Sebelas

1079 Words
Suasana ramai studio menjadi hal yang biasa untuk Ye-Jun. Setelah Ia berlatih lagu dan koreo seharian untuk comeback grupnya, Ye-Jun mendudukan pantatnya di lantai ubin ruangan itu. Sudah 2 minggu Ia berada di jepang untuk menyiapkan kembalinya 3Nite yang memang ingin mengawali comeback nya di negara sakura ini. Dan sudah selama itu pula ia tidak melihat wajah mungil istrinya itu, tapi bukan berarti tidak ada komunikasi sama sekali. Di setiap jam istirahat nya Ia selalu menyempatkan diri untuk menelepon Aida. Yuji dan Nico duduk di samping Ye-Jun dengan nafas yang masih terengah-engah dan mengibaskan tangan mereka untuk menghalau rasa panas di tubuh mereka. "Hyung, apa hari ini kau tidak menghubungi istri mu?" tanya Nico sembari meneguk minumannya. Ye-Jun menggeleng, "Belum. Karena seharian ini kita lebih sibuk, aku belum sempat menghubunginya. Mungkin nanti malam sehabis makan." "Ya sudah ayo kita makan. Aku sudah sangat lapar. Hyung, hari ini traktir aku ya? Ye-Jun mengerutkan keningnya, "Kenapa aku harus mentraktirmu?" "Ya! Hyung lupa kalau aku sudah menghabiskan uang ku untuk hadiah pernikahan mu?" Ye-Jun mendengus sambil melepar handuk tangan ke wajah Nico, "Aku tidak pernah memaksa mu untuk untuk menghabiskan uang mu untuk kado pernikahan ku. Oh, dan lagi pula kenapa kau menghadiahiku barang-barang tidak berguna itu?" Nico terkekeh mengingat Ia membelikan hadiah tambahan untuk seniornya itu. Pemuda itu menatap Ye-Jun dengan cengiran di wajahnya sambil memainkan alisnya. "Jadi? Sudah di pakai 'barang' pemberian ku, hyung?" Ye-Jun memutar bola matanya saat ia mengingat 'barang' itu. Yang benar saja, juniornya itu memberikan perlengkapan Bondage dan beberapa buku kamasutra. Saat menerima barang-barang memalukan itu rasanya Ye-Jun ingin menenggelamkan Nico di sungai Nill. Semua barang-barang itu langsung di amankan Ye-Jun, karena pasti akan sangat memalukan jika Aida melihatnya. Pukulan ringan mendarat sempurna di kepala juniornya itu, "Sudah lah. Ayo kita makan lalu kembali ke hotel untuk beristirahat." katanya sambil bangkit dari duduknya yang kemudian di ikuti oleh ke dua temannya. *** Ye-Jun menekan angka 1 sebagai panggilan cepat untuk nomor istrinya. Walaupun belum ada rasa cinta yang di rasakan Ye-Jun untuk wanita itu, bagaiamana pun komunikasi tetap harus di lakukan Ye-Jun untuk menghormati Aida sebagai istrinya saat ini. Ia mendengus kesal begitu panggilan ponselnya di angkat namun wanita itu malah bertanya siapa. Memangnya wanita itu tidak mengenali suara Suaminya sendiri? Bukannya wanita itu mengaku sebagai fans nya. Ye-Jun menganggukan kepalanya saat ia mendengar wanita itu menjawab pertanyaannya. "Ya sudah aku tutup dulu sambungannya. Hati-hati. Ingat, jangan terlalu ngebut berkendara" katanya kemudian. Terdengar kekehan geli dari wanita itu, "Nee, gomawo Oppa! Suami ku tercinta." Pria itu mendengua pelan sembari memutar bola matanya, mendengar Aida memanggilnga 'Suami ku'. Entahlah, rasanya masih asing untuk Ye-Jun mendengar kata-kata itu. Namun tanpa Ia sadari sudut bibirnya terangkat sedikit menampilkan senyum tipis setipis kulit lumpia. "Dasar wanita aneh" katanya pelan. "Ya! Kau-" Ye-Jun langsung mematikan sambungan ponselnya sebelum Aida mengeluarkan omelan panjangnya. Lagi-lagi senyum tipis itu terbit di bibirnya walaupun sang empunya wajah tidak menyadari itu. Yujin menaikan sebelah alisnya, "Aku sudah lama tidak melihatmu tersenyum seperti itu." Ye-Ju menatap Yujin yang duduk di hadapannya. Ia mengerutkan dahinya bingung, "Senyum? Siapa yang tersenyum?" Yujin menujuk pria yang ada di hadapannya itu dengan gelas sake yang sedang Ia pegang. "Tentu saja kau, memang siapa lagi? Bocah di samping mu yang sudah mabuk itu?" katanya sambil mengedikan dahunya pada Nico yang sudah mabuk di samping Ye-Jun. "Ck! Padahal aku sudah menyuruhnya untuk tidak minum terlalu banyak." lanjut Yujin. Ye-Jun mengangkat bahunya malas sambil meneguk sake yang ada di hadapannya, "Apa maksud mu sudah lama tidak melihatku tersenyum? Aku kan selalu tersenyum jika bertemu para fans." Yujin menghela napas pelan, meletakan cangkir kecil itu di hadapannya. Ia bingung apakah harus mengatakannya atau tidak. Yujin tahu topik tentang 'wanita' itu masih menjadi topik sensitif untuk temannya itu, walaupun Ia sudah menikah. "Itu kan senyum 'bisnis'. Maksud ku, senyum yang mengatakan terima kasih pada mereka. Tapi tadi itu senyum 'perasaan'." Ye-Jun mengerutkan keningnya, "Aku masih tidak mengerti." Yujin mengambil nafas dalam lalu menghembuskannya keras. "Sejak berpisah dengan 'dia' kau sudah jarang menampakan senyum penuh perasaan itu lagi." Wajah kaget terlihat jelas pada Ye-Jun. Rahangnya seketika mengeras dan tangannya sudah mengepal erat. Mata coklat pria itu menatap tajam pada temannya. Ada sedikit kilatan rasa marah di sana. Ya, buat Ye-Jun topik obrolan tentang wanita itu masih tidak bisa di terima olehnya. Wanita yang sudah berhasil menghancurkan hatinya berkeping-keping. "Aku sudah mengatakannya padamu untuk tidak membahas soal itu." katanya tajam. Yujin mendengus kesal, sekali lagi Ia mengisi penuh cangkir sake itu lalu meneguknya dengan cepat. Dengan sedikit bantingan Yujin menaruh cangkir itu lalu menatap Ye-Jun, "Sampai kapan dia menjadi topik sensitif untuk mu? Ingat, kau sudah menikah! Kau selalu bilang akan menghargai istrimu," yujin kembali mengisi cangkir sake penuh lalu meneguknya lagi dengan kesal. "Tapi lihat? Kau bahkan masih marah saat membicarakan wanita jalang itu." lanjutnya. Mendengar kata-kata itu sukses membuat kemarahan Ye-Jun tersulut. Ia menggebrak meja keras hingga membangunkan Nico yang sedari tadi tertidur karena mabuk. Ye-Jun mendekat pada Yujin, mencengkram kerah baju pria di hadapannya. Tatapan mereka saling bertemu, ada rasa marah, kesal, dan jengah pada iris mata Yujin. Yujin ingin temannya itu tidak lagi mengingat w************n itu, wanita yang sudah menghancurkan hati pria itu dengan cara terburuk. "JANGAN PERNAH BERBICARA BURUK TENTANG DIA!" teriaknya marah. "Wanita itu memang yang terburuk! Apakah perbuatannya padamu itu tidak bisa membuat mu sadar?! Demi Tuhan Ye-Jun, berhentilah memikirkannya!." Brak! Ye-Jun mendorong Yujin keras hingga pria itu membentur punggung kursi yang tadi ia duduki. Nico yang melihat langsung tersadar dari mabuknya dan bangun dari duduknya untuk melerai teman dan seniornya itu, "Hei, Hyung! Kalian ini kenapa sih? bagaimana kalau di lihat fans? Kalian mau kita batal comeback?!" "Persetan dengan itu!" kata Ye-Jun dengan keras. Tatapannya tidak lepas dari Yujin, "Dan kau, sekali lagi kau berkata yang tidak-tidak. Aku akan keluar dari grup ini." lanjutnya dengan dingin. Ye-Jun langsung melangkah keluar dari restoran itu. Rasa marah masih terlihat di raut wajah tampannya itu. Tangannya masih terkepal erat, menandakan ia benar-benar menahan emosinya untuk tidak menghajar wajah Yujin. Jujur saja Ye-Jun paham maksud baik dari temannya, hanya saja tidak semudah itu untuk Ye-Jun menghilangkan bayang-bayang wanita itu. Wanita yang mampu mengambil seluruh hatinya tapi juga yang mampu menghancurkannya semudah itu. Wanita yang pernah menjadi terbaik dan terburuk dalam hidupnya....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD