Awalnya Emy sempat takut dan ragu jika mengingat pesan Dokter Daniel untuk tidak mendekati Eric terlebih dahulu, karena mungkin emosinya belum stabil.
Tapi sepertinya rasa ingin tahu Emy terlalu besar bahkan untuk dapat dia hentikan sendiri. Emy mulai berdoa semoga Eric sudah kehabisan benda untuk dia lempar.
Emy tahu jika Eric masih berada di ruang kerjanya sejak Dokter Daniel pergi. Emy melangkah pelan agar tidak mengejutkan karena dia masih khawatir jika Eric benar-benar belum mau diganggu. Setelah mendorong pintu dengan pelan akhirnya Emy merasa lega ketika melihat Eric yang masih duduk di meja kerjanya dengan layar laptop yang masih menyala. Beberapa benda masih berantakan di mejanya dan vas yang biasanya Mia isi dengan kaktus sudah pecah di lantai. Selebihnya Emy lega karena Eric baik-baik saja meski dengan wajah kusut dan agak kacau.
"Lola apa itu kau? " tebak Eric begitu. Mendongak karena mendengar langkah pelan mendekatinya. Biasanya memang tidak ada yang cukup berani mendekatinya di saat seperti ini.
Emy langsung mengetuk dua kali meski masih agak takut-takut karena Eric langsung menegakkan punggungnya.
Kemarilah, "panggilnya cukup tenang
Sebenarnya Emy tidak menyangka jika Eric akan memanggilnya karena seharusnya Eric memang masih marah.
"Jangan takut, kemarilah," panggil Eric sekali lagi karena tahu gadis itu masih belum bergerak sama sekali.
"Aku tidak akan marah padamu karena itu percuma," tambah Eric untuk meyakinkan Emy.
Marah pada gadis bisu sama halnya seperti berteriak-teriak di ruang kosong yang hampa udara, karena Eric sudah pernah dan akhirnya menyerah.
Emy mengambil jalan memutar karena ada banyak pecahan kaca di depan meja.
"Kuharap kau sudah menghafal kodenya. "
Emy baru sadar, ternyata Eric tidak marah karena dia masih membutuhkannya. Tapi Emy tidak mau jika pria itu menyuruhnya mencuri lagi
"Emy mengetuk satu kali sekaligus untuk beberapa jawaban."
"Kemarikan tanganmu! "
Pikir Emy, kenapa juga Eric masih meminta tangannya padahal dia bisa langsung bicara saja. Dan yang pasti Emy tetap tidak akan mau jika disuruh mencuri.
"Ingat kau sudah berjanji untuk loyal padaku!" tegas Eric yang sepertinya mulai kesal karena Emy tidak juga bergerak. Bukan hanya karena dia tidak mau mencuri tapi Emy juga tidak mau Eric tahu jika tangannya sedang terluka luka.
Emy mengetuk satu kali.
"Bagaimana jika kukatakan aku hanya ingin menyentuhmu, apa kau tetap tidak mau?"
Emy tidak tahu kenapa Eric bicara seperti itu, kecuali dia sengaja ingin menggodanya bahkan di saat yang sangat kurang tepat dan tidak cocok dengan sikap dinginnya yang bertolak belakang.
Emy memilih tetap diam tak bergeming.
"Kau memang keras kepala !"
Karena kata-kata manis sepertinya juga tidak akan berhasil pada gadis itu, akhirnya Eric tidak sabar juga ia langsung menyambar lengan Emy dan menariknya dengan sedikit memaksa
Emy sempat heran bagaiman Eric bisa melakukanya tanpa melihat.
Padahal Emy saja yang tidak pernah sadar jika Eric bahakan bisa mencium aroma parfumnya dari jarak sepuluh meter dan dapat menentukan posisinya dengan tepat.
Erik menyuruhnya untuk duduk sementara dia sendiri memilih tetap berdiri.
Ikuti saja instruksiku!"
Emy sudah berniat untuk mengetuk satu kali tapi Eric sudah lebih dulu menahan tangannya.
"Kenapa dengan tanganmu? " Eric terkejut ketika meraba perban yang membalut telapak tangan Emy. "Kau terluka? "
Eric masih memeriksanya lebih teliti. dan langsung bisa menebak. "Kau membersihkan lantai? "
Tanpa di jawab pun sebenarnya Eric sudah tahu, karena walaupun dilarang gadis itu pasti akan tetap keras kepala membersihkannya.
Apa perlu kupanggil Daniel untuk mengobatinya?
Emy menggeleng karena Eric masih menahan tangannya.
Eric hanya kembali menghela nafas dalam sebelum kembali bicara, "Kadang aku penasaran gadis seperti apa kau ini hingga begitu keras kepala."
Emy meraih tangan Erik dan menulis kata maaf mengunakan tangan kirinya.
"Untuk apa?"
[Aku tidak mau mencuri] tulis Emy.
Eric kembali diam sejenak berharap bisa benar-benar melihat wanita di depannya itu ketika dia mulai berpikir betapa konyolnya semua ini. Bagaimana bisa dirinya membutuhkan bantuan dari seorang gadis bisu yang bahkan juga menuduhnya sebagai pencuri.
"Dengarkan aku, Lola! " tegas Eric ketika mencondongkan tubuhnya lebih dekat. "Kau hanya perlu mengikuti perintahku, dan aku bersumpah kau tidak harus ikut bertanggung jawab atas apa pun yang kulakukan."
[Aku harus menghormati ayahmu]
Sudah kuingatkan jangan terlalu mengunakan perasaanmu, karena kau tidak akan pernah tahu siapa yang berada dipihak kita.
Seketika Emy menarik tangannya dari genggaman Eric dan mengetuk satu kali.
"Aku sudah bersumpah akan menjagamu dan kau hanya harus loyal padaku!"
Kali ini Eric mencekat dagu Emy untuk menatapnya meski gadis itu berusaha menggeleng dan mulai panik karena jelas Eric mulai berani menekannya.
"Jangan takut padaku, " sesal Eric yang sepertinya juga baru sadar jika mungkin malah menakuti Emy. Dia segera mengambil jarak untuk kembali mendapatkan kepercayaan gadis itu.
"Kau bisa mempercayaiku," bujuk Eric.
Sebenarnya Emy ingin segera pergi dari ruangan itu selagi dirinya masih memiliki kesempatan tapi nyatanya dia malah tetap duduk di sana.
Emy mengetuk tiga kali dan Eric pun segera kembali mendekat untuk mengulurkan tangannya dengan pasrah.
[Beri aku alasan! ] tulis Emy.
Bukanya menjawab, Eric malah justru meraih tangan kiri Emy yang tidak diperban dan mulai ikut menulis.
[Karena aku ingin mempercayaimu, bukan orang lain!]
Tentunya Eric juga tidak akan sembarangan memberikan kepercayaan pada orang lain, karena dia benar-benar sedang tidak bisa mempercayai siappun dan tidak bisa melihat apa-apa, bahkan dalam arti yang sebenarnya. Dunianya gelap, sangat gelap seperti ruang hampa yang kosong. Sesekali hanya ada suara yang datang dan pergi namun berlalu begitu saja. Sampai Emy datang tanpa suara tapi justru terasa nyata untuknya.
Eric tidak bodoh, meskipun dia tidak bisa melihat tapi dia tetap bisa menilai. Buktinya Emy tidak memilih pergi meskipun ia tadi memiliki kesempatan. Bahkan Emy memang tetap datang pada Eric walau semua orang sudah memperingatkan untuk menjauh.
"Gadis keras kepala yang loyal, itulah yang kubutuhkan sekarang!" tegas Eric yang sudah kembali mencondongkan tubuhnya pada Emy yang masih duduk di kursinya.
Sebenarnya Emy memang bisa pergi tanpa harus terlibat dengan semua ini tapi Emy yakin jika dirinya bukan pengecut.
[AKU PERCAYA PADAMU!] balas Emy meski sejauh ini masih hanya berdasarkan feeling karena faktanya ia memang tidak tahu apa-apa mengenai Eric, tapi dia memilih percaya pada pria itu.
[Terima kasih] tulis Eric di telapak tangannya sebelum kemudian ia kembali menyentuh tangan kanan Emy.
"Apa kau yakin ini tidak apa-apa? "
Emy mengetuk dua kali. Walau kemudian Eric sudah tidak bertanya lagi tapi Emy bisa merasakan ketulusan pria itu ketika menghawatirkan luka sepelanya.
Eric sudah kembali menyuruh Emy untuk mengetik beberapa pesan dalam bahasa Jerman yang kemudian harus dia kirim ke beberapa alamat Email. Sayangnya Emy tidak pandai berbahasa Jerman dia hanya tahu beberapa sapaan umum yang sering di gunakan oleh para wisatawan ketika dirinya masih bekerja di Bali. Jadi intinya Emy tetap tidak tahu apa isi pesan yang dia kirim.