DIMENSION

1087 Words
Dalam kegelapan pekat di mana nyaris tak ada sedikit pun cahaya terlihat yang tengah mengepung. Ao dapati sebuah cermin tengah berada tepat di hadapannya. Padahal tempatnya berada kini amat gelap seperti vantablack yang tak berjejak. Tidak ada cahaya sama sekali. Seharusnya mustahil pantulan dirinya sanggup tampak demikian jelas. Pasti terjadi sesuatu. Ao mengamati sekelilingnya dengan tenang. Tak ada keraguan tersirat dari wajahnya. Namun, itu bertolak belakang dengan yang sesungguhnya ia rasakan. PRAANK. Suara kaca pecah yang cukup kencang begitu mengejutkan indera pendengaran. Ia dapati bagaimana sebuah cermin itu pecah menjadi berkeping-keping walau apa yang jadi penyebabnya tak jelas. Namun, yang paling aneh dna tak bisa diterima oleh akal adalah saat ia saksikan sendiri bagaimana bayangan dirinya yang tak sirna. Itu bukan cermin. Melainkan hanya sebuah kaca tembus pandang. Dan yang dikiranya bayangan dirinya itu adalah dirinya sendiri. Dirinya yang satu lagi. Jiwanya yang lain. Ao yang akan melepas kacamatanya. “Ka, kau...?” Sosok itu merespon, “Apa menyaksikan keberadaanku membuat dirimu sangat terkejut saat ini? Aku tidak peduli pada apa yang sedang kau rasakan sekarang. Tapi, aku sangat kesal saat melihat diriku yang saat ini seperti ini. Diperbudak oleh persahabatan tanpa tepi yang tak bisa aku mengerti. Bond’s of people adalah salah satu hal paling konyol di seluruh alam semesta ini. Kau sendiri yang berkata seperti itu, 'kan? Apa kau tidak ingat saat kau dikhianati oleh sangat banyak anak di sekolahmu dulu? Mereka hanya mendekatimu dengan keinginan dari hati mereka paling dalam dan tak ada yang namanya ketulusan. Manusia tak akan pernah ikhlas lakukan sesuatu jika tak menguntungkan diri mereka sendiri. Hubungan hanya akan beri kekuatan pada seseorang untuk saling menyakiti dan menghancurkan. Sebentar lagi anak bernama Shuuya itu pun pasti akan mengkhianati dirimu. Kenyataan selalu jahat. Tolong jangan sepenuhnya dipercaya.” Sekujur tubuh Ao langsung terjatuh kala mendengar ucapan sosok itu. Seluruh kekuatan seperti hilang tak berjejak. Kedua matanya melihat sosok di hadapan dengan pandangan ngeri. Sosok yang berdiri dengan gagah dan kuat serta percaya pada potensi diri sendiri. Bukan seperti dirinya. Dirinya yang lemah dan seringkali tak berdaya itu. Hahhhahhhahh. Nafasnya terengah-engah. Buat ia kesulitan mengatur akal sehat sendiri karena terjebak perasaan bingung tak bertepi. Meski begitu ia tetap memaksakan diri untuk bicara. Pada dirinya yang tidak melihat dunia dari balik bingkai kacamata. “Mungkin apa yang kau ucapkan itu memang benar. Banyak anak di sekolahku dulu hanya mendekatiku karena mereka ingin aku mengerjakan pekerjaan rumah mereka atau melakukan hal lain untuk mereka yang tak ingin mereka kerjakan sendiri. Nyaris dan sellau seperti itu. Atau mengajari saat akan diadakan ujian. Hanya di saat seperti itu saja. Setelahnya semua akan hilang tak berjejak seolah tak pernah terjadi sebelumnya. Aku akan kembali jadi si anak aneh yang dijauhi dan selalu dibenci. Aku akan kembali dipandang seolah tak pernah ada di dunia ini atau bahkan hanya di dekat mereka saja. Mungkin mereka memang sangat jahat dan lebih baik mati saja timbang terus menabur kedukaan dan kesedihan untuk orang lain di dunia ini. Hanya para suster di gereja yang pernah dan selalu menghiburku apa pun yang terjadi. Tapi, mereka semua para orang baik berhati tulus itu sudah mati. Aku tak bisa melakukan apa pun untuk mengatasinya.” “Benar. Manusia memang jahat. Shuuya pun aku percaya juga seperti itu. Tak lama lagi ia juga akan lakukan hal yang sangat jahat padamu,” balas sosok itu. Tak ingin biarkan Ao terus tenggelam dengan imajinasi dan fantasinya soal kehidupan yang sebenarnya tak ada. Hanya begitu-begitu saja. Tak ada gairahnya. “Tapi, semua hanya masa lalu. Aku punya masa kini di mana ada orang-orang yang akan menyayangiku. Hashimoto, William, Erick, Papa, Mama bahkan Akihara. Aku akan terus melanjutkan niatku untuk menghilangkan kesedihan bagi kehilangan yang salah itu. Ditambah dengan adanya para Rieki Shinmei yang sama sekali tidak tahu mana yang harus dihilangkan. Aku akan melanjutkan mimpiku. Tapi, aku juga tak akan mengkhianati yang telah kudapatkan kini. Merekalah surgaku.” Wajah sosok itu menjadi kesal. Ia terlihat sangat marah pada jawaban Ao. Didorongnya kedua pundak Ao hingga terjatuh. Ditatap kedua mata Ao. Mata yang lembut. Dengan tatapan tajamnya. Kedua tangannya menahan kedua pergelangan tangan Ao. Membuatnya tak berkutik. Ao tak boleh melarikan diri lagi. Darinya: masa lalu Ao. Diri Ao yang sesungguhnya. Gilbert adalah Ao yang sesungguhnya. Dan karena Shuuya Ao berusaha melupakannya. Berlari dari kenyataan itu. “Kau sangat bodoh! Apa kau akan melepaskan semua yang telah kau lakukan selama ini? Apa kau pikir Tuhan akan mengampunimu lalu memasukkanmu ke surga? Tidak. Kau hanya akan kehilangan segalanya jika mundur. Shuuya adalah musuhmu. Rieki Shinmei yang akan mengganggu semua yang telah kau rencanakan sampai sekarang.” “Lepaskan aku!” perintah Ao. “Tidak akan, bodoh. Aku akan membuatmu selamanya mengalami koma jika kau tak mengubah keputusanmu. Kau akan hidup bersamaku dalam kehilangan ini. Tak akan ada seorang pun yang mengakui keberadaanmu. Kau akan menghilang.” “Lepaskan aku!” perintahnya lagi dengan suara lebih tajam. “Dasar pembohong. Aku adalah keinginanmu yang sesungguhnya. Sesungguhnya kau ingin membunuh semua manusia di dunia ini, bukan?” tanya sosok itu. “Shuuya san telah mengajari aku bahwa aku merupakan seseorang yang memiliki arti. Punya makna untuk dunia. Lagipula aku telah melupakan dirimu, masa laluku yang kelam dan tak ingin lagi aku ulang. Aku akan menciptakan kematian ideal bagi manusia. Atau bahkan menghapuskannya sama sekali. Agar tak ada lagi manusia yang merasakan kesedihan yang tak seharusnya mereka rasakan. Aku tak ingin lagi ada orang lain yang bersedih seperti aku saat itu. Aku sudah melupakanmu. Sisi jahatku. Akulah diriku yang sebenarnya,” balas Ao tanpa gentar. Kukuh pada keyakinan yang tak bisa dirubah. PLAAK. Namun, malah tamparan ia dapat dari sosok yang berdiri bersama kegelapan itu. Ia berkata lagi, “Kau benar-benar hipokrit, Ao. Kau terus berusaha lari dari dirimu yang sebenarnya. Tapi, tidak masalah.” Sosok itu melepaskan Ao dan mendirikan tubuh. “Karena aku tak akan pernah melepaskanmu. Kau akan terkurung di sini selamanya. Kau tak akan merasakan apa pun. Baik senang, sedih maupun amarah. Yang kau dapatkan hanyalah kehilangan. Kehilangan terbesar dalam hidupmu saat kau kehilangan kepercayaan dirimu sendiri. Kepercayaanku. Aku juga dirimu, Ao.” Wajahnya berubah menyendu. Seperti seseorang yang kehilangan hal yang sangat berharga. “Jangan buang aku. Aku adalah dirimu.” Benar. Mungkin aku yang sekarang hanya memikirkan diriku yang kini. Tanpa memerdulikan diriku yang dulu. Aku yang sekarang hanya melakukan kebaikan untuk masa kini. Padahal ada diriku yang menangis. Aku sungguh egois. Ao melihat kegelapan di hadapannya dengan mata kosong. Tatapan yang kehilangan objeknya. Ia merasa hampa. Dan hilang. “Aku semakin tidak tahu siapa aku sebenarnya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD