat cepat membuat badanku mengikuti irama pergerakannya. Dia kemudian meringis, dan benar saja seluruh cairannya terlempar ke wajahku. Dia langsung ambruk, dan memelukku erat, aku mengambi tisu basah untuk membersihkan wajahku. Bau cairan yang baru saja dikeluarkannya ini membuatku pusing. Warnanya yang bahkan aku tak bisa mendeskripsikan, dan kekentalannya. Untung saja tidak mengenai mulutku aku langsung membersihkannya dan membuang tisu sembarang. “Kenapa ... kamu tidak menjilatnya,” ucapnya masih mengatur nafas. “Tidak,” jawabku pelan yang masih mengatur napas. Dia tersenyum dan memeluknya erat lagi. Rasanya aku seperti bulan madu dengannya. “Kalian.” Chaing He langsung membalikkan badannya, dan menutupi mukaku dengan selimut. Apa mereka sudah datang dengan keadaan kami yang bahkan hanya menutupi setengah tubuh kami. Betapa malunya aku, jika Chaing He tak menutupku, aku pasti akan ketahuan. Chaing He bangkit dari atasku, dan aku merasakannya dia ada di sampingku sambil menutup wajah dan tubuhku. Aku mengintip dari selimut yang tipis ini, ada tiga orang di depan pintu tapi tidak jelas siapa itu. Satu orang berjalan ke arahku, apa dia akan melihat wajahku, jika aku ketahuan aku akan mati. “Siapa wanita ini?” ucapnya tampak jelas tangannya menyentuh selimut yang menutupiku. Dengan sigap Chaing He memelukku dan membuang tangan tersebut. “Dia adalah kekasihku, Anda tidak perlu melihatnya,” ucap Chaing He. Plak .... Suara itu, apa dia ditampar, karena masalah ini dia sampai menderita sendirian. Aku melihatnya memegang pipi sedangkan laki-laki tadi langsung menghampiri kedua orang yang ada di depan pintu. “Pertunangan ini batal, aku tidak mau anakku menikah denganmu,” ucapnya menutup pintu kuat. Aku membuka selimut yang menutupiku, melihat Chaing He yang memegang pipinya, aku mengelusnya. “Maaf, gara-gara ini kamu menjadi menderita,” ucapku mengelus pipinya yang memerah akan tamparan tadi. “Lebih baik aku ditampar berulang kali dari pada aku harus menderita menikah dengan orang yang tidak aku cintai sama sekali,” ucapnya dan entah kenapa hatiku menjadi luluh. “Ya sudah, ayo kita pulang,” ajakku dan dia menggelengkan kepalanya. “Kita di sini saja malam ini, Caroline sudah menyewa kamar ini,” ucapnya dan aku langsung menjatuhkan badannya ke kasur, aku tidur tepat di atas dadanya. Sambil melihat wajahnya dan mengelus pipinya. “Boleh aku memelukmu?” ucapnya dan itu cukup membuatku heran, kenapa dia berbicara seperti itu, apa otaknya tergeser akibat tamparan tadi. “Kenapa kamu bertanya, biasanya kan langsung peluk?” tanyaku dan dia tersenyum. “Kali ini aku mau merasakan bulan madu denganmu, jadi harus romantis bukan?” Entah kenapa aku terbuai oleh perkataannya. Aku menganggukkan kepalaku dan dia langsung memutar badanku ke samping dan memelukku. “Tapi aku kan sedang datang bulan, jadi kamu tidak bisa menyentuhnya,” ucapku dan dia tersenyum mengelus kepalaku. “Aku hanya ingin memelukmu saja, sampai esok pagi dan saat aku bangun kamu masih ada di sampingku,” ucapnya dan aku tersenyum memeluknya, sambil melihatnya. Dia menatapku dalam, mengelus pipiku, bahkan bibirku. Aku tahu dia akan menciumku, kututup mataku dan mengarahkan wajahku padanya. Dan benar saja dia langsung menciumku. Perlahan tapi pasti, dia memasukkan benda panjang di mulutnya dan memutar benda panjang di mulutku pelan. Mengabsen setiap gigiku. Begitu pun aku membalasnya, tak kala aku juga mengisap benda panjang di mulutnya membuatnya tersenyum miring. Diemutnya bibirku membuatku tak kuasa menahan aksinya, aku pun memeluk lehernya agar ciuman kami semakin mendalam, lagi-lagi dia tersenyum dan melayaniku dengan sangat bagus. Kuangkat kakiku ke atas tubuhnya membuat tubuhku menyatu ke tubuhnya. Dia mencium leherku bahkan memberikan tanda kepemilikan di sana. “Sakit,” pekikku saat dia mulai menggigit kecil. Tubuhku terasa panas padahal dia hanya menciumku saja, dia langsung memelukku dan mengecup keningku. “Ayo tidur,” ucapnya dan aku memejam matanya, dikecupnya lagi bibirku dan aku semakin memejamkan mataku. Aku membuka mataku, dan melihatnya memelukku erat. Apa selama tidur posisi kami seperti ini terus? Pantas saja rasa badanku sakit semua. Kulihat dia yang masih menutup mata. Kusentuh pipinya, merasakan lembut kulitnya, hidungnya yang mancung membuatku terhanyut lagi dalam ketampanannya. Aku harus segera membangunkannya, dia harus segera ke kantor dan mengurus masalah kemarin. Aku menggoyang tubuhnya dan meniup telinganya, tetap saja dia tidak mau bangun. Apa aku harus menyentuh miliknya lagi agar dia mau bangun? Saat tanganku sudah menjalar ke bawah, tangannya langsung menghentikanku. “Aku sudah bangun, jika kamu menyentuhnya bisa panjang nanti,” ucapnya tersenyum dan aku langsung melepas pelukannya. Aku langsung duduk melentukkan badanku, karena ini sungguh rasanya sangat pegal. Dia langsung mengecup pipiku. “Pagi, Sayangku.” Aku langsung mematung seketika dan dia menjulurkan benda panjang di mulutnya saat aku memeluknya. Dia seperti anak kecil saja. “Mandi sana, kamu harus mengurus masalah semalam,” ucapku dan dia malah tertawa. “Masalah semalam pasti sudah selesai, itu hanya masalah kecilnya,” ucapnya simpel. Masalah simpel ya, jika masalah seperti itu kecil masalah besarnya seperti apa? “Kamu yakin?” tanyaku lagi dan dia menganggukkan kepalanya. Terserah dia sajalah, dia orang yang punya, masalah seperti itu mungkin baginya hanya tumpukan sampah saja. “Ya sudah mandi sana,” ucapku lagi. “Malas, kalau kamu ikut baru aku mau,” ucapnya dan aku langsung pergi ke kamar mandi. Dia mengikutiku dari belakang sambil tersenyum, aku hanya bisa pasrah saja. Karena aku harus segera mengisi perutku, aku berhenti di depan kamar mandi. Dan menyuruhnya masuk terlebih dahulu, tapi dia menolak. Terpaksa aku masuk dulu dan kemudian dia mengikutiku dan langsung mengunci pintu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD