Matahari menunjukkan sinarnya kepada semesta yang ada di bumi untuk memberikan pencahayaan pagi.
Seolah mentari itu merangkak berjalan melewati celah jendela yang ditutupi dengan gorden.
Kyra sudah terbangun lebih dulu sebelum matahari itu menunjukkan sinarnya. Sebelum fajar memang Kyra sudah membuka matanya untuk segera menyelesaikan tugas dan pekerjaan rumahnya sebelum dirinya berangkat untuk pergi ke sekolah.
Kyra berjalan menuju saklar lampu lalu menghidupkan lampu tersebut. Ia melihat sang adik Keila yang masih tertidur lelap di atas kasur. Kyra dan Keila memang satu kamar karena rumah mereka yang hanya memiliki dua kamar saja.
Perbedaan Kyra dan Keila terletak pada sifat dan juga cara mereka bangun. Kyra selalu cepat dan sigap untuk bangun pagi lalu membereskan semua pekerjaan rumah dengan cepat, sedangkan Keila adalah kebalikan dari Kyra.
Ya, jika pagi hari begini Keila memang masih terlelap di alam bawah sadarnya. Tidak langsung bangun dan membereskan seluruh pekerjaan rumah ataupun membantu Kyra membereskannya.
Kyra menatap sang adik yang masih terlelap tidur dengan tatapan yang tidak mengisyaratkan suatu tatapan kebencian. Melainkan tatapan indah yang seolah-olah tatapan itu sangat menyayangi sang adik dan ingin mengayominya.
Ya, meskipun terkadang Keila kerap kali acuh dan bersikap tidak sopan kepada Kyra. Sang kakak tetap mau berbuat baik dan menjadikan sang adik prioritas utama di atas segalanya.
Kyra melihat jam yang menunjukkan pukul setengah lima. Lalu ia bergegas untuk beribadah kepada sang maha pencipta dengan mengambil air wudhu lalu segera melaksanakan sembahyang subuh.
Tak lupa Kyra setelah selesai sholat, Kyra mengangkat tangannya dan mulai berdoa untuk keselamatan, kesejahteraan, rezeki, dan semua hal-hal baik untuk seluruh keluarganya.
Meskipun terkadang Anton, Farah, dan Keila kerap kali berlaku kasar, semena-mena, dan membandingkannya dengan sang adik ataupun anak orang lain, Kyra tetap ingin berbuat baik pada mereka.
Karena sejahat-jahatnya keluarga, mereka juga mempunyai hati nurani yang baik. Hal itu terbukti dari mereka yang masih mau mengurus dan memberikan tempat tinggal yang layak untuk anaknya.
Ya, meskipun suka terkena amukan macan secara tiba-tiba tanpa adanya kesalahan dalam diri Kyra tetapi tetap saja Kyra selalu menyayangi seluruh anggota keluarganya tanpa terkecuali dan juga tanpa membeda-bedakan semuanya.
Sesudah sembahyang dan berdoa, Kyra memutuskan untuk membangunkan Keila untuk sholat subuh juga seperti dirinya.
“Kei... Bangun dulu yuk,”
“Keila...”
“Kei...”
“Sholat dulu, ayo Sayang.”
“Keila...”
“Tanggung kalau terlewatkan.”
“Bangun sebentar dulu yuk.”
“Nanti Kak Kyra bangunin lagi.”
“Ayo Sayang.”
“Bangun.”
“Kei—“
“Apaan, sih? Berisik banget elah! Bangun tinggal bangun ngapain ngajak-ngajak orang?” semprot Keila di tempat langsung yang baru saja bangun dari tidurnya karena Kyra yang membangunkannya.
“Bangun Kei, udah pagi,” ucap Kyra dengan nada yang halus dan juga memenangkan hati tidak seperti Keila yang pandai membentak seseorang yang lebih tua dibandingkan dirinya.
“Terus kenapa kalau udah bangun? Lo mau ngapain gue emangnya, hah? Bantuin lo selesaian pekerjaan rumah? Ogah banget kalau di suruh itu! Males gue!” ujar Keila yang sok tahu kalau Kyra membangunkannya dikarenakan Kyra meminta Keila untuk membantunya membersihkan pekerjaan rumah.
“Bukan Sayang, bukan itu.”
“Terus apa kalau bukan itu?”
“Sholat dulu yuk.”
“Ah, ngantuk!”
“Tahan, Keila. Sholat dulu.”
“Lo aja sana ngapain nyuruh-nyuruh gue?”
“Ya karena demi kebaikan kamu.”
“Terserah.”
“Heh, kamu ngg—“
“Ya udah iya!” potong Keila langsung saat itu juga dan bergegas mengambil air wudhu.
Kyra tersenyum melihatnya meskipun harus terkena bentakan dan amarah lebih dulu sebelum akhirnya sang adik menurut dengan apa yang ia katakan.
Baginya tidak apa-apa dirinya terkena masalah ataupun kata-kata yang tidak mengenakkan di indera pendengaran. Yang terpenting sang adik menurut dengan apa yang ia katakan. Karena sesungguhnya memang manusia harus bersyukur dan terus beribadah kepada Tuhan yang telah menciptakan manusia di bumi yang luas ini. Tidak ada alasan untuk tidak beribadah, karena manusia harus bersyukur masih diberikan umur yang panjang untuk terus beribadah dan membawa bekal untuk di hari yang abadi dan kekal nantinya.
***
Sesudah membereskan kamar dan kasurnya, Kyra kembali membersihkan rumahnya. Lalu ia melanjutkannya dengan memasak sarapan.
Kali ini ia tidak seceroboh kemarin yang menggoreng ikan hingga gosong dikarenakan panggilan telepon tak dikenal tersebut. Kyra sangat telaten dan bersemangat dalam memasak di dapur.
Tanpa di sadari, Anton tengah memperhatikan ketelatenan dan semangat Kyra yang berkobar-kobar.
Membuat mata hatinya tiba-tiba seakan terbuka sedikit namun hanya sedikit bukan seluruh mata hatinya.
Tak lama kemudian Kyra akhirnya selesai memasak sarapan. Keluarganya mulai duduk di meja makan lalu mulai menyantap makanan yang Kyra hidangkan untuk Anton, Farah, dan Keila.
Kyra mengira bahwa hukumannya kemarin belum selesai yang dirinya tidak diberi makan, ia berniat untuk pergi ke sekolah langsung.
Kyra mengambil tasnya lalu berjalan menghadap Anton dan Farah, ia mengulurkan tangannya meminta untuk bersalaman sebelum dirinya berangkat untuk pergi ke sekolah.
“Loh, mau kemana kamu?” tanya Farah.
“Mau berangkat sekolah, Bu.” jawab Kyra.
“Lah, kamu kan' belum makan dari tadi malam. Kenapa nggak makan dulu sebelum pergi berangkat ke sekolah?”
“Nggak apa-apa, Bu. Biar Kyra makan di sekolah aja.”
“Hemat kamu itu, Kyra! Kalau udah ada makanan di rumah ya makan lah! Ngapain beli di sekolah?” semprot Farah, “udah cepat makan!”
“B-Boleh emangnya, Bu?”
“Ya boleh lah! Kan kamu yang masak.”
“Makasih, Bu.” kata Kyra yang menurut untuk makan.
Kyra yang awalnya berpikir bahwa dirinya di asingkan ternyata malah salah besar. Sesudah sarapan dan ingin berangkat ke sekolah, tiba-tiba saja Anton memberikan uang saku berjumlah dua puluh ribu kepada Kyra yang bagi Kyra merupakan sebuah keajaiban.
“Loh, Ayah?”
“Ambil.”
“Untuk apa?”
“Ya untuk sangu kamu lah.”
“Ini terlalu banyak.”
“Ambil aja, biar kamu bisa jajan lebih.”
“T-tapi—“
“Udah sana pergi sekolah.”
“Makasih, Ayah.” ucap Kyra bersyukur.
Sebenarnya, ada apa dengan Anton yang tiba-tiba merubah sifatnya menjadi lebih baik kepada Kyra? Akankah sifatnya menjadi baik selamanya seperti ini?
***
Jam istirahat berbunyi, Kyra memutuskan untuk pergi ke kantin untuk membeli biskuit ringan untuk mengganjal perutnya.
Di kantin, ia bertemu dengan Aldo yang meminta dirinya untuk duduk di meja pojok kantin.
“Woi, sini!” panggil Aldo kepada Kyra. Kyra pun menurut karena takut.
“Ada apa, Kak?”
“Tolong belikan gue somay dong, sama es teh.”
“Sekarang, Kak?”
“Ya iyalah!”
“Tapi ramai, Kak.”
“Bodo amat, apa peduli gue kalau ramai? Udah buru sana beli! Nih uangnya!”
Kyra menghela napasnya perlahan lalu berjalan mengantre memecah kerumunan untuk membelikan Aldo somay.
Setelah selesai mengantre ia meminta untuk izin pergi dari sana namun Aldo tidak mengizinkannya. Aldo meminta Kyra untuk menemaninya di sana.
“Permisi Kak, aku izin ke ke—“
“Nggak.”
“Apa?”
“Lo di sini aja jadi b***k gue. Nanti gue mau makan batagor tolong beliin ya, tapi nanti abis gue makan somay.”
“T-Tapi—“
“Lo nggak nurut sama gue lo abis sama gue.”
“Baik, Kak.” jawab Kyra sembari menelan salivanya.
“Oh, ya, btw yang nelepon lo semalam itu gue.”
“Hah?” beo Kyra langsung saat mendengar pengakuan Aldo, “Kak Aldo tahu dari mana nomorku?”
“Kepo amat.”
“Kak?”
“Entar malam kalau gue telepon angkat ya, buat nemenin gue gabut lo kan pacar gue.”
Hening.
“Ya meskipun lo jelek nggak menarik gue maklumi.”
“Nggak bisa Kak,”
“Nggak bisa apa?”
“Aku nggak bisa teleponan.”
“Kenapa? Lo punya cowok?”
“Bukan.”
“Terus?”
“Aku takut Ayah aku marah karena aku teleponan sama cowok. Jangan ya kak!” mohon Kyra kepada Aldo yang membuat Aldo semakin tertantang.
“Oh, jadi ceritanya lo ini anak strict parents ya? Okelah kalau begitu.”
“Oke apa, Kak?”
“Oke gue telepon.” tukas Aldo, “pokoknya lo harus nerima telepon gue malam nanti, nggak mau tahu gue!”
“Tapi Kak—“
“Kalau lo nggak nurut sama gue, lihat balasannya.” ancam Aldo yang membuat Kyra takut.
Deg!
***