Bab 2

1199 Words
Saat acara sudah selesai, Narendra langsung memasuki ruangannya. Ia sudah tak sabar untuk bekerja. Tentu dengan tujuan tidak ingin mengecewakan kedua orang yang sudah sangat memercayainya. "Pak Cokro, bisa ikut saya ke ruangan?" Pak Cokro adalah asisten pribadi yang diwariskan juga oleh sang ayah pada Narendra. "Baik, Pak Narendra. Mari, silakan, Pak!" Pak Cokro mengekor pria yang usianya jauh di bawahnya itu dengan patuh. Derap sepatu mereka memenuhi lorong sepanjang ruang rapat utama sampai ke ruang direktur. Narendra mulai meminta berkas penting yang harus dipelajarinya. Terutama tentang keuangan. Ia harus bisa memeriksa kesehatan finansial perusahaan itu. Tentu saja hal itu menjadi sangat utama karena sukses tidaknya karier seseorang akan diawali dari sehat tidaknya kondisi keuangannya. Dalam hal ini karena Narendra seorang pemimpin, maka ia harus memastikan keuangannya perusahaan itu sehat, sebelum memutuskan untuk memulai langkah baru. Untuk itu, di sinilah ia, duduk di kursinya, menghadapi sebuah laptop dengan tumpukan berkas fisik yang sudah dicetak dan ditandatangani sang ayah. Tok tok tok! Sedikit terganggu konsentrasi pria itu mendengar ketukan. Akan tetapi, ia tetap mempersilakan si pengetuk untuk masuk. Seulas senyum disunggingkan seorang office girl dengan nampan berisi kopi yang masih berasap. Ia meletakkan cangkir tersebut di meja yang tidak terlalu dekat dengan tumpukan berkas atau pun laptop karena khawatir justru akan tanpa sengaja tersenggol oleh bosnya. Sang OG memandang ke arah pria berjas itu dengan seraya berkata, "Kopinya, Pak." "Terima kasih," ucap Narendra, "ehm, di pantry ada roti manis, tolong kamu kasih siapa aja yang mau sarapan." "Untuk karyawan?" tanya perempuan itu. "Iya, untuk siapa aja. OB, OG, CS, siapa aja," kata Narendra dengan semangat. "Terus kalau kalian suka, tolong bilang ke saya, biar besok saya bawa lagi." Narendra tersenyum. Gadis di hadapannya sampai geleng-geleng, tidak menyangka bos barunya akan sebaik itu. Baru kali ini ia mendapati bos yang begitu baik. Sudah begitu tampan pula. Kira-kira seperti itu yang terlintas dalam benak si perempuan. Lalu, hal itu membuatnya menjadi semakin semangat bekerja. Semangat pula untuk segera bercerita tentang kebaikan bos baru kepada teman-temannya. Pasti akan jadi perbincangan seru. Hitung-hitung untuk penghilang lelah dan kantuk. *** "Eh, Pak Narendra itu perhatian banget sama karyawannya, ya?" Si OG yang bernama Santi itu mulai membicarakan kebaikan Narendra kepada temannya. "Roti yang tadi dibawa sama Mas Arman itu buat kita." "Masa?" "Iya, tadi pas aku ngantar kopi, Pak Narendra pesan begitu. Dikasih siapa aja yang mau sarapan. Aku sampai nggak percaya." "Kok ada bos seperhatian itu ke karyawan?" "Aku juga nggak tahu." Santi mengedikkan bahu. Haruskah kebaikan itu beralasan? Sepertinya tidak, kan? Begitulah, Narendra menjadi trending topic di kantor. Hampir setiap karyawan membicarakan kebaikan bos baru itu. Menurut mereka perhatian Narendra di luar batas kewajaran. Bos-bos lain tidak ada yang mau bersusah payah membawakan roti untuk sarapan para karyawan. Ini justru kebalikannya. *** "Kali ini saya minta tambah." "Bonus?" "Bukan. Saya ordernya nambah. Jadi 200." Narendra kembali ke toko roti milik Diandra keesokan harinya karena para karyawan cocok dengan rasanya. Hari ini tentu ia ingin membawakan roti-roti itu lagi. Ia bahagia mendapati rotinya ludes di kantor. "200?" Narendra mengangguk. "Ada, kan?" Mata laki-laki itu menatap lekat tepat ke manik hitam Diandra. Ada senyum manis yang mengikuti tatapan itu. Tanpa dikomando jantung gadis berkacamata tebal itu berlompatan. Ia mati-matian menjaga agar dirinya tidak kabur karena grogi. Peluh merembes dari pori-pori kulitnya tanpa permisi. "Nggak." "Nggak ada?" Narendra mengangkat alis. Tidak percaya dengan jawaban itu. "Maksud saya, sekarang belum siap kalau segitu," jawab Diandra sambil mengatur ritme detak jantungnya, "tapi kalau Bapak mau, nanti siang bisa balik lagi," lanjut Diandra. Itu kalimat panjang pertama yang berhasil dilontarkannya. Ya, Diandra mampu mengendalikan diri. "Oh, begitu." Narendra mengangguk-angguk. "Bagaimana kalau diantar ke kantor?" "Oh, bisa ... bisa," sahut Diandra. Ia justru senang karena bakal tahu tempat di mana Narendra bekerja. Anggap juga sebagai alasan agar Diandra sedikit dapat melihat pemandangan di luar sana. "Oke, kalau gitu saya bawa seadanya. Ini kartu nama saya." Narendra menyerahkan kartu nama pada Diandra. "Nanti bisa, kan, antar?" Gadis itu membaca alamat yang tertera di kartu nama. Sebuah kantor yang tidak terlalu jauh dari tokonya. Mungkin sekitar setengah jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Ia mengangguk. "Nanti saya antar," janji Diandra mantap. Narendra membayar semua pesanan. Seperti biasa, Diandra mengemas roti-roti itu dengan kardus. Kemudian ikut membawanya ke mobil Narendra. Diandra begitu senang bisa bertemu Narendra lagi. Narendra pamit dan perlahan meninggalkan toko roti Diandra. Senyum gadis itu masih di sana, meski si pelanggan tampan sudah beberapa menit berlalu. Bunga-bunga sepertinya makin banyak bermunculan di hati Diandra. Setelah kesadaran gadis itu pulih, ia segera masuk kembali ke toko. Ketiga karyawannya masih berkutat dengan oven dan adonan. Masih dengan senyum riangnya, Diandra langsung mengecek oven. Ia tampak mengeluarkan beberapa loyang roti sisir. "Yang kemarin datang lagi, Mba?" tanya Mela yang sedang mengoles permukaan roti-roti panas dengan mentega. Hal itu dilakukan agar roti tetapi lembut dan enak meski sudah dingin. Matanya tak beralih dari loyang. "Iya. Roti manis kita langsung habis. Siapin bahan roti manis lagi, deh, Mel!" "Itu juga lagi ngoven, Mba," jawab Alia. "Ngoven berapa? Orderan Si Bapak kurang 75. Kayaknya harus ngadon lagi." "Roti manis cuma sekitar 35. Rasa keju semua," jawab Alia. Itu artinya mereka harus membuat adonan agar pesanan bisa dibuat. Mereka segera mempersiapkan pembuatan roti manis lagi. Diandra tidak mau pelanggan kecewa apabila pesanan tidak selesai tepat waktu. Dengan semangat penuh, Diandra mulai menimbang bahan. Dua jam berlalu dan roti manis pesanan Narendra sudah matang. Sambil menunggu dibungkus, Diandra memilih untuk sarapan. Ia membeli bubur ayam yang mangkal di seberang toko rotinya. Diandra memang tidak biasa sarapan terlalu pagi. Kebiasaan itu sudah berlangsung sejak ia kecil. Mama dan papanya sampai memaksa untuk sarapan sebelum berangkat sekolah. Diandra selesai sarapan, rotinya pun telah siap diantar. Ia memanasi motor dan menyiapkan tali untuk mengikat dus-dus itu di jok belakang. Dibantu Mela, ia mengikat dus itu dengan kuat tanpa merusak isi di dalamnya. "Aku antar ini dulu, ya," pamit Diandra. "Ati-ati, Mba." Mela melepas kepergian bosnya dengan sedikit tidak enak hati. Harusnya bos tidak mengantar pesanan. Hanya saja dari ketiga karyawati di sana tidak ada satu pun yang bisa membawa kendaraan. Kalau dipikir-pikir, Diandra terhitung rugi. Ia masih harus mengantar pesanan sendiri, meski ada pegawai. Setengah jam berselang, Diandra sampai di gedung menjulang yang entah memiliki berapa tingkat. Ia menuju lobi, kemudian menyerahkan dua dus berisi roti manis pesanan Narendra kepada pegawai cantik bersanggul rapi di meja resepsionis. Niat hati ingin cepat pulang, tetapi takdir berkata lain. Narendra kebetulan sedang melintas dan melihat Diandra ada di sana. Narendra berdiri di hadapan Diandra. Jarak keduanya begitu dekat hingga aroma maskulin dari tubuh berbalut kemeja hitam itu terendus oleh indera penciuman Diandra. Hal itu seolah-olah membuat sarag di tubuh gadis itu sedikit melemas. Sebuah reaksi berlebihan yang lagi-lagi dirasakannya saat berhadapan dengan Narendra. "Karyawan saya rata-rata suka roti kamu." "Saya sangat senang, Pak," jawab Diandra. "Mumpung Mba masih di sini sekalian saya pesan buat besok pagi, bisa?" "Tentu." Diandra benar-benar merasa sangat bahagia. Tuhan, aku sangat bahagia, terima kasih. Diandra tidak sadar bahwa ia tersenyum sendiri dan Narendra masih di sana. Beberapa menit kemudian, Diandra seperti jatuh dari kayangan. Terlempar ke aspal dengan banyak mata yang tertuju padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD