Tumpangan

665 Words
"Selamat malam nona. Maaf mengganggu waktu anda, apakah anda baik-baik saja?" Shella menatap lekat wajah laki-laki itu. Rambutnya sedikit berantakan mengingatkan Shella pada Adit "Aku baik-baik saja." ucap Shella ketus "Apa, anda perlu tumpangan?" tanyanya lagi "Tidak!" "Baiklah, saya hanya melihat anda seperti sedang ketakutan." "Tidak perlu!" "Oh, baiklah kalau begitu." Laki-laki itu mengangkat kedua tangannya pertanda dia menyerah, mengaku salah dan meminta maaf. Ia berbalik meninggalkan Shella. Wanita itu masih duduk dengan posisi kacau. Shella menatap punggung laki-laki barusan, ia seperti tidak asing dengan parasnya. Sungguh, Shella benar-benar lupa apakah pernah mengenal orang ini atau tidak. Dia mirip dengan seseorang dari masa lalu. "Hey, tunggu." teriak Shella nyaring Laki-laki yang dipanggil berhenti, berbalik arah menatap Shella. Sorot wajahnya jelas menunjukkan kebingungan. Terbukti, kerutan di kening mempermudah tebakan Shella. "Kak Zahrul.." ucap Shella tanpa sadar "Anda, mengenal saya?" ucapnya perlahan, berjalan mendekati Shella "Oh, maaf. Sepertinya salah orang." Elak Shella meragu "Anda barusan memanggil nama saya." Shella menunduk dalam diam. Anggukan kecil dia tunjukkan. "Jika boleh tahu, apa kamu adalah Shella?" Tebak laki-laki berpostur tinggi itu "Iya." "Persis Seperti dugaanku. Ayo ikut denganku sekarang!" Zahrul menarik tangan Shella. Tidak tahu bisikan dari mana, Shella hanya pasrah. "Sekarang, bisakah mengatakan apa masalah yang membuatmu seperti ini?" Zahrul berfokus kearah jalanan yang mulai sedikit ramai. "Aku tidak bisa mengatakannya." Elak Shella keras kepala "Baiklah itu hak kamu. Katakan dimana alamat rumahmu." "Jl. Sedan nomor 46." Hening.. Tidak ada suara diantara keduanya. Zahrul mencoba melirik sekilas wajah Shella. Gadis itu, sudah tumbuh menjadi wanita cantik. Berbeda jauh dengan sewaktu di bangku SMA. Mungkin karena faktor sudah terjamah oleh make up. Zahrul masih ingat betul, kejadian sewaktu Shella meneriakinya dengan berbagai umpatan kala dirinya terang-terangan menolak cinta Shella. Sungguh gila, jujur itu kali pertama Zahrul dikejar oleh seorang gadis sampai membuatnya ketakutan. Kadang Zahrul harus mengendap-ngedap saat memasuki area sekolah agar tidak bertemu Shella. Hebatnya lagi, kenangan itu satu-satunya yang selalu Zahrul ingat sampai sekarang. Diantara sekian banyak gadis yang pernah menghiasi masa putih abu-abu. Boleh jujur, Zahrul sama sekali tidak tertarik dengan Shella. Memikirkan Shella pun tidak pernah terlintas dalam benaknya. "Sudah menikah?" tanya Zahrul demi memecah tembok pembatas diantara keduanya. Shella menggeleng, matanya lurus menatap jalanan. Jujur saja, dia sekarang sangat mengantuk. Mata sembab dengan lingkaran cokelat, mirip sekali dengan mata panda. Pikiran Shella sekarang adalah soal Adit. Biarpun Zahrul menjejali lewat sejuta pertanyaan, mungkin tak akan bisa Shella cerna dengan baik. Dia nggak fokus sama sekali "Lalu, kuliah?" "Iya." "Semester berapa?" "8." Zahrul mengangguk Singkat, padat, tidak jelas. Itu deskripsi pertemuan mereka. Zahrul menurunkan Shella sesuai permintaan gadis itu. Entah kenapa melihat Shella, rasanya Zahrul ingin lebih dalam tahu soal adik kelasnya ini. Sejak pertemuan mereka tujuh tahun silam, semua telah berubah. Ia tidak lagi melihat Shella. Tidak tahu bagaimana kabar Shella. Apalagi Zahrul memutuskan melanjutkan study di kota. Tepatnya, di kota Semarang. Salah satu Universitas ternama yang sudah dia dambakan sejak dulu. * Jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Zahrul merenggangkan otot-otonya. Terlalu lama duduk membuat pinggangnya sedikit pegal. Sudah hampir setahun dirinya bekerja di sebuah perusahaan Internasional. Sungguh suatu prestasi yang cukup membanggakan, mengingat hanya dalam waktu singkat dia sudah bisa menempati posisi cukup penting penting di perusahaan. Matanya bergerak menyusuri layar komputer. Membuka salah satu file foto SMA. Disana, banyak sekali kenangan bersama teman-teman, guru, bahkan rentetan foto bersama mantan kekasihnya pun masih tersusun rapi. Zahrul sendiri bisa dibilang merupakan tipikal laki-laki yang suka kerapian. Mata Zahrul terfokus pada salah satu foto. Disana ada dirinya dan Ayuni. Wanita beruntung yang sebentar lagi akan menjadi istrinya. Bukan itu masalahnya, Zahrul melihat wajah Shella juga ada disana. Sepertinya gadis itu tidak sadar akan keberadaan kamera, posenya cenderung candid. Atau memang dia sadar tapi sengaja berpose seperti itu?! Ah, Zahrul tidak tahu. Peduli amat dengan pose. Zahrul tersenyum tipis melihat wajah chubby Shella. Tidak menyangka kini kembali dipertemukan dengan gadis kalem yang pernah membuatnya pusing tujuh keliling. “Shella Maulina Cantika.” Gumam Zahrul kala matanya terus menatap layar dengan tampilan gambar Shella. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD