Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama

1114 Words
" Hei...bangun " Surya berusaha membangunkan Aya yang tertidur pulas. Mereka sampai di depan rumah Aya sesuai dengan alamat yang diberikan Aya. Kebetulan seorang teman akrab Surya juga tinggal di sekitar rumah Aya dan dia sering main ke rumah sahabatnya itu jika ada masalah yang dihadapinya. Ia mencoba mencari ID card karyawannya itu. Selama ini ia tak memperdulikan siapa nama karyawan yang tak punya kepentingan dengannya. Ia hanya tahu kalau Aya adalah bawahan pak Daffa, pamannya. Ketika ia merunduk tiba tiba Aya bangun, tentu saja Aya terkejut dan memeriksa dirinya. " Bapak mau ngapain ? " tanya Aya sambil memperhatikan pakaiannya bagian atas apakah ada yang terbuka. Jujur firasat buruk singgah dikepalanya, ia harus waspada meski Surya adalah atasannya. Ia harus jaga diri. " Saya hanya mau lihat nama kamu di ID card untuk kasih tahu kalau kamu sudah sampai " Aya mengucek matanya dan melihat sekeliling. Benar ia sudah di depan pintu rumahnya. Ia melihat gorden pintu disibak seseorang. " Terima kasih pak, saya turun dulu " ucap Aya sambil membuka pintu. Ia teringat sesuatu lalu menutup pintu lagi. " Eiit...soal ini gimana pak " Aya menunjukan jari manisnya yang masih dilingkari cincin. Surya menghela nafas lalu mengulurkan tangan berusaha membuka cincin di jari Aya. Tetap cincin itu tak mau terlepas. Sampai mereka hampir beradu wajah karna sama sama berusaha membuat cincin itu terlepas dari jari Aya. Suya menghela nafas dalam. tanganya kembali beralih pada stir mobil. " Kamu usahakan saja buka di rumah, kalau sudah terbuka. Kalau kamu mau jual silahkan lalu uangnya kamu sumbangkan itu terserah kamu. Yang jelas saya tidak mau melihat cincin itu lagi " ucap Surya seraya melempar pandangan. Ia tak ingin memperlihatkan tataoan nanarnya pada cincin yang di pakai Aya. " Oke... semua ucapan dan wajah bapak sudah saya rekam jadi saya punya bukti kalau saya tidak mencuri " Aya lalu turun dari mobil dan setengah berlari menuju teras rumah. Ia melihat motor adiknya sudah parkir, berarti ibunya tidak sendirian. Di dalam mobil Surya memungut ID card Aya yang tadi terjatuh. Ia tersenyum melihat nama karyawannya yang tidak seperti nama nama perempuan sebelumnya. Cahaya Senja. Ia ingat namanya Surya. sama sama bermakna cahaya. Dari tadi ia memandang langit senja. Merona jingga. Dulu, Ia ingat waktu kecil paman Daffa sering mengajaknya ngabuburit sambil melihat langit senja di tepi pantai. Keesokan harinya Aya panik mencari ID Cardnya. Ia tak menemukan ID Cardnya di tempat biasa ia taruh. Semalam, ia sudah berhasil membuka cincin yang tak disukai Surya. Ia jadi penasaran, ada kisah apa dibalik cincin itu. Kenapa pak Surya memilih membuangnya, apa dia laki laki yang patah hati. Ini gosip seru kalau sampai kumpulan grup rumpi tahu. " Aya cepatlah, adikmu sudah nunggu di teras ! " teriak Emak. Aya buru merapikan baju kerjanya. " Nanti diakali saja pak Wahid kalau lihat aku tidak pakai ID Card " ucap Aya sambil merapikan make upnya. Ia menyambar sepatu dan memakainya sambil berjalan. Tiap hari kerja Aya harus bangun pagi pagi, takut ketinggalan kereta api yang mempercepat perjalanan ke kantor. Biasanya ia sudah berada di statiun jam 6 lalu menempuh perjalanan satu jam ke statiun yang dekat dengan kantornya. Lima menit dengan angkot ia sampai di kantornya, jadi tepat jam 7. 16 menit ia sudah finger print. Sampai di kantor Aya menyapa satpam pagi yang meneliti karyawan yang pakai ID atau tidak. Ia berjalan bersisian dengan karyawan lain agar tak terlihat pak Wahid. " Cahaya...! " tegur pak Wahid yang melihat Aya yang menghindarinya. " Maaf pak Wahid saya kebelet " pamit Aya yang buru buru naik lift. " Eh...kenapa IDnya nggak di pake " tegur Wulan, teman satu divisi Aya. " Itu ketinggalan di mobil pak Surya " jawab Aya jujur. Tapi ia malah mendapat tatapan aneh dari beberapa karyawan yang ada di lift. " Kok liatin aku gitu ? " tanya Aya sambil memperhatikan dirinya. Ia baru ingat dengan ucapannya tadi. " Kalian mikir apa sih, kemarin aku nemani pak Surya jenguk pak Daffa. Itu aja dianggap aneh " ketus Aya. Ia melihat ponselnya yang berbunyi. Panggilan dari pak Daffa yang sedang sakit. Setelah keluar dari lift Aya mengangkatnya. " Aya...nanti kamu keruangan saya, kamu cari file laporan yang harus saya serahkan pada pak Surya. Tolong kamu lanjutkan karna pak Surya melarang saya bekerja dulu " " Oke...pak " jawab Aya. Ia memang orang kepercayaan kepala Divisi Humas. Atasannya itu sungguh baik dan selalu menuntunnya dalam bekerja. Aya memasuki ruangan pak Daffa dan lalu menghidupkan komputer di meja kerja atasannya. Ia memulai bekerja dengan serius, karna etos kerjanya yang baik inilah Daffa sang atasan selalu memuji hasil kerja Aya. Ditengah bekerja, ia tak sadar kalau Surya memasuki ruangan dan merebahkan diri di sofa tak jauh dari Aya bekerja. " Saya belum bisa melupakannya paman, saya belum ihklas dia menikah dengan dokter itu. Saya tahu saya salah membuat dia menunggu selama ini. Saya akan membujuk mama untuk menerimanya, tapi rupanya dia tidak sabar " Aya terpana dengan rangkaian kalimat yang ia dengar, suara curhatan atasan tertinggi di perusahaannya. Kenapa pak Daffa di panggil paman oleh Surya. " Ehm....pak " tegur Aya, agar Surya paham kalau yang jadi lawan bicara bukan Daffa. " Kamu ? " Surya reflek duduk dan menoleh pada meja kerjanya. " Maaf pak, pak Daffa masih belum sembuh jadi saya yang menggantikannya. Kalau Bapak masih ingin istirahat di sini saya keluar dulu " Aya berdiri dan beranjak dari tempat duduk, baru satu langkah ia berdiri. Surya menahan tangannya. " Saya yang keluar " ucap Surya sambil memegang bahu Aya agar duduk lagi. Aya hanya termenung melihat punggung CEO tampan itu. Ia menghela nafas. Ia tak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Ia juga dulu menjalin hubungan dengan atasannya, lalu mereka merencanakan pernikahan. Di saat rencana itu hampir dilaksanakan ia harus mengalami hal pahit. Ia harus menerima hinaan dari ibu kekasihnya, Arfan hanya bisa meminta maaf karna tak ingin durhaka atas permintaan ibunya yang hendak bunuh diri jika Arfan menikahi Aya. Itu kesalahan yang tak ingin diulanginya lagi, ia tak ingin masuk dalam dunia ilusi lagi. Ia harus sadar siapa dirinya, kalau ada hal seperti ini lagi, ia akan menghindar. Aya mengangkat panggilan dari Daffa. " Kalau laporannya sudah selesai, printnya kamu kasih sama pak Surya. Terima kasih atas kerja kerasnya Aya " " Sama sama pak, saya akan mengerjakan apa yang bisa saya kerjakan untuk bapak " Selesai membenahi kertas yang baru keluar dari mesin print. Aya tertegun sejenak. Lagi lagi ia harus bertemu Surya, selama ini hanya pak Daffa yang berurusan dengan Surya. " Nggak mungkin dia tertarik sama aku, dulu Arfan hanya memanfaatkan keahlianku saja agar perusahaannya berjalan baik. Setelah berhasil. Kali ini aku tidak akan terjebak lagi " ucap Hanum sebelum masuk ke ruang Surya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD