Tumimbal International School

1258 Words
"Kamu yakin mau berangkat hari ini, Panji? Baru juga sehari kamu di Kuta, udah mau berangkat lagi." "Gimana lagi, Bli Gung? Panggilan alam. Lagian itu mobil jemputan juga udah ada di depan kan, Bli? Ga enak aku kalo harus batalin hari ini." "Iya sudah kalo gitu, semoga Sang Hyang Widi selalu memberikan keberkahan buat perjalanan kamu ya," "Aku pamit ya, Bli. Suksma udah menjamu aku semalem." (Suksma = terima kasih) "Miih, kek kamu mau pergi perang aja nok, pake acara perpisahan segala. Paling juga ga lama lagi balik ke Kuta kamu itu." "Do'amu jelek, Bli Gung. Dah lah aku mau pamit." "Yaudah sana berangkat, kalo kamu butuh tempat nginep pas balik ke Kuta, kosan selalu siap buatmu." Begitulah Bli Gung, selalu ramah kepada Panji. Bli Gung, atau Anak Agung Alit Satria, adalah saudara jauh dari Panji. Bli Gung merupakan seorang juragan kos-kosan di wilayah Kuta. Rumah kos milik Bli Gung selalu ramai dihuni oleh pekerja malam. Sekitar dua puluh kamar hampir selalu terisi penuh karena rumah kos Bli Gung memang terkenal murah dan nyaman. Panji pun dengan berat hati menginggalkan tempat Bli Gung untuk menuju ke tempat kerjanya yang baru. Perjalanan Panji dari Kuta menuju ke tempat kerjanya yang baru, memakan waktu sekitar dua jam mengendarai mobil. Dari Kuta, mobil yang menjemput Panji meluncur melewati jalan protokol By Pass Ngurah Rai menuju Sanur, lalu berbelok menuju jalan protokol By Pass Ida Bagus Mantra di gianyar, kemudian berjalan terus melewati jalan menanjak yang tak kunjung usai. Pemandangan pesisir khas Bali Selatan mulai berganti dengan pemandangan hutan dan dataran tinggi khas Bali Timur. Hamparan sawah yang hijau dan hutan yang masih asri menjadi penyejuk mata setelah melihat pemandangan Bali Selatan yang panas dan penuh dengan bangunan. Mata Panji terlihat sangat menikmati sajian lukisan keindahan Tuhan di dunia tersebut. "Pemandangannya bagus ya, Mas Panji," celetuk sopir ketika melihat Panji menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. "Bener, Pak. Sekarang kalo dibilang surga itu bisa dicapai ketika kita mati, itu salah besar. Tanah kita nih tanah surga," sahut Panji menanggapi ucapan sopir. "Mas Panji bisa aja. Tapi kalo namanya surga sih, harus ada bidadarinya, Mas," jawab sopir sambil tetap fokus pada roda kemudinya. "Nah itu bidadari ada di bawah, Pak. Miiih, seksi sekali bidadari itu nok! Kleee bisa gak ya aku dapet satu aja yang kek gitu?" Mata Panji terbelalak ketika melihat beberapa orang perempuan desa yang tengah mandi bersama di sungai. "Wah, mata Mas Panji jeli juga ternyata ya, hahaha. Karena di sini masih wilayah desa, Mas. Makanya hal seperti mandi bareng itu masih biasa. Asal tetap dipisahkan, yang mana wilayah untuk lelaki dan yang mana wilayah untuk perempuan." "Wah, bisa betah saya kalo kek gini, Pak," sahut Panji sambil tersenyum lebar di kursi belakang mobil. Tapi, di luar pengelihatan Panji, pak sopir memberikan senyum mencurigakan di kursi depan kepada Panji, seakan tengah merencanakan sesuatu yang jahat terhadapnya. Setelah sekitar dua jam perjalanan dari Kuta, akhirnya Panji tiba di sebuah sekolah yang sangat megah. Sekolah yang sebenarnya tidak terlalu luas, namun tetap terlihat mewah. Hal itu dapat dikenali dengan gerbang sekolah yang menggunakan pagar elektronik, serta nama sekolah yang terpampang jelas di samping gerbang. Tumimbal International School, sebuah sekolah internasional yang terletak di lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem, yang sangat jauh dari pusat beradaban Bali yang terletak di Bali Selatan. Sekolah ini memang tampak biasa jika dilihat dari luar, tetapi Panji dapat merasakan aura mencekam ketika memasuki Tumimbal, seperti itulah sekolah ini akan disebut ke depannya. Pak sopir sama sekali tidak memberikan reaksi terhadap apa yang dirasakan oleh Panji, padahal bulu kuduk Panji telah berdiri sejak melewati gerbang sekolah. Di balik pintu mobil, Panji telah disambut oleh Mas Jo, orang yang merekrut Panji untuk masuk ke Tumimbal. "Yo, Panji Baskara. Sohib paling baik ketika aku kuliah dulu. Eh, kenapa mukamu pucat gitu sih, Panji?" sapa Mas Jo ramah sambil menyalami Panji dengan erat. "E-eh, enggak, gapapa, Mas," sahut Panji terbata. "Duh, santai aja kali, Panji. Gak usah gugup gitu masuk sekolah baru," jawab Mas Jo sambil mengajak Panji berjalan menuju ke kantornya. Aura gelap semakin pekat dirasakan Panji seiring semakin dalam ia memasuki Tumimbal. Bayangan hitam yang muncul sekelebat di kanan dan kiri semakin menambah hawa mencekam yang membuat d*da Panji semakin sesak. "Padahal hari masih siang, kenapa banyak banget penampakan di sekolah ini, sih? Sebenernya ini sekolah apa?" batin Panji yang menangkap hawa semakin aneh di dalam Tumimbal. Tapi orang lain di sekitar Panji seperti Mas Jo dan beberapa murid yang berpapasan dengan mereka, seakan tidak melihat apapun di sini. Mereka terlihat tidak mengacuhkan penampakan yang ada dan hal itu membuat panji berpikir jika hanya dia yang dapat melihat penampakan itu. "Bener juga, mungkin ini semua cuma halusinasi doang, aku kan bukan indigo." Panji mencoba menenangkan gejolak di dalam pikirannya. Setelah berjalan melewati koridor yang panjang, akhirnya Panji dan Mas Jo tiba di sebuah ruangan yang bertuliskan 'Kepala Sekolah'. "Kepala sekolahnya kek gimana, Mas Jo? Cantik? Ganteng? Bapak-bapak? Atau piye?" celetuk Panji menenangkan batinnya yang sedang gelisah ketika Mas Jo membuka pintu ruangan tersebut. Mas Jo hanya menanggapi dengan senyum tipis sambil memasuki ruangan itu. "Pekat, gelap, pengap, hawa apa ini? Kenapa ada sebuah ruangan yang punya aura segelap ini? Bahkan aku yang orang awam aja bisa ngerasain kalo ruangan ini kek nyuruh aku pergi dari sini." batin Panji ketika pintu terbuka. Panji tidak segera masuk ke dalam ruangan dan lebih memilih untuk mematung di depan pintu. "He sini kamu, Panji. Ngapain diem di situ?" celetuk Mas Jo yang telah memasuki ruangan itu lebih dahulu. Dengan langkah berat, akhirnya Panji memberanikan diri untuk menembus tabir tipis yang berada di sela pintu yang seakan menjadi pembatas di antara dua dunia. Benar saja, aura di dalam ruangan terasa sangat berat seakan memiliki gravitasi yang sangat besar. Setiap langkah kaki Panji terasa semakin berat. Panji semakin bingung dengan ruangan yang ternyata kosong, tidak ada kepala sekolah di dalamnya. Hanya terdapat kursi dan meja yang berada di ujung ruangan, dan satu rak besar berisi buku yang tersusun rapi di belakangnya. "Tunggu, rak buku? Jangan-jangan..." Ingatan Panji mundur ke satu malam sebelumnya, di mana ia melihat sebuah tangan menjulur dari sela-sela buku seakan ingin meraih baju dari Mas Jo. Wajah Panji semakin pucat karena mengingat hal itu. Mas Jo dengan santai melangkah semakin dalam di ruangan itu, lalu duduk di kursi yang memiliki papan nama yang tertata rapi di atasnya. Panji baru menyadari jika Mas Jo, kawan lamanya yang sekaligus kakak tingkat di perguruan tingginya dulu, merupakan kepala sekolah di Tumimbal. Hal itu tergambar jelas dari wajah Panji yang terkejut ketika Mas Jo duduk di kursi kepala sekolah, dengan nama Jonathan Liu yang merupakan nama lengkap Mas Jo, terukir indah di atas meja. "Selamat datang di Tumimbal, Pak Panji. Perkenalkan, saya kepala sekolah di sini," ucap Mas Jo dengan nada formal. "Waduh, jadi sampean Kepsek di sini, Mas?" sahut Panji dengan wajah bingung. "Begitulah, dan ngomong-ngomong, kenapa kamu dari semalem kek pucat gitu mukanya? Ada yang aneh?" Senyuman hangat terukir jelas dari wajah tampan khas keturunan Tionghoa yang dimiliki oleh Mas Jo. "Ah, itu..." Panji tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena sesosok perempuan berambut panjang tiba-tiba muncul menembus rak buku yang ada di belakang Mas Jo. Perempuan itu bergerak semakin dekat ke arah Mas Jo, kemudian merangkulkan tangannya ke arah pria Cina-Jawa yang tengah duduk santai di kursinya. Darah busuk terlihat menetes dari tangan kiri yang melingkar pada bahu Mas Jo. Kuku hitam perempuan yang wajahnya tertutup rambut itu terlihat tajam dan mengerikan. Seketika, Panji merasakan badannya gemetar dan kakinya terkunci, sementara Mas Jo terlihat santai seakan tidak terjadi apapun. Apakah benar hanya Panji yang dapat melihat perempuan itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD