BAB 2

1428 Words
Setelah merasakan berbagai masalah yang melelahkan di luar, kuketuk pintu dengan perlahan, seorang wanita berusia sekitar lima puluh tahun membuka pintu sambil tersenyum. "Kau terlambat sekali, Nak?" tanya-nya khawatir. "Maafkan Anna, Nek. Tadi atasan Anna memaksa Anna buat jadi model di pameran busana miliknya, memamerkan gaun terbarunya, makanya sampai pulang malam," ucapku merasa bersalah. "Memangnya model yang biasanya memamerkan baju atasanmu kemana, Nak?" tanya nenek Darmi, heran. "Kecelakaan, Nek," jawabku kasihan. "Astagfirullah hal adzim ... ya sudah, kamu masuk, gih! Langsung makan, sudah nenek siapkan, Kau tidak perlu khawatir, Sayang. Alice sudah terlelap," ucapnya membuatku lega. "Terima kasih, Nenek. Apa jadinya jika Anna hidup tanpa, Nenek," ucapku tulus dari lubuk hatiku yang paling dalam, jika tidak ada nenek Darmi, hidupku pasti tidak akan tenang karna mengurus Alice sendirian. "Sudah cukup, jangan membuatku menangis, Nak. Itu memang tugasku, bukan? Dan kau juga harus memberiku bonus karna sudah berperan menjadi model, bayaranmu pasti banyak, bukan?!" ucapnya menggodaku. "Tentu saja, Nek. Pasti," ucapku sembari tersenyum memeluk tubuh rentanya. Setelah menyampaikan beberapa nasehat, nenek Darmi pergi dan meninggalkanku seorang diri di rumah. Beliau adalah pengasuh putriku yang sangat aku hormati karna kebaikannya. Saat nenek Darmi sudah tidak terlihat batang hidungnya, aku kembali kesal karna ingat dengan ciuman Rama. Pria yang pernah jadi suami kakak kandungku, Ani. Pria itu pernah jadi kakak iparku sekaligus pria yang berarti dalam hidupku tapi sekarang tidak lagi!! Setelah dia menikah dengan kak Amel dan membuat kakak kandungku Ani bunuh diri, hubungan kita sudah putus!! Kalaupun ada, itu hanyalah permusuhan semata!! Aku sangat membencinya!! Keterlaluan!! Mengingatnya membuatku merasa sesak!! Andai dia tidak selingkuh dengan kak Amel dulu! Kakak kandungku Ani pasti masih hidup!! Tidak akan bunuh diri. Tapi sekarang!! Karna perselingkuhannya kakak kandungku Ani tiada. "Hiks--" tanpa terasa air mataku menetes. Aku sungguh kesal jika mengingat pengkhianatannya pada kakak. Tak hanya itu dia juga mengkhianatiku juga. "Keterlaluan!! Semoga aku tidak bertemu denganmu lagi, Rama. Kau sangat menjijikkan," umpatku kesal. Berusaha menghilangkan kekesalan, aku masuk ke kamar Alice guna melepaskan kesedihan. "Hai, Sayang ... Kau sudah tidur? Mimpi indah, Putriku," ucapku dengan penuh kasih sayang. Aku mengecup dahinya dan setelah itu langsung melepas baju buat mandi sebelum tidur. Tapi belum sempat aku masuk ke kamar mandi, kudengar suara seseorang tengah mengetuk pintu dari pintu depan. "Ya Allah ... apakah nenek Darmi ketinggalan sesuatu? Aku harus segera membukanya," gumamku dan langsung meraih handuk buat menutupi badan telanjangku. Suara ketukan itu semakin keras, karena tidak sabar, aku berlari dengan cepat dan langsung membuka pintunya setelah sampai. Tapi setelah terbuka .... "Apakah ada yang ketinggalan, Ne--" ucapku langsung diam saat tahu dia adalah Rama. Nafasku terasa sesak, pria brengsek itu menatapku dengan tajam. "Mau apa, Kau?!" seruku tidak suka. "Heh! Selain menjadi model! Apa kau biasa memasukkan seorang pria ke dalam rumah?" tanyanya, sinis. "Bukan urusanmu! Pergilah, Pria bodoh!" ucapku dan langsung menutup pintu tapi ditahan olehnya, aku mendorong sekuat tenaga tapi sekuat tenaga itu pula Rama mendorong pintunya, karna saking kerasnya, aku terdorong ke belakang dan jatuh ke sofa. Handukku berantakan. "Sudah cukup, Anna!! Jangan main kucing-kucingan lagi!! Aku lelah dengan sikap burukmu!! Di mana, Alice?!" tanya-nya tajam. "Aku tidak tahu!! Pergilah!!" teriakku lebih emosi. "Aku tanya sekali lagi! Dimana, Alice?!" "Aku tidak tahu!! Kau dengar?! Aku tidak tahu!! Lagipula ayah macam apa kau ini?!" ulangku, emosi. "Maksudmu?!" Rama tidak sabar. "Kau sama sekali tidak mengetahui keberadaan anakmu, kan?! Sangat memalukan. Ayah macam apa kau ini?!" ejekku sengaja mengulang perkataan membuat Rama marah. Rahangnya terlihat mengetat. Aku bisa lihat dari pancaran matanya kalau dia benar-benar sangat marah. Dia menutup pintu ruang tamu dan menguncinya dari dalam. "Kau benar! Aku adalah ayah yang tidak berguna!! Tapi bagaimana dengan dirimu, Anna?!" ucapnya sambil mengurung tubuhku yang jatuh terlentang di sofa. Dia berbaring di atasku sementara tangannya menahan di kanan dan kiri tubuhku. "Maksudmu?!" seruku gantian geram. "Kau lebih jahat dariku, Adik ipar. Kau culik seorang putri dari ayahnya dan berusaha buat memisahkannya dari keluarga!! Apa tindakanmu ini, benar?! Kau sudah dewasa, bukan?! Jadi tahu mana perbuatan salah dan mana perbuatan benar!!" ucapnya membuatku cemas. "Aku tidak peduli!! Apa mau-mu?!" tanyaku tajam. "Aku akan merebutnya darimu, Adik ipar!" ucapnya menekan dan tegas. "Jangan harap, Tuan Rama! Aku tidak akan membiarkannya," desisku tajam menatap matanya. "Apa hakmu melarang niatku, Adik ipar?" tanya-nya tajam. "Karna aku adalah ibunya! Apa kau bodoh!!" "Ibu?! Ibu darimana, Sayang? Menikah saja kau tidak mau!! Bagaimana mau memiliki putriku?!" ejeknya menertawakanku. "Terserah apa katamu, Tuan Rama. Pergilah!" usirku tidak suka. "Aku memang akan pergi!! Tapi dengan membawa Alice," ucapnya tidak mau dibantah. "Tidak!! Jangan harap, Tuan Rama." "Apa kau mau aku melaporkanmu pada polisi?!" ancamnya membuatku diam, aku memang ibu angkatnya Alice. Tapi bukan berarti harus menyerahkan dia pada Rama juga. Ayah sepertinya tidak pantas merawat Alice. "Ya, Allah ... Hamba harus bagaimana?" batinku cemas menatap Rama. "Kenapa diam, Anna?" tekannya mulai memelankan suaranya. "Aku lelah, Tuan Rama. Pergilah," lirihku malas berdebat dengannya. "Kalau kau lelah, maka tidurlah! Besok kita bahas masalah Alice," ucapnya masih ingin mengambil Alice. "Apapun yang terjadi, Alice akan tetap bersamaku, Tuan Rama. Menyerahlah," ucapku berusaha menghindar dari pandangan matanya. Aku sangat lelah. Selain belum makan sejak tadi, kepalaku juga terasa pusing, Rama di atasku dan semakin intim menekan tubuhku. Ingin menghindar dari tubuhnya tapi tidak bisa. Melawan hanya akan menjadi bahan tertawaannya saja, tak mampu lepas dari tenaga kuatnya. Aku dan Rama saling diam. Kurasakan Rama mendekatkan wajahnya ke bibirku dan dia pandangi bibirku dari jarak satu centi. "Anna ...." "Ya," jawabku malas. "Apa kau akan memukulku lagi jika aku mencium bibirmu?" tanyanya, perlahan. "Bukan hanya memukul, Aku akan membunuhmu, Tuan Rama!" jawabku menghindar dari tubuhnya tapi tidak bisa. "Mengapa kau begitu sangat membenciku, Anna? Bukankah kau sangat menyayangiku saat jadi kakak iparku, dulu?!" tanyanya lagi, sambil memalingkan wajahku dan langsung menatap