02 - Pergilah

1261 Words
*Author pov Mikayla terdiam cukup lama. Setelah memperkosanya, Alfath berbaring dengan santai disamping gadis malang itu. Tidak ada penyesalan di wajah Alfath meski tahu Mikayla menangis dalam diam memunggunginya yang memeluk tubuh rapuh itu dari belakang. Mikayla merasa hina, tubuhnya seperti seonggok sampah yang dengan mudahnya disetubuhi pria yang tengah memeluknya tersebut. Ia merasa jijik namun tak bisa melakukan apa-apa sebagai bentuk pembelaan untuk dirinya sendiri. Sudah satu jam berlalu saat Mikayla menangis, gadis itu terbangun melepas pelukan Alfath. Selangkangannya terasa nyeri dan sakit. Tubuhnya remuk karna harus melayani nafsu biadap pria yang ia panggil monster tersebut. Mikayla berjalan menuju kamar mandi, ia menghidupkan shower yang berada tepat di atas kepalanya, diam membiarkan tubuhnya tersiram guyuran air. Air mata tidak berhenti mengalir, menyatu dengan air mengalir dari shower. Dilihatnya tubuh terlanjangnya di depan kaca, penuh dengan kiss mark. Tanda yang ditinggalkan pria biadap itu kepadanya. Mikayla benci dan marah akan hal itu. Ia menggosoknya kuat berharap bekas itu akan hilang tapi yang ada bekas itu semakin memerah. "Aku benci pria itu hiks.. hiks" isak Mikayla pada akhirnya. Setelah bergelut dengan air cukup lama, ia merasa kedinginan. Jari tangannya sudah seperti nenek-nenek. Gadis itu memilih untuk mengambil handuk kimono dan mengenakannya. Setelah itu ia keluar dari kamar mandi. Pandangannya langsung tertuju pada pria yang masih tertidur di atas ranjangnya. Pria itu tidak mengenakan apa apa kecuali selimut soft pink yang menutupi. Mikayla berjalan menuju walk in closet. Ia memilih kaos longgar pink dan juga hotpans. Rambut basahnya tergerai untuk menutupi kissmar di lehernya. Penampilan yang sama sekali tidak Mikayla harapkan. Ia bahkan membencinya lebih dari apapun. Baru saja Mikayla hendak keluar dari walk in closet, Alfath masuk hanya mengenakan celana, tapi tubuh bagian atasnya ia biarkan telanjang. Mungkin ia ingin pamer tubuh kekar yang selalu menindas Mikayla. Sadar akan kehadiran Alfath, Mikayla memundurkan langkahnya. Ia ketakutan. Ia ingin pergi untuk menghindari Alfath tapi kenapa pria ini sudah ada dihadapannya? Pikirnya. "K..kau mau apa lagi?" Tanya Mikayla gugup. Ia menghindar dari Alfath dengan melangkah ke samping, namun Alfath mencekal tangan Mikayla. "Kau mau kemana?" Alfath semakin mendekat dan Mikayla sudah tidak bisa kemana mana lagi. Walk in closetnya sudah sempit dan ada Alfath yang mengunci tubuhnya. "P..pergi.." usir Mikayla berusaha mendorong tubuh Alfath agar menjauh. Namun, bukan Alfath jika mendengar protes seorang Mikayla. "Kau tahu aku merindukanmu? Tiga bulan bukan waktu yang sebentar. Dan akhirnya aku bisa menjamahmu lagi" Mikayla marah akan ucapan Alfath. Tidak tahukah dia Mikayla terpuruk bahkan baru sembuh belakangan ini? Dan dia kembali hadir membuat Key semakin terpuruk. "Kau.. kau bajingan! Kau iblis!" Teriak Key.  Rahang Alfath mengeras, pria itu lebih dekat ke arah Mikayla dan mengunci tubuhnya. Menatap tajam gadis yang kini ketakutan bercampur marah. "Katakan lagi! Kau mulai berani hah!" Teriak Alfath semakin membuat tubuh Key bergetar hebat. "K..kau.. bajingan! K..kau iblis..brengsek!" Ulang Mikayla memberanikan diri. Meski suaranya bergetar menahan takut. "Brengsek! Kalau aku iblis kau jalang bodoh!" Teriak Alfath menggebrak lemari yang berada di belakang Mikayla, lemari yang menjadi tempat ia terkunci oleh tubuh Alfath saat ini. "Aku membencimu." Key sudah tidak bisa menahan tangisnya karna takut. Ia menangis lagi dan lagi. "Jangan berani berani melawanku, aku tidak suka gadis pembangkang!" Bentak Alfath mengelus pipi Key lembut. Ucapan dan sikapnya sungguh bertolak belakang. Alfath mendekatkan bibirnya untuk mencium bibir bergetar itu, tentu saja secara paksa pria itu menempelkan bibirnya. Meski menolak, Key tidak bisa terlepas dari bibir Alfath yang kini menuntut untuk dilumat. Setelah puas, Alfath melepas bibirnya dan saat itulah Key mengusap kasar bibirnya seolah tidak sudi bibirnya menjadi santapan pria dihadapannya. Mengusapnya kasar kekanan dan kiri berulang ulang. "Kita akan bertemu lagi. Ingat dengan jelas! Namaku Alfath. Kita akan sering berhubungan kedepannya." Bisik Alfath. "Tidak akan! Aku tidak akan mau!" Tekan Key. "Terpaksa aku harus memperkosamu lagi" balas Alfath enteng. "Kau memang iblis! Aku membencimu!" Alfath tersenyum miring. Ia mengecup pelan bibir Mikayla dan menjauh dari tubuh gadis yang sedari tadi bergetar ketakutan tersebut. Tidak terhitung bibir manis Key mengucapkan bahwa  ia membenci Alfath. Mungkin sudah beribu kali, namun apa peduli Alfath? "Aku pergi, sampai ketemu lagi" Alfath sedikit memberi jarak, kemudian berbalik menjauh dari posisi Key. "Kau pria gila! Kau iblis! Monster brengsek!" Teriak Mikayla melihat pintu Walk in closetnya tertutup. Ia mengumpat begitu kerasnya meluapkan segala amarahnya. _____ *Alfath Pov Setelah kejadian semalam, aku enyah dari rumahnya, tidak mungkin aku membuatnya ketakutan seperti itu. Andai saja dia tidak menolakku, pemerkosaan itu tidak akan terjadi bukan? Aku bisa menikmatinya sekaligus dia akan ku beri kenikmatan lebih. Semua akan lebih mudah jika dia tidak berontak seperti itu. Aku memasuki mansion setelah beberapa menit menyusuri jalanan yang cukup dipadati kendaraan. Di dalam tampak sepi, aku tinggal sendiri di mansion keluarga Xaviar ini. Penerus tunggal Xaviar group. Perusahaan yang kini diurus oleh orang kepercayaan keluargaku, paman Geka. Pria yang sudah kuanggap sebagai ayah dan ibuku karna dia satu-satunya wali yang kupunya. Kadang paman Geka juga tinggal di Mansion, meski tak menetap untuk menemaniku Mommy and Dad pergi saat aku berumur lima tahun karna kecelakaan Pesawat. Itulah yang dikatakan oleh Paman dan Bibi karena aku tidak ingat bagaimana mereka pergi. Usiaku terlalu muda saat itu. Dan pamanlah yang merawatku dengan tulus, hingga saat ini ia tidak menikah karna mengabdi pada keluargaku. Jangan salahkan aku, karena dia yang memilih untuk tidak menikah. Sudah ribuan kali aku menyuruhnya memiliki pasangan, dan hingga sekarangpun tidak ada tindakan bahkan jawaban. Aku curiga pamanku adalah gay. Tepat sekarang diumurku yang ke-27 aku akan menjadi pemimpin perusahaan, menduduki posisi yang memang seharusnya diwariskan untukku, untuk anakku kelak, bahkan mungkin untuk cucuku. "Tuan Alfath." Aku kenal dengan suara bariton itu, siapa lagi kalau bukan paman Geka. Pria yang selalu memanggilku tuan sedari kecil. "Ada apa paman?" Tanyaku. "Apa anda sudah siap untuk besok? Besok adalah pelantikan anda sebagai Presdir perusahaan Xaviar Group" Balas pria paruh baya yang masih terlihat tegas tersebut. "Ayolah paman, aku sudah siap kapan saja." Balasku lagi, dan paman geka hanya tersenyum menggeleng kearahku. Dia memang pria tenang. Tidak sepertiku yang gampang tersulut emosi. "Gadis itu cantik dan baik, anda harus segera menikahinya sebelum dia kabur." Ucapan paman geka membuatku terdiam dan mewurungkan niat untuk pergi ke lantai dua tempat kamarku berada. "Apa yang paman maksud Mikayla?" Tanyaku memastikan. "Siapa lagi gadis yang tuan sukai selain Mikayla? Dia adalah salah satu karyawan Xaviar Group. Jadi saya tahu apa yang anda lakukan padanya." Jelas paman Geka. Apa dia tahu aku memperkosanya? Sudah pasti jawabannya iya! "Aku tertarik padanya paman, secepatnya aku akan menikahinya bagaimanapun caranya. Namun, hentikan tindakan paman yang memata mataiku." Ucapku tegas. "Memang itu yang harus anda lakukan untuk mempertanggung jawabkan semuanya tuan. Saya pergi dulu untuk mempersiapkan besok. Anda harus istirahat, dan maaf karena saya sudah lancang." ucap paman geka yang kemudian pergi dari hadapanku. Masih mematung mendengar ucapannya, ia tetap tidak berubah. Setelah tersadar dari lamunan, aku menaiki tangga menuju lantai dua tempat kamarku berada. Kurebahkan tubuhku diatas ranjang, jam sudah menunjukkan pukul 11:00 malam. Kuambil kamera yang ada di dalam laci sebelah ranjang. Aku bersandar pada kepala ranjang dan mengotak atik kamera yang kupegang saat ini. Kulihat hasil dari apa yang kupotret selama enam bulan terakhir. Wajah gadis yang membuatku gila. Siapa lagi kalau bukan Mikayla. Foto-foto dirinya yang kuambil saat ia di taman, di supermarket, bermain dengan anak kecil di lapangan dan semuanya. Aku menguntitnya, bisa dibilang seperti itu. Apapun yang terjadi aku harus memilikinya. Tubuh, bibir, mata, hidung, bahkan sehelai rambutnya adalah milikku. Bagai candu, Mikayla adalah candu bagiku. Tak peduli dia akan membenciku seumur hidupnya. Namun jika hal itu membuatku bisa bersamanya, aku akan terus bersamanya. Bersama kebenciannya juga. - To be continue -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD