Jika urusan pekerjaan rumah Kyra memang tidak usah diragukan lagi. Ia sangat cepat menangkap dan mengerjakan sesuatu dengan ikhlas.
Ya, sebenarnya sesuatu hal yang dikerjakan dengan ikhlas akan membuahkan hasil yang bagus pula dari apa yang kita kerjakan tersebut. Karena dengan rasa keikhlasan akan sesuatu yang kita kerjakan, itu dapat membuat diri sendiri menjadi senang melakukan pekerjaan tersebut tanpa adanya hambatan yang menghalangi.
Belum, Kyra belum memasak.
Sebelum memasak tentu saja ia harus menjemur pakaian terlebih dulu bukan? Jika tidak tentu saja Kyra akan kena marah lagi oleh Farah dan Anton.
Dia yang mencuci pakaian kenapa tidak dijemur juga olehnya? Nah, mungkin seperti itu cara kerjanya.
Setelah mencuci dan memeras seluruh pakaian, Kyra akhirnya melanjutkan pekerjaannya untuk menjemur pakaian.
Tanpa mengeluh dan meracau atau juga menyumpahi dalam hati, Kyra tetap sabar melakukan pekerjaan rumahnya tersebut.
Capek?
Lelah?
Lesu?
Itu sudah biasa baginya.
Semuanya akan terasa mudah bila kita mengerjakannya dengan ikhlas tanpa adanya paksaan. Ya, meski sebenarnya Farah memaksa namun Kyra tidak menganggap itu sebuah paksaan melainkan sebuah kewajiban yang memang harus ia laksanakan.
20 menit berlalu, sisa waktu 10 menit untuk dirinya memasak makan malam untuk keluarganya.
Sesudah selesai menjemur pakaian, Kyra berjalan untuk kembali ke dapur. Ia sudah bersiap untuk memasak.
Farah membeli beberapa sayuran seperti kangkung untuk Kyra tumis.
Kyra pun menyanggupinya. Setelahnya Kyra melanjutkan untuk menggoreng ikan sungai yang dibeli Farah tadi.
Setelah meracik semua bumbunya, lalu Kyra mencelupkannya ke dalam minyak panas. Sembari menunggu ikan itu matang tiba-tiba saja ponsel Kyra berbunyi dari dalam kamar. Karena tak ada yang mau membantunya untuk mengambil ponselnya, akhirnya Kyra pun memutuskan untuk mengambilnya sendiri dan meninggalkan dapur.
Kyra memasuki kamarnya dan melihat ponselnya berdering yakni pertanda bahwa ada sebuah panggilan masuk.
Di lihatnya nomor tidak dikenal tersebut yang masih berdering menelepon dirinya. Saat Kyra ingin mengangkatnya tiba-tiba penelepon ponsel tersebut mematikan sambungannya lalu berganti alih menjadi suara kemarahan Farah dari dapur yang terdengar sangat besar.
“KYRA IKANNYA GOSONG!”
“Apa? Ikannya gosong?” Batin Kyra dalam hatinya saat mendengar suara teriakan Farah yang berkata demikian.
“KYRA! IKAN YANG KAMU MASAK GOSONG CEPAT KE SINI!” teriak Farah kembali.
Kyra yang baru saja tersadarkan itu langsung meletakkan ponselnya dan segera berjalan menuju dapur.
Sesampainya Kyra di dapur, ia melihat sebuah asap yang keluar dari kerak wajan ikan yang ia masak barusan tadi disertai bau gosong menyengat yang tidak sedap jika tercium oleh indera penciuman manusia.
Ya, ternyata ikan yang barusan Kyra goreng tadi sudah gosong karena api kompor yang terlalu besar ia hidupkan.
Kyra tak berani menatap Farah yang terlihat sangat emosi dibuatnya. Ia sudah melipat kedua tangannya pertanda bahwa ia akan marah besar kepada Kyra karena telah membuat kekacauan yang Kyra tak sengaja di dapur karena mengangkat telepon dari kamarnya.
“Kamu saya panggilin dari tadi baru datang?”
Hening.
“Kamu ini punya telinga apa nggak sih, Kyra?”
Diam. Kyra tidak berani menjawabnya jika sudah seperti ini. Namun karena dirinya diam saja tak menjawab apa yang Farah katakan, hal itu malah membuat Farah murka meminta Kyra untuk menjawab apa yang ia katakan.
“Sekarang kamu nggak punya mulut ya, Kyra?” tanya Farah, “jawab saya!”
“P-Punya, Bu.”
“Sekarang jawab saya, fungsi telinga untuk apa?”
“Untuk mendengar Bu.”
“Lalu fungsi mulut untuk?”
“Berbicara.”
“Satu lagi, fungsi mata untuk?”
“Melihat.”
“Lalu jika fungsi mata untuk melihat kenapa kamu membiarkan ikan ini gosong? Mata kamu taruh dimana sih sebenarnya, Kyra? Saya ini nggak habis pikir sama kamu.”
“M-Maaf, Bu—“
“Maaf-maaf aja terus kamu dari tadi, tapi nggak ada tindakan yang kamu tunjukkan sampai-sampai ikannya bisa gosong begini. Benar-benar ya kamu Kyra, pusing saya sama kamu!”
Hening.
“Mau makan apa jadinya kalau sudah gosong seperti ini, hah?”
Di saat Farah tengah memarahi Kyra, Anton datang karena mendengar suara bising-bising dari dapur.
Anton bertanya perihal apa yang terjadi di dapur. Anton mengira bahwa makanan sudah siap sedia di atas meja makan, akan tetapi yang sebenarnya adalah makanan yang ia ekspetasikan di dalam otak pikirannya itu malah tidak ada melainkan gosong karena Kyra mengangkat telepon.
“Ada apa ini berisik bener kalian ini. Apalagi yang terjadi? Makanannya udah jadi emangnya?” tanya Anton kepada Farah.
“Boro-boro udah jadi, gosong iya yang ada.”
“Gosong?” Beo Anton.
“Ya lihat saja itu di atas wajan ikannya gosong sampai keluar asap begitu.”
“Siapa yang goreng?”
“Siapa lagi kalau bukan anak itu.” Farah menunjuk Kyra yang menunduk karena merasa bersalah.
“Astaga, Kyra! Apalagi yang kamu lakukan sampai-sampai bisa gosong seperti itu, hah?”
“Tidak, Ay—“
“Tidak apanya? Dia sibuk main HP tahu makanya sampai lupa kalau lagi goreng ikan.” potong Keila yang tiba-tiba datang.
“Main HP?” Farah bertanya entah kepada siapa.
“Iya, Kak Kyra main HP tadi aku lihat terus melalaikan masakannya.”
“Benar itu, Kyra?”
Kyra mengangguk membenarkan. Walaupun sebenarnya ia tidak bermain ponselnya melainkan hanya mengangkat panggilan telepon yang terputus tadi. Namun untuk mencari jalan aman, ia lebih memilih untuk tidak memperpanjang masalah dan menghentikannya saat itu juga walaupun jadinya ia yang terkena imbas dan kemarahan Anton dan juga Farah.
Saat Kyra mengangguk, kamu pasti sudah tahu apa yang terjadi. Ya, lagi-lagi Kyra terkena marah kembali.
***
Setelah kena marah untuk yang kesekian kalinya, akhirnya Kyra bisa menahan dirinya untuk tidak emosi ataupun melawan kedua orang tuanya.
Perkara ikan gosong tadi sudah selesai dengan telur ceplok yang menggantikan ikan tersebut.
Dan juga dengan amarah Anton dan Farah pun telah selesai juga karena Kyra mendapatkan hukuman lagi tadi yakni tak ada jatah makan. Ia seperti b***k pembantu rasanya, melihat anggota keluarganya makan dan dirinya tidak makan apapun walaupun itu ia sendiri yang memasak.
Namun Kyra menurut saja meskipun perutnya kelaparan, yang terpenting adalah permasalahannya sudah selesai dan anggota keluarganya sudah makan dengan perut yang kenyang.
Kyra melihat Keila yang sudah tertidur pulas, kini adalah waktunya untuk belajar. Tidak seperti sang adik yang langsung pergi tidur, Kyra memang dituntut untuk menjadi sempurna di semua keadaan.
Tak berselang lama setelah belajar, Kyra mengambil ponselnya untuk sekadar mengecek saja notifikasi yang ada di sana. Ponsel Kyra bukanlah ponsel mahal, ponselnya hanya ponsel pintar biasa yang dibelinya dengan tabungan pada saat hari raya.
Kyra melihat nomor yang meneleponnya yang membuat dirinya kena marah tadi. Nomor tersebut merupakan nomor yang tak ia kenal, namun mengapa saat dirinya ingin mengangkat telepon tersebut tiba-tiba sang penelepon memutuskan panggilan?
“Siapa dia?”
***