“Mau ke mana, ini, Kak?” tanya supir taksi yang sejak tadi mengantarku keliling tanpa tujuan. Aku memang langsung menghentikan taksi begitu keluar apartemen Mas Kian. Mau mengendarai motor sendiri, aku tidak berani. Pasalnya, kondisiku sendang kacau. Melamun sedikit saja, aku bisa mencelakai orang lain. “Muter aja dulu, Pak, terserah mau ke mana. Yang penting masih area kota. Saya lagi pengen nikmatin angin malam.” “Tapi ini tarifnya semakin lama semakin tinggi, Kak. Enggak papa?” “Enggak papa. Sampai sejuta pun enggak masalah,” balasku pelan sembari terus menatap luar jendela. “Ya sudah kalau begitu. Mau saya putarin musik?” “Enggak, Pak. Enggak perlu.” “Baik.” Saat ini entah kenapa air mataku tidak bisa keluar lagi. Entah tidak bisa, atau alam bawah sadarku masih menahannya. Tadi