Kyra telah sampai di sekolah, ia memasuki gerbang sekolah dan menuju tempat parkir sepeda untuk memarkirkan sepedanya.
Lalu Kyra berjalan menuju kelasnya, karena kelasnya melewati lapangan otomatis Kyra juga melihat orang-orang yang sedang berada di lapangan.
Mereka adalah anak futsal yang tengah bermain futsal sembari menunggu bel masuk tiba. Dan diantara anak futsal tersebut terlihat Aldo yang tengah ikut bermain futsal.
Entah kebetulan atau bukan, tiba-tiba tatapan mata mereka bertemu. Kyra segera mengalihkan pandangannya, sementara Aldo malah menghampiri Kyra.
“Pagi,” sapa Aldo namun Kyra tidak menjawabnya.
“Cie tadi malam dimarahin ya sama bokap lo?” kata Aldo meledek sembari tertawa, “enak nggak kena marah?”
“...”
“Woi? Kok diem aja sih? Gue nanya sama lo kayak mana perasaan lo tadi malam kena marah dibentak-bentak gitu? Galak juga ya nyokap lo.”
“...”
“Makanya kalau gue minta temenin ke cafe tuh langsung temenin, jadinya lo kena marah kan' kayak tadi malam.”
“...”
“Woi? Kok lo diem aja? Sariawan kah?”
“Kita putus, Kak.” ucap Kyra dengan tegas.
“Hah?”
“Iya, Kak, kita putus.” kata Kyra mengulang apa yang ia katakan membuat Aldo agak sedikit tersentak mendengarnya.
“Coba lo katakan sekali lagi,” pinta Aldo yang masih tak percaya dengan apa yang Kyra katakan.
Dan untuk yang ketiga kalinya, akhirnya Kyra kembali mengatakan keputusannya yang sudah bulat tersebut.
“Kita putus, Kak.”
“Kenapa?” tanya Aldo yang berusaha untuk menunjukkan gaya sok coolnya supaya tidak terlihat terkejut di hadapan Kyra, “kenapa tiba-tiba lo minta putus sama gue?”
“Aku ngerasa kita nggak bisa sama-sama lagi, Kak,” ujar Kyra, “Kakak kan' anak hits di sekolah yang terkenal nggak kayak aku yang cuma anak nolep dan cupu,”
“Syukurlah, kalau lo ngerasa gitu. Gue juga sebenarnya malu sih punya pacar kayak lo. Selera gue jadi turun gara-gara sama lo, lo jelek sih nggak cantik kayak mantan-mantan gue. Tapi mau gimana lagi namanya juga taruhan gue sama lo.”
“Iya, Kak.”
“Apa ada alasan lain yang lebih logis dan mendukung alasan lo minta putus dari gue? Kalau alasan itu gue kurang percaya sih,”
“Ada, Kak.”
“Apa?”
“Aku juga kena marah Ayah aku. Ayah aku sebenarnya nggak memperbolehkan aku untuk pacaran. Aku capek Kak, kena marah terus.”
“Oh, jadi ceritanya lo nyalahin gue gitu?”
“Hah? Nyalahin apa, Kak?”
“Karena gue lo jadi kena marah terus-terusan gitu kan maksud lo?”
“Aku nggak bilang gitu ya, Kak.”
“Nggak mau gue.” ucap Aldo saat itu juga.
“Nggak mau apa, Kak?”
“Mutusin lo.”
Deg!
“Loh, kenapa?”
“Lo jangan ke-pedean dulu! Gue nggak mau mutusin lo bukan karena gue suka sama lo, no! Itu salah besar.”
“Terus?”
“Ya karena waktu perjanjian pacaran kita belum habis. Kan batasnya seminggu, kalau sekarang masih tiga hari nanggung.”
“Berarti jadinya sisa empat hari lagi ya, Kak?”
“Hm.”
“Ya udah kalau gitu, aku mau ke kelas.”
“Nggak,” tahan Aldo, “beliin gue permen sana, nih uangnya.”
“Kok aku?”
“Nggak usah pura-pura nggak tahu! Lo itu masih jadi babu gue! Buru sana beliin.”
“Nanti Kak, aku naruh tas dulu.”
“Nggak usah bawa aja kelamaan. Gue nggak suka nunggu-nunggu. Kalau udah beli, lo langsung ke kelas gue ya, gue malas di sini.”
Kyra menghela napasnya kasar lalu menghembuskannya dengan perlahan berusaha sabar.
Ia pun mengangguk dan mengambil uang yang Aldo berikan padanya.
“Cepetan woi! Udah jelek jalannya lambat pula. Cewek macam apa lo ini?” hina Aldo.
“Aneh, minta tolong tapi marah-marah.” kata Kyra dengan nada yang kecil.
“Woi, ngomong apa lo barusan?” teriak Aldo yang mendengar perkataan kecil Kyra.
“Eh? Nggak Kak, bercanda.”
“Buru!”
***
Kyra berjalan menuju kantin. Untung saja pagi ini kantin tidak terlalu ramai karena masih pagi hari.
Ia pun berjalan mendekati stand makanan lalu membeli permen yang Aldo maksud.
Sesudah membeli permen, jalan Kyra tiba-tiba melihat seorang siswi yang nampaknya merupakan mantan pacar Aldo menghampirinya.
“Oh, jadi ini yang namanya, Kyra? Jelek ya, kirain cantik. Kok Aldo mau sih pacaran sama lo?” ujarnya langsung menghina Kyra detik itu juga.
“Kenapa, Kak?” tanya Kyra berusaha untuk tetap bersikap baik-baik saja.
“Idih, kenapa kata lo? Jijik banget dengarnya. Orang kayak lo nggak pantes nanya ke gitu sama gue yang lebih cantik dari pada lo?”
Deg!
“Lo itu cuma jadi babu Aldo! Sadar kenapa sih? Nggak banget tahu nggak lihat lo sama Aldo!” sinis siswi tersebut lalu pergi meninggalkan Kyra yang membuat hari-hari Kyra dipenuhi dengan makan hati setiap harinya.
Tanpa sadar air mata Kyra menetes namun ia segera menyekanya.
“Kayaknya enak ya jadi orang cantik?”
Kyra berusaha untuk tidak memperdulikan kata-kata tersebut lalu pergi ke kelas Aldo untuk memberikan permen tersebut. Namun saat sampai di kelas Aldo, lagi-lagi Kyra mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan para siswi di kelas Aldo yang menatapnya tidak suka.
Tidak hanya tatapan namun Kyra juga mendengar bisikan mereka tentang hal buruk yang ada pada dirinya. Ia berusaha untuk tetap tegar di setiap situasi walaupun menyakitkan.
***
Saat jam istirahat.
Aldo berjalan menuju kelas Kyra untuk menanyakan perihal Kyra yang tiba-tiba menangis tadi pagi di kelasnya tanpa memberitahunya tentang apa yang terjadi.
Belum sampai kelas Kyra, Aldo melihat Kyra yang sedang duduk di depan teras kelas seorang diri sembari menatap tumbuhan. Ia masih memikirkan kenapa orang-orang memandangnya sebelah mata. Padahal apa yang kurang dari dirinya?
Aldo sedikit kasihan dengan apa yang Kyra alami saat teman-temannya menghina Kyra saat Kyra ke kelasnya tadi pagi. Namun tiba-tiba ia melupakan semua itu dan langsung kembali ke sifat aslinya.
“Ah? Apa peduli gue sama dia? Dia kan memang jelek jadi wajar dihina gitu.” katanya.
Lalu Aldo menghampiri Kyra dan meminta anak itu membelikannya makanan lagi di kantin. Padahal Kyra sedang menghindari kantin demi meredakan mentalnya.
“Woi, beliin gue makanan yang manis-manis dong. Nih uannya!” Aldo melempar uangnya tepat di depan wajah Kyra.
Entah kenapa pada saat itu juga Kyra mendapatkan sedikit energi keberanian.
“Kakak kenapa jahat sama aku sih, Kak? Kenapa memperlakukan aku kayak babu gini?” tanya Kyra.
“Karena lo jelek.” jawab Aldo santai.
“Kalau emang Kakak nggak mau lihat wajahku karena aku jelek, seharusnya Kakak jauh-jauh dari aku.”
“Gimana mau jauh? Lo kan babu gue. Udah sana buru beliin gue es!”
“Aku capek, Kak.” jujur Kyra yang terlihat sudah merasa lelah dengan sikap Aldo yang seakan tidak menghargai dirinya.
Brakkk!
Tiba-tiba saja Aldo menonjok dinding teras kelas Kyra yang membuat Kyra takut.
Aldo mirip seperti Anton yang suka memarahinya. Jika sudah seperti itu Kyra malah membayangi Aldo adalah Anton. Meski perlakuan Anton kepadanya bisa dibilang tidak sopan, tetapi Kyra tetap akan selalu menurut kepada Anton sebagai anak yang berbakti.
“Beliin gue, woi! Lo jelek nggak usah banyak tingkah! Lo babu gue!” hina Aldo kembali yang membuat Kyra tersenyum kecil.
“Iya, Kak. Jangan diperjelas lagi, aku udah tahu kok kalau aku jelek,” ucap Kyra berusaha untuk tidak menangis, “aku ke kantin dulu.”
Percuma...
Sekeras apapun Kyra melawan rasa takutnya pada akhirnya ia akan kalah juga. Karena fisik selalu di utamakan dibandingkan perilaku.
***