Tahun 2012
Deryl sudah tiba di depan pagar rumah Dizza. Sesuai dengan alamat yang diberikan teman Dizza tadi. Rumah yang sederhana. Rumah berlantai satu, tetapi luas dan bagus. Terdapat tanaman hias di dekat teras rumahnya. Dan terdapat kolam ikan di samping tanaman hias tersebut.
Baru saja Deryl hendak menyapa penghuni rumah, tetapi ia langsung bersembunyi di balik pohon yang berada di pinggir jalan begitu melihat Dizza keluar dari rumah dan menaiki ojek yang berada tidak jauh dari rumahnya. Hendak pergi kemana gadis itu?
Deryl mengikuti Dizza pergi dan betapa terkejutnya ia melihat Dizza berhenti tepat di depan apotek. Hendak membeli obat apa ia? Sakit apakah ia? Seketika ia langsung dihinggapi perasaan khawatir.
Deryl turun dari mobil. Ia memutuskan masuk ke dalam apotek. Tak lupa memakai masker agar Dizza tidak dapat mengenalnya. Ia sungguh ingin tahu Dizza sakit apa sehingga ingin membeli obat. Deryl berpura-pura bersin dan batuk agar Dizza tidak curiga bahwa ia tengah membuntutinya. Dizza harus percaya bahwa Deryl adalah lelaki yang ingin membeli obat flu ke apotek.
Deryl tidak bisa tidak terkejut begitu mendengar apa yang ingin dibeli Dizza.
Testpect.
Ia tahu alat apa itu. Sebelum adiknya bunuh diri, adiknya sempat membeli alat penguji kehamilan tersebut. Dan begitu tahu ia hamil serta laki-laki yang menghamilinya kabur entah kemana, adiknya mengakhiri hidupnya dengan meminum racun.
Apakah Dizza merasakan tanda-tanda kehamilan? Sehingga ia perlu membeli testpect. Jika memang Dizza hamil maka ialah ayah dari bayi yang dikandung Dizza. Karena ia yang sudah merebut kegadisannya. Ia tidak menyangka jika hasil dari perbuatannya membuahkan janin. Dan Deryl bertekad akan tetap bertanggung jawab. Bagaimana pun hasilnya.
***
Sebelum menuju ke rumah Dizza, Deryl memutuskan untuk pergi ke salon terdekat. Ia ingin merubah penampilannya. Jika memang Dizza hamil, ia ingin terlihat pantas menjadi seorang ayah. Ia akan memangkas rapi rambutnya. Ia lepas antingnya. Serta celana robek-robeknya ia ganti dengan celana yang layak.
Setelah selesai dengan penampilannya Deryl memutuskan untuk segera menemui rumah Dizza. Ia harus bertemu orang tua Dizza. Dan ia harus siap dengan semua resikonya. Ia tau pasti orang tua Dizza akan sangat marah padanya. Ia akan terima. Asalkan niatannya untuk menikahi Dizza terlaksana. Ia harus mendapatkan restu orang tua Dizza.
Tok tok tok
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam." Ayah Dizza membuka pintu. "Maaf kamu siapa ya? Ada perlu apa datang ke rumah saya?"
Deryl melihat pancaran kesedihan dari kedua mata ayah Dizza. Lelaki paruh baya itu terlihat kelelahan. Dan Deryl tahu apa penyebabnya.
"Boleh saya masuk Om?"
Ayah Dizza mempersilahkan masuk dan menyuruh Deryl duduk di sofa ruang tamu. Namun, siapa sangka justru Deryl tiba-tiba saja berlutut di depan ayah. Sontak ayah terkejut dengan perlakuan tamu di depannya. Ia tidak merasa mengenali pemuda ini, tetapi mengapa pemuda ini berlutut di hadapannya?
"Apa yang kamu lakukan?" tanya ayah.
Deryl menundukkan kepalanya.
"Maafkan saya Om. Saya telah berbuat dosa kepada putri Om," ujar Deryl penuh penyesalan. Selama sebulan ini ia selalu dihantui rasa bersalah. Bayangan wajah Dizza yang menangis pilu terus terlintas di kepalanya. Ia merasa tidak tenang.
"Apa maksud kamu? Siapa kamu sebenarnya?"
"Saya... Saya.." Deryl menghela napas. Ia harus mengutarakan niatannya ke orang tua Dizza.
Terlihat bunda datang menghampiri mereka dari arah dapur. Ia sontak terkejut melihat seorang pemuda yang tengah berlutut di hadapan suaminya. Padahal seingatnya ia belum bernah bertemu dengan pemuda itu.
"Saya telah merenggut kesucian putri Om. Saya sudah merusak putri Om. Kedatangan saya kesini saya mau bertanggung jawab. Tolong maafkan saya Om. Saya tau kesalahan saya sangat besar. Dan saya sangat menyesalinya."
Ayah dan bunda terkejut mendengar pengakuan lelaki ini. Berbagai u*****n terlontar dari mulut ayah. Deryl terima saja u*****n-u*****n yang ditujukan ayah Dizza kepadanya. Ia tidak melawan. Karena ia memang pantas menerimanya. Ia tetap bertekad untuk bertanggung jawab. Deryl ingin menikahi Dizza.
Sebuah tamparan berhasil mengenai pipi Deryl. Ia diam saja merasakan pipinya yang perih akibat tamparan ayah Dizza. Ia maklum. Tamparan saja tidak akan cukup menebus kesalahan Deryl.
Ayah menarik paksa kerah baju Deryl dan langsung menghajarnya tanpa ampun. Ia sungguh murka, kecewa, sedih, bercampur menjadi satu. Putri yang ia jaga sepenuh hati harus hancur karena ulah lelaki kurang ajar ini. Rasanya ia ingin sekali membunuh lelaki ini. Wajah Dery sudah penuh lebam karena pukulan ayah dengan tanpa ampun.
Bunda langsung berlari menahan ayah agar menghentikannya. Ia tidak mau suaminya menjadi pembunuh. Karena sedari tadi pemuda itu hanya pasrah menerima bogem mentah suaminya tanpa ada niatan melawan.
"Udah Yah udah. Dia bisa terbunuh kalo Ayah terus-terusan mukulin dia kaya gitu. Istighfar Yah. Tenangin hati Ayah. Sabar." Bunda memeluk ayah dengan air mata mengalir.
"Lelaki ini sudah merusak putri kita Bun. Dia harus dihukum."
"Tapi tindakan ayah ini bisa membahayakan nyawanya. Bunda enggak mau ayah menjadi pembunuh."
Hari ini cukup melelahkan bagi kedua orang tua Dizza. Belum cukup fakta kehamilan Dizza yang diusianya masih enam belas tahun sudah menguras emosi dan air mata, sekarang mereka dihadapkan pada pengakuan pemuda ini. Ayah Dizza terlihat menghubungi seseorang di telepon. Dan Deryl tau siapa yang dihubungi ayah Dizza karena dia menyebut-nyebut nama polisi. Deryl siap jika memang ia harus mendekam di penjara. Karena memang kesalahannya cukup besar. Ia sudah merusak kehormatan seorang wanita.
Beberapa menit kemudian polisi datang dan kemudian langsung menggiring Deryl. Sebelum beranjak Deryl sempat melihat ke arah Dizza yang berdiri tidak jauh dari mereka. Ia menatap Dizza dengan pandangan penuh penyesalan. Ia benar-benar menyesal.
***
Deryl terduduk di lantai penjara. Kepalanya menunduk. Tidak lama lagi pasti orang tuanya akan tahu keadaannya. Dan ia akan siap menerima apapun hukuman orang tuanya. Orang tua Deryl berasal dari keluarga terpandang. Mereka sangat menjunjung tinggi norma. Dan bisa dipastikan mereka pasti akan sangat kecewa karena Deryl telah merusak norma itu. Membuat malu keluarganya.
Tidak lama polisi memanggil Deryl karena ternyata orang tuanya datang. Ia bangkit dari duduknya. Menemui orang tuanya diantar oleh pak polisi.
Begitu Deryl tiba di hadapan mama dan papa sebuah tamparan kembali ia rasakan. Kali ini papanya yang menampar pipinya dengan cukup keras. Belum cukup sampai di situ ia kembali di tampar di pipi sebelahnya. Air mata turun di kedua mata Deryl. Ia tahu papanya sangat kecewa padanya. Terlebih ketika ia melihat tatapan mama. Seketika dunianya hancur melihat mama menangis karena ulahnya.
"BIKIN MALU KAMU! DASAR ANAK BERANDALAN.!" ia kembali menampar Deryl.
Mama langsung menahan papa agar tidak lagi menampar putra mereka.
"Udah Pa."
"Papa enggak pernah mengajarkan kamu berbuat hina seperti itu Deryl! Di mana otak kamu? Bagaimana kamu bisa tega melakukan perbuat itu kepada gadis yang bahkan masih di bawah umur! Kamu bener-bener bikin kecewa Papa!"
Deryl menunduk. "Maafin Deryl Pa." Air mata Deryl kembali turun.
Mata papa terlihat memerah. Deryl tahu Itu adalah tatapan penuh kekecewaan serta amarah. Dulu Deryl pernah melihat tatapan itu ketika dulu ia masih duduk di bangku SMA karena ketahuan membawa minuman keras. Sejak itu Deryl berhenti meminum alkohol karena ia tidak mau membuat kecewa orang tuanya lagi. Dan kini ia kembali melihat tatapan itu.
"Kamu tahu apa dari akibat perbuatan kamu? Wanita itu sekarang tengah hamil! Anak kamu. Di umurnya yang masih remaja dia harus menghadapi kenyataan pahit itu. Itu karena ulah kamu!
"Kamu sudah membuat malu keluarga!! Papa kecewa sekali sama kamu. Tidakkah kamu belajar dari pengalaman almarhumah adik kamu? Kenapa sekarang justru kamu melakukannya?
"Papa tidak akan membantu kamu keluar dari penjara ini. Biar kamu merasakan akibat dari perbuatan kamu. Papa ingin kamu tidak berhenti meminta maaf kepada gadis itu dan keluarganya. Nikahi dia. Kamu harus bertanggung jawab. Walaupun mereka menolak kamu. Kamu tidak boleh menyerah meminta maaf."
Papa berlalu dari hadapan Deryl. Mama tidak berkata apa-apa, tetapi tatapannya itu membuat hancur hati Deryl. Ia tahu kesalahannya sangat fatal.
"Ma.. Maafin Deryl. Deryl menyesal."
Mama diam saja, tetapi air mata tidak berhenti mengalir dari kedua matanya. Ia mengusap pipi putranya itu. Dan kemudian berlalu meninggalkan Deryl.
***
Sudah dua bulan Deryl mendekam di penjara dan papa sama sekali tidak mengunjunginya lagi. Hanya mama yang sering datang berkunjung sambil membawa makanan untuk Deryl.
Seorang polisi datang menghampiri Deryl. Membuka kunci jeruji besi tersebut.
"Saudara Deryl Pratama. Anda dibebaskan. Keluarga korban telah mencabut tuntutannya."
Deryl sontak kaget mendengar penuturan polisi. Ada rasa bahagia di hatinya. Apakah itu artinya ia telah dimaafkan? Jika memang iya, maka Deryl tidak akan menyia nyiakan kesempatan ini. Ia berjanji akan terus meminta maaf. Ia akan bertanggung jawab sekalipun mereka menolak. Ia tidak akan menyerah.
Terlihat ayah Dizza terduduk di ruang tunggu. Begitu ia melihat Deryl ia langsung berdiri. Tatapannya tajam. Rahangnya mengeras. Mereka duduk berhadapan.
"Saya membebaskan kamu bukan berarti saya memaafkan kamu. Saya ingin kamu menikahi putri saya karena sekarang ia sedang hamil anak kamu. Bukankah kamu ingin bertanggung jawab?"
"Iya Om. Saya ingin bertanggung jawab. Saya akan melakukan apapun demi Dizza. Saya janji tidak akan mengecewakan keluarga Om lagi."
"Besok kamu harus datang ke rumah saya. Bawa orang tua kamu. Kita akan membahas pernikahan kamu dengan putri saya. Dan ada satu lagi permintaan dari saya. Kamu harus menyetujuinya."