Amelia menelan ludah, perlahan menoleh. Matteo masih berdiri di sana, wajahnya tenang namun tatapan matanya menusuk, jelas-jelas sempat mendengar kata-kata Lucy . Jakunnya bergerak naik-turun seolah menahan sesuatu, entah amarah atau sekadar keinginan untuk bicara lebih banyak. Hening menggantung di antara mereka. Matteo belum bergeming. Hanya tatapannya yang menusuk tajam, membuat Amelia ingin menghilang ditelan bumi. Matteo tidak berbicara, tapi dia bertanya melalui sorot matanya. Amelia menghela napas panjang. Akhirnya memilih menjelaskan sebelum Matteo salah paham lagi dan lebih menyulitkannya. “Temanku, Lucy, bekerja di kantormu. Dari dia saya tahu siapa Anda, dan itu setelah Anda dikenalkan sebagai CEO. Lucy ada di sana waktu itu.” Jelas Amelia. Matteo mengusap dagunya, masih

