“Kemana aja kamu dari tadi, hah? Lama bener nggak ke sini-sini.” oceh Farah saat Kyra baru saja datang ke dapur.
“M-Maaf, Bu—“
“Maaf-maaf, itu aja yang bisa kamu katakan. Bukannya mengambil tindakan malah minta maaf terus,” kata Farah yang masih memarahi Kyra, “seharusnya kalau saya panggil itu langsung datang bukannya malah mengulur waktu.”
“I-Iya, Bu. M-Maaf, aku mengaku salah.” ujar Kyra dengan kepala yang menunduk lantai tak berani menatap Farah.
“Kalau lagi ngomong sama orang tua itu di tatap matanya. Bukan malah lihat ke lantai begitu. Kamu pikir saya berada di lantai apa bagaimana?”
“Iya, Bu.” Kyra akhirnya mendongakkan kepalanya dan memberanikan dirinya menatap Farah.
“Sekarang kamu cepat kerjakan semua yang ada di dapur ini. Mulai dari cuci piring itu sudah menumpuk, cuci baju, dan juga memasak.”
“Sekarang, Bu?”
“Ya iyalah sekarang! Masa tahun depan! Kamu ini sekolah atau nggak sih? Kok saya perhatikan lama-lama malah semakin nggak bener.”
“Maaf.”
“Nah, ini lagi malah minta maaf terus dari tadi. Capek saya dengarnya. Saya juga capek sama kamu. Punya anak kok nggak bisa diandalkan.” omel Farah yang membuat Kyra memilih untuk diam saja. Kyra lebih memilih diam daripada membuka suaranya. Seperti tadi contohnya, ia sudah berusaha untuk membuka suara dengan meminta maaf kepada Farah namun Farah malah memarahinya.
“Cepat kamu kerjakan semua pekerjaan rumah ini. Saya nggak mau tahu kamu harus selesai dengan batas waktu tiga puluh menit yang artinya adalah setengah jam. Jika lewat dari batas waktu yang sudah saya tentukan, kamu tahu sendiri kan' apa akibatnya kalau kamu tidak menurut apa yang saya katakan?”
Hening.
“Kamu akan saya kurung. Ya, itu hukumannya. Saya nggak mau tahu pokoknya secepat mungkin rumah ini harus kamu buat beres, kinclong, dan bersih secepat kilat. Perut saya juga sudah lapar dari tadi nggak makan-makan. Masak yang benar kamu, Kyra! Jangan ada bumbu yang kurang sedikit pun itu, dengar apa yang saya katakan?”
Hening.
“Heh, Kyra!”
“Iya, Bu?” ucap Kyra terkejut. Ia memang agak sedikit melamun karena terlihat mempunyai tekanan batin yang dirinya rasakan namun ia tak berani mengungkapkannya.
“Dengar nggak kamu apa yang saya katakan tadi?” tanya Farah kembali.
“Dengar, Bu.” jawab Kyra yang walaupun dirinya agak sedikit melamun namun ia tetap mendengarkan apa yang Farah katakan.
“Memangnya saya ngomong apa?”
“Ibu menyuruh Kyra untuk cuci piring, cuci baju, dan memasak secepatnya. Batasnya setengah jam dan Kyra nggak boleh melewati batas itu.”
“Tahu kan' apa konsekuensinya kalau kamu nggak tepat waktu?”
“Kyra akan dikurung.” ucap Kyra dengan wajah yang memelas.
“Benar, akhirnya sadar juga kamu,” kata Farah sembari tersenyum sinis penuh dengan kegembiraan, “ya udah sana cepat kamu kerjakan semua apa yang saya perintahkan pada kamu barusan tadi.”
“Baik, Bu.”
“Kalau sudah selesai tolong panggilkan saya, saya ada di ruang TV.”
“Siap, Bu.”
Setelahnya, Farah memutuskan untuk pergi dari sana meninggalkan Kyra sendirian yang tak tahu apa-apa. Malang sekali memang nasibnya, diperlakukan berbeda tak sewajarnya, selalu disalahkan di setiap keadaan padahal bukan ialah yang membuat kesalahan melainkan orang lain.
Kyra hanya menutupi kesalahan orang lain dan mengirim kesalahan orang lain tersebut kepada dirinya sendiri yang membuatnya suka terkena marah. Entah lah, Kyra memang sosok manusia yang baik dan memiliki rasa empati dan juga simpati yang tinggi kepada sesama dibandingkan dengan sang adik yaitu Keila yang malah tidak ada sama sekali.
***
Kyra akhirnya memulai untuk membereskan semua pekerjaan yang ada di dapur.
Pelan-pelan dan hati-hati Kyra mencuci tumpukkan piring di wastafel. Ia mencucinya dengan bersih seperti apa yang Farah katakan.
Setelah selesai membersihkan piring-puring kotor yang menumpuk, Kyra pun kembali melanjutkan pekerjaannya yaitu mencuci pakaian.
Jika banyak orang yang berpikir bahwa mencuci pakaian merupakan hal yang mudah dan tidak memerlukan tenaga serta keringat yang keluar. Sebenarnya itu adalah anggapan yang tidak benar atau salah total di mata Kyra.
Mengapa demikian? Karena di rumah susunnya itu ia tidak memiliki mesin cuci yang dibuat secara praktis untuk mempercepat hasil kerja cucian tanpa perlu mengeluarkan tenaga untuk mencucinya karena bersumber dari mesin yang tinggal memutar banyaknya pakaian dengan sendirinya tanpa adanya tenaga yang diperlukan untuk membantu mencuci pakaian tersebut.
Sedangkan Kyra, ia harus mencuci tumpukkan pakaian yang sudah menjulang tinggi tersebut dengan tangan kosongnya sendiri. Oh, ralat. Bukan hanya tangan kosong melainkan dibantu dengan sikat cucian saja.
Namun tetap saja, menyikat juga membutuhkan tenaga agar baju yang dicuci dapat bersih dan wangi.
Hanya butuh waktu 10 menit, akhirnya Kyra selesai mencuci semua pakaian yang menumpuk itu. Tentu saja Kyra mencucinya dengan bersih tidak asal-asalan.
Jika urusan pekerjaan rumah Kyra memang tidak usah diragukan lagi. Ia sangat cepat menangkap dan mengerjakan sesuatu dengan ikhlas.
Ya, sebenarnya sesuatu hal yang dikerjakan dengan ikhlas akan membuahkan hasil yang bagus pula dari apa yang kita kerjakan tersebut. Karena dengan rasa keikhlasan akan sesuatu yang kita kerjakan, itu dapat membuat diri sendiri menjadi senang melakukan pekerjaan tersebut tanpa adanya hambatan yang menghalangi.
Belum, Kyra belum memasak.
Sebelum memasak tentu saja ia harus menjemur pakaian terlebih dulu bukan? Jika tidak tentu saja Kyra akan kena marah lagi oleh Farah dan Anton.
Dia yang mencuci pakaian kenapa tidak dijemur juga olehnya? Nah, mungkin seperti itu cara kerjanya.
Setelah mencuci dan memeras seluruh pakaian, Kyra akhirnya melanjutkan pekerjaannya untuk menjemur pakaian.
Tanpa mengeluh dan meracau atau juga menyumpahi dalam hati, Kyra tetap sabar melakukan pekerjaan rumahnya tersebut.
Capek?
Lelah?
Lesu?
Itu sudah biasa baginya.
Semuanya akan terasa mudah bila kita mengerjakannya dengan ikhlas tanpa adanya paksaan. Ya, meski sebenarnya Farah memaksa namun Kyra tidak menganggap itu sebuah paksaan melainkan sebuah kewajiban yang memang harus ia laksanakan.
20 menit berlalu, sisa waktu 10 menit untuk dirinya memasak makan malam untuk keluarganya.
Sesudah selesai menjemur pakaian, Kyra berjalan untuk kembali ke dapur. Ia sudah bersiap untuk memasak.
Farah membeli beberapa sayuran seperti kangkung untuk Kyra tumis.
Kyra pun menyanggupinya. Setelahnya Kyra melanjutkan untuk menggoreng ikan sungai yang dibeli Farah tadi.
Setelah meracik semua bumbunya, lalu Kyra mencelupkannya ke dalam minyak panas. Sembari menunggu ikan itu matang tiba-tiba saja ponsel Kyra berbunyi dari dalam kamar. Karena tak ada yang mau membantunya untuk mengambil ponselnya, akhirnya Kyra pun memutuskan untuk mengambilnya sendiri dan meninggalkan dapur.
Kyra memasuki kamarnya dan melihat ponselnya berdering yakni pertanda bahwa ada sebuah panggilan masuk.
Di lihatnya nomor tidak dikenal tersebut yang masih berdering menelepon dirinya. Saat Kyra ingin mengangkatnya tiba-tiba penelepon ponsel tersebut mematikan sambungannya lalu berganti alih menjadi suara kemarahan Farah dari dapur yang terdengar sangat besar.
“KYRA IKANNYA GOSONG!”
***