mataku lekat. "Karna kau adalah seorang pengkhianat, Tuan Rama. Kau mengkhianati kakak kandungku Ani dan berselingkuh dengan kak Amel. Kau membuat kakak kandungku Ani bunuh diri! Mengerti?!" jawabku langsung meneteskan air mata. "Aku tidak membunuhnya, Anna ...." "Ya!! Kau memang tidak membunuhnya!! Tapi kau yang menyebabkan dia bunuh diri, bukan?!" isakku tersiksa. "Anna ... bisakah kita memulai segalanya dari awal?" tanyanya penuh perhatian. "Tidak!! Meski kau tiada!! Aku tidak akan sudi memaafkanmu apalagi memulai segalanya dari awal denganmu! Aku sangat membencimu!! Akan lebih baik jika aku kabur lagi dan menghilang dari kehidupanmu!! Mengerti?!" tolakku, emosi. Rama terdiam, malas menatap matanya, aku memejamkan mata sambil menangis ingat kepergian kak Ani. Aku juga tidak bisa melupakan saat-saat indah kita saat masih bersama hidup di dunia, makan es cream bersama, menggoda Alice dengan menciumi perutnya, dan yang terindah saat kita liburan dengan kak Rama yang menjaga kita. Sekarang!! Jangankan menjaga! Kak Rama hanya bisa menyakiti hatiku saja. Kak Ani .... Aku merindukanmu .... "Anna--" kecupan bibir Rama di bibirku, membuyarkan lamunanku. Karna terlalu terkejut, aku tidak sempat menghindar darinya. "Kau jangan bersikap seperti anak kecil, Anna. Dewasalah! Kau lapar bukan? Mari makan," ajaknya berubah sangat lembut. Memang seperti itulah sikapnya, berubah-ubah seperti bunglon. "Aku memang lapar, Tuan Rama. Tapi sekarang tidak lagi," ucapku sembari mengusap airmata. "Sudah aku bilang berkali-kali!! Lupakan masa lalu dan hiduplah dengan damai, jangan kabur kemana-mana lagi, Anna. Bagaimanapun juga! Aku pasti akan menemukanmu!" ucapnya semakin membuatku sesak. "Mungkin mudah bagimu melupakan kak Ani, Tuan Rama!! Tapi tidak denganku. Aku sangat mencintainya melebihi nyawaku sendiri. Lebih baik kau pulang sekarang dan urus istri barumu yang sudah seperti jalang itu!" ucapku murka. "Jaga bicaramu, Anna!! Amel adalah orang yang baik," ucapnya tidak suka. "Ya, bagaimanapun juga, dia pasti sudah memuaskan nafsu liarmu itu berkali-kali, bukan?! Mana mungkin dia wanita tidak baik!! Kalau boleh memberi saran, pulanglah dan nikmati jalangmu itu sampai kau merasa puas dan tidak bisa bangun dari tempat tidur!! Menjijikkan!! Kalian sama-sama tidak bermoral--" PLAKKK!! Belum sempat aku menyelesaikan cacian, Rama menampar wajahku dengan keras, sangat panas dan perih. "Jaga bicaramu, Anna!! Aku tahu kau sangat membenci Amel. Tapi tidak dengan cara menghinanya seperti ini!! Kau seorang wanita, bukan?! Seharusnya kau bisa menjaga mulutmu dengan baik!" ucapnya membuatku tegang. Aku tidak percaya Rama menampar wajahku hingga menimbulkan rasa perih. Aku meneteskan airmata bukan karna sedih atau terluka. Tapi karna aku tidak berdaya. Ingin rasanya aku menghabisi nyawanya tapi tidak bisa. Rasa tidak berdaya itulah yang membuatku jengkel hingga meneteskan airmata. "Sebaiknya kau pergi, Tuan Rama. Aku ingin istirahat," ucapku datar. Aku mendorong tubuhnya dengan sekuat tenaga dan masuk ke dalam kamar kemudian menguncinya. Aku menangis di samping Putri kesayanganku Alice. Aku tidak akan membiarkan para manusia tidak bermoral itu merawat Alice. Tidak akan pernah. *** JUDUL : LOVE HURT PENULIS : Dilla 909 ***** JANGAN LUPA TEKAN LOVE SERTA FOLLOW YA,,,, TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD