Rey tertawa, menenangkan Nadira. “Sebenarnya banyak yang meragukan tuduhan itu. Yehuda masih terlalu kecil waktu itu, dan tidak bisa membela diri. Selain itu, ada banyak rumor tentang persaingan internal di keluarga Demario. Pamannya, Frans Demario, dikenal sangat ambisius dan tidak segan-segan menyingkirkan siapa pun yang dianggapnya sebagai ancaman. Yehuda dianggap sebagai potensi ancaman di masa depan yang ditakutkan akan menggagalkan rencana Frans untuk menguasai kekayaan keluarga Demario."
Nadira merenung sejenak.
‘Jadi, Yehuda ini juga seorang korban dari permainan kekuasaan dalam keluarganya. Mungkin itulah alasan dia menawarkan bantuan padaku. Tapi apa yang sebenarnya dia inginkan?’
***
Ferdinand Randal duduk di ruang kantornya yang luas dan mewah, dikelilingi oleh perabotan mahal dan lukisan-lukisan seni bernilai tinggi. Dia menatap layar televisi yang menayangkan pernyataan ketua tim lawyer Nadira.
Bibirnya melengkung sinis saat mendengar pernyataan bahwa Nadira tidak bersalah dan telah mengajukan permohonan banding.
"Konyol!" gumam Ferdinand dengan tawa angkuh. "Sampai di manapun mereka berupaya, Nadira Angelina Rodin akan tetap melewatkan waktu yang panjang di penjara."
Pintu kantornya terbuka. Seorang wanita elegan dengan riasan sempurna dan pakaian yang mahal masuk ke dalam ruangan. Wanita ini adalah orang yang telah membantunya menghancurkan Nadira.
Ferdinand menatapnya dengan pandangan tajam dan penuh kebencian. ‘Kenapa dia harus datang ke sini? Tidak bisakah dia menjaga jarak dan tetap berada di balik layar seperti seharusnya?’
Wanita itu melangkah masuk dengan percaya diri, senyum sinis bermain di bibirnya. "Kabar baik, Ferdinand?" tanyanya dengan nada yang terdengar seperti ejekan.
Ferdinand mematikan televisi dan menatap wanita dengan tatapan dingin. "Apa yang kau lakukan di sini? Aku tidak suka kau datang menemuiku langsung di kantorku."
Wanita itu tersenyum licik. "Kamu tidak mengangkat teleponku. Aku hanya ingin memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Lagipula, aku punya kabar penting yang harus kau dengar."
Ferdinand mengerutkan alisnya. ‘Wanita ini memang selalu punya alasan. Tapi dia telah membantu mewujudkan keinginannya, jadi mungkin ada baiknya mendengarnya.’
"Baiklah, katakan," ujar Ferdinand dengan nada tegas.
Wanita mendekat dan duduk di kursi di depan meja Ferdinand. "Tim lawyer Nadira sedang menyelidiki kembali kronologis kematian korban. Mereka tidak akan berhasil, bukan? Aku tidak ingin pengorbananku menjadi sia-sia."
Ferdinand tersenyum sinis. "Tentu saja. Semua bukti sudah diatur sedemikian rupa, dan semua jejak sudah dibersihkan. Mereka tidak akan mendapatkan apa-apa. Bukan tidak mungkin, hukuman wanita itu malahan akan bertambah berat."
“Baguslah.” Wanita itu menyilangkan kaki kanannya, memperlihatkan tungkai jenjangnya yang menggoda. “Kamu tahu, Ferdinand, aku sangat khawatir mengenai hal ini. Aku tidak ingin semua usahaku gagal karena kamu yang lengah.”
Ferdinand menatap wanita itu dengan pandangan tajam. ‘Wanita ini, terlalu banyak bicara. Meski merupakan sekutu yang kuat, juga bisa menjadi ancaman.’
"Aku sudah memikirkan semua langkah ke depan. Mereka mungkin akan mencoba segalanya, tapi kita memiliki kendali penuh," kata Ferdinand dengan nada percaya diri.
Wanita itu mengangguk puas. "Bagus sekali. Pastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Kita tidak bisa membiarkan siapa pun menghalangi jalan kita."
Ferdinand tersenyum, penuh keyakinan diri. "Jangan khawatir. Aku tidak akan gagal. Nadira Rodin sudah kalah bahkan sebelum dia mulai."
Ferdinand Randal menatap tubuh sintal wanita di depannya dengan tatapan panas. Sebelum wanita itu datang, dia sudah direpotkan oleh gairah yang memuncak saat melihat Nadira Rodin ditampilkan dalam berita tadi. Lalu wanita ini datang dengan penampilan yang begitu menggoda, hanya memperkuat hasrat yang selama ini dia pendam.
“Semoga kamu tetap fokus pada tujuan kita hingga akhir.”
Pria itu menatapnya tanpa berkedip.
Wanita itu menyadari tatapan Ferdinand Randal. Dia tersenyum tipis, penuh kemenangan. Dia tahu bagaimana memanfaatkan ketertarikan Ferdinand padanya.
"Apa kau mendengarku, Ferdinand?" tanya wanita itu, menundukkan kepala sedikit, memperlihatkan belahan dadanya.
Ferdinand tersentak dari lamunannya, meski matanya masih tak bisa sepenuhnya lepas dari wanita itu. "Tentu saja. Aku selalu mendengarkanmu."
Wanita itu mendekat, membuat Ferdinand semakin terjebak dalam hasratnya. "Bagus. Pastikan semua berjalan lancar. Aku tidak ingin ada kesalahan."
Ferdinand menelan ludah, suaranya serak. "Kau selalu tahu bagaimana membuatku fokus, Nona."
Wanita itu tertawa kecil, lalu berjalan menuju pintu dengan langkah menggoda.
Ferdinand Randal menatap sang wanita yang berdiri sejenak di depan pintu, tubuhnya penuh dengan daya tarik sensual.
Suara serak yang menggoda menggema di telinganya, "Setengah jam lagi, di Hotel La Plaza."
Pria itu menghela napas dalam-dalam, berusaha meredakan gairah yang bergejolak.
Setengah jam lagi.
Oke.
Kali ini, wanita itu yang mengendalikan dirinya. Tapi setelah itu, dia sepenuhnya yang akan berkuasa.
Wanita itu hanyalah bonekanya, mainan pengganti, karena yang sesungguhnya dia inginkan hanyalah Nadira Angelina Rodin. Bahkan hanya memikirkannya saja gairahnya sudah melonjak.
"Setengah jam," gumam Ferdinand, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada wanita itu.
Sang wanita tersenyum tipis, penuh kemenangan, sebelum melangkah keluar. Pintu tertutup di belakangnya, meninggalkan Ferdinand sendirian di ruangannya.
Beberapa menit berlalu.
Dengan cepat, pria itu meraih jasnya dan bergegas meninggalkan ruangan. Hatinya dipenuhi hasrat yang tak terbendung, pikirannya hanya pada satu hal.
Nadira Angelina Rodin.
Betapa dia sangat terobsesi padanya.
‘Dia akan menjadi milikku,’ Ferdinand bertekad, matanya berkilat dengan intensitas yang menakutkan. ‘Tidak ada yang bisa menghentikanku.’
Ferdinand Randal melangkah keluar dari gedung kantor, rasa percaya dirinya semakin membubung tinggi. Setiap langkahnya penuh dengan keyakinan bahwa rencananya akan berjalan sempurna. Dia yakin, setelah menjalani hukuman yang pasti akan menjadi siksaan berat baginya, Nadira akan menghubunginya. Karena dia satu-satunya yang bisa menolongnya.
Ferdinand merenung sejenak, membayangkan Nadira yang keras kepala, yang sebelumnya tegar dan kuat, kini terpuruk di dalam penjara. ‘Burung kecil itu tidak akan pernah bisa terbang jauh dariku’, pikirnya dengan senyum sinis. Ia merasakan kegembiraan terselubung setiap kali membayangkan Nadira memohon bantuan kepadanya.
Sesampainya di mobil, Ferdinand duduk dan menyalakan mesin, sambil terus meresapi kemenangan kecilnya.
‘Aku tahu kau akan menyerah, Nadira. Pada akhirnya, kau akan datang padaku. Dan saat itu, aku akan menjadi pahlawanmu, orang yang kau butuhkan. Kau akan tunduk padaku, dan tak ada jalan keluar bagimu.’
Ferdinand Randal sangat bangga pada dirinya sendiri. Dia merasa telah mengendalikan permainan ini sepenuhnya, dan tidak ada yang bisa menghentikannya. Rasa superioritas dan kepuasannya menjalar di seluruh tubuhnya, membuatnya semakin bersemangat untuk melangkah ke tahap berikutnya dari rencananya.
***
Di ruang kunjungan yang dingin dan suram, Nadira duduk dengan tegang. Wajahnya pucat dan matanya terlihat lelah, namun ada kilatan tekad yang tak tergoyahkan di dalamnya.
Pintu besi terbuka, dan Rey bersama tim pengacara lainnya masuk, membawa setumpuk dokumen di tangan mereka.
"Nad, kami sudah memasukkan memori banding. Ini adalah langkah pertama menuju pembebasanmu." Kata Rey sambil tersenyum.
Nadira mengangguk perlahan, "Terima kasih, Tim. Apa isinya?"
"Kami menyoroti beberapa poin utama, termasuk bukti baru yang kami temukan dan kesalahan prosedural selama persidangan. Kami juga mengajukan bukti alibimu yang seharusnya bisa membebaskanmu dari tuduhan." Jawab Rey, memberi penjelasan.
David menambahkan, "Kami juga telah menyertakan pernyataan dari saksi yang tidak dipertimbangkan oleh hakim. Mereka bisa memberikan gambaran yang berbeda tentang apa yang sebenarnya terjadi."
Nadira menatap mereka satu per satu, "Kalian sudah bekerja keras. Aku sangat menghargai itu."
"Ini bukan hanya tentang bekerja keras, Nad. Ini tentang membuktikan bahwa kamu tidak bersalah. Kami akan berjuang sampai akhir."
Mereka melanjutkan percakapan.
"Barusan ada informasi kalau pihak termohon juga sudah mengajukan kontra memori banding mereka. Ferdinand Randal rupanya tidak main-main." Kata David sambil geleng-geleng kepala. Tidak habis pikir, apa yang membuat pengacara Ferdinand Randal begitu bertekad menghancurkan Nadira.
Nadira mengangguk, "Aku tahu ini tidak akan mudah. Apa yang kita miliki untuk melawan mereka?"
David mengambil beberapa dokumen dari tasnya dan meletakkannya di meja. "Kami punya beberapa bukti baru yang mungkin bisa kita gunakan. Maria dan aku menemukan beberapa kejanggalan dalam saksi yang diajukan oleh Randal. Ada bukti bahwa mereka mungkin disuap."
Maria menambahkan, "Semua ini sudah kita jelaskan secara detail di memori banding. Kita juga menemukan celah dalam alibi mereka. Tapi ini masih butuh lebih banyak bukti pendukung agar kuat di persidangan. Ini bisa menjadi kunci untuk menunjukkan bahwa kasus ini tidak berjalan sesuai prosedur."
Nadira menghela napas panjang, menatap rekan-rekannya, merasa bersalah. "Maaf, teman-teman, aku telah menyeret kalian dalam kekacauan ini."
Rey menatap Nadira dengan penuh empati. "Tidak, Nad. Kita adalah satu tim, dan akan seterusnya begitu. Kami akan melakukan yang terbaik. Kita tidak akan membiarkan keadilan terus dianiaya oleh orang-orang jahat itu."
Nadira menatap ketiga pengacaranya dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih. Aku tahu ini bukan perkara mudah, tapi aku percaya pada kalian."
"Kamu harus yakin, Nad. Pak Demario berjanji akan membantu. Dia sepertinya punya kartu As untuk melawan pengacara Randal."
Dengan semangat yang diperbarui, tim pengacara Nadira meninggalkan ruang kunjungan. Mereka tahu jalan yang mereka hadapi penuh rintangan, tapi tekad mereka tidak goyah.
Nadira kembali ke selnya, berharap dan berdoa agar keadilan akhirnya berpihak padanya.
***
Ferdinand Randal sedang berbicara di telepon sambil menghisap rokok.
“Pantau terus perkembangannya. Saya tidak ingin ada hal-hal yang terlewatkan.”
“Baik, Pak Pengacara. Hanya saja lawan kita rupanya lebih gigih kali ini,”
Ferdinand tertawa mengejek. "Biarkan mereka mencoba. Langkah banding ini hanya akan membuat mereka menjadi bahan tertawaan. Nadira Angelina Rodin, akan tetap melewatkan waktu yang panjang di penjara. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya dari kehancuran ini."
Ferdinand Randal memutus pembicaraan. Dia menghisap rokok dalam-dalam dengan kepuasan yang terlukis jelas di wajahnya. Asap melingkar perlahan di udara, seolah menari mengikuti irama kemenangan yang hanya bisa ia dengar.
Konfirmasi bahwa kontra memori banding telah diajukan membuatnya merasa seperti dewa yang baru saja memutuskan nasib dunia. Kepuasan diri itu memicu gairah yang tak terbendung dalam dirinya.
“Ferdinand…”
Pengacara itu berbalik.
Di depannya, berdiri seorang wanita dengan sosok memikat dan senyum menggoda. Matanya yang tajam menatap Randal, seolah menantang api yang menyala di dalam dirinya.
"Jangan membuatku menunggu terlalu lama,"
“Tentu saja tidak…”
Dalam beberapa menit, suasana di kamar hotel mewah itu berubah menjadi lautan gairah yang membara. Randal, dengan tubuhnya yang kuat dan penuh hasrat, menerjang wanita di bawahnya tanpa ampun. Wanita itu merintih, suaranya menjadi melodi manis yang memenuhi ruangan. Setiap serangan Randal adalah badai yang tidak memberi ruang untuk bernapas, dan dia menikmati setiap detik dari d******i ini.
"Kamu sangat liar," desis wanita itu di antara helaan napas yang tersengal.
Randal menyeringai, mata dinginnya bersinar dengan api yang membakar. "Kamu belum merasakan yang sebenarnya," jawabnya dengan nada penuh tantangan, mempercepat gerakannya.
Pikiran pria itu dipenuhi bayangan Nadira yang terperangkap di dalam sel penjara, tertindas dan tak berdaya. Gairahnya memuncak, membara dengan kekuatan yang lebih dahsyat dari sebelumnya.
Wanita di bawahnya, terjebak dalam badai gairah, hanya bisa merintih dan menggeliat, tak mampu melawan. Randal menikmati setiap momen, merasakan kekuasaan yang mengalir dalam dirinya.
‘Setelah ini, tidak ada yang bisa menghentikanku,’ pikirnya, matanya berkobar dengan kemenangan. ‘Nadira Rodin, kamu akan tetap di tempatmu sekarang. Kamu tidak akan pernah lepas dari kendaliku.’
Dengan serangan terakhir yang memuncak, Randal mencapai puncak, melepaskan semua ketegangan dan keinginan yang telah menumpuk dalam dirinya.
Wanita di bawahnya kelelahan, terkulai dengan napas tersengal-sengal, sementara Randal berbaring di sampingnya, melepaskan semua ketegangan dan keinginan yang membara dalam dirinya.
Saat mereka berdua terkulai kelelahan, napas tersengal-sengal, Randal menatap wanita itu dengan tatapan penuh kepuasan. "Kamu milikku," katanya dengan suara yang penuh dengan d******i.
Wanita itu hanya bisa mengangguk, terjebak dalam badai gairah yang baru saja mereka lewati. "Ya, Ferdinand... kamu benar-benar luar biasa," bisiknya dengan lemah.
Randal tersenyum, merasakan kemenangan yang memabukkan. ‘Ini baru permulaan,’ pikirnya.
Matanya berkobar dengan api yang tak kunjung padam.