04. Sugar Daddy - Sugar Baby

1695 Words
“Jadi simpananku, dan aku akan jadi sugar Daddy kamu. Kamu terlihat masih sangat muda, tapi aku menyukai tubuhmu. Kamu tidak punya pilihan lain, take it atau selamanya kamu tidak akan pernah pergi dari rumah ini dan juga tidak akan bertemu dengan adikmu!” Butuh waktu yang cukup lama untuk Ivy mencerna apa yang baru saja lelaki tampan bak titisan dewa tapi sayangnya b******k, itu katakan. “Jangan pasang muka bodoh seperti itu. Say yes aja, biar semuanya lebih mudah.” Kembali Ivy dibuat tercengang. Baru saja ia diminta menjadi sugar baby lelaki yang Ivy perkirakan minimal lima tahun lebih tua dari dirinya. Yang kalau dibahasakan dengan kasar, ia harus jadi pemuas nafsu lelaki itu. Pemuas nafsu atau sama dengan pekerja se*s komersial, penjaja tubuh dan sebutan lainnya untuk profesi tersebut. Mengingat itu, Ivy langsung melayangkan penolakan. “Syarat gila macam apa itu? Setelah apa yang kamu lakukan dengan seenaknya, sekarang kamu malah ngancam aku? Apa kamu benaran udah gila?!” teriak Ivy tidak terima. Bravino maju dan langsung mencengkram rahang Ivy dengan kuat. Membuat Ivy meringis kesakitan karena itu. “Aku sudah bilang, kamu tidak punya pilihan lain. Dan aku memang tidak memberi kamu pilihan, melainkan langsung menentukan apa yang harus kamu lakukan setelah ini.” Bravino melepaskan cengkramannya dan berdecih, meremehkan Ivy. Kalau saja tadi ia tak puas dengan apa yang Ivy berikan, mungkin saja ia sudah melemparkan wanita itu kepada para anak buahnya di luar kamar. Terserah mau diapakan, ia tak akan peduli. “Dan apa tadi? Kamu bilang aku gila? Yah, kalau kamu mau ngeliat aku menggila, aku akan dengan senang hati menunjukkannya,” desis Bravino. Lelaki itu menarik selimut yang membungkus tubuh Ivy dengan kasar. Meski Ivy sudah menahannya, tapi tenaga wanita itu tak berarti apa-apa bagi seorang Bravino. Bravino ingin kembali melakukannya pada Ivy, ia bahkan sudah berhasil mengungkung tubuh polos tanpa sehelai kain pun pada diri Ivy di atas tempat tidur. “Tolong. Tolong aku.” Ivy berteriak sekuat yang ia bisa. Kalau tadi ia mengijinkan lelaki itu menidurinya, tapi tidak dengan sekarang. Ini tak benar dan harus secepatnya dihentikan. “Tolooooooong.” Ivy kembali menjerit memohon pertolongan, kaki dan tangannya berusaha ia gerakkan untuk menghalau tindakan Bravino. Bravino ingin menampar Ivy agar wanita itu mau diam dan tak menyulitkannya, tapi ia mendapatkan ide yang lebih baik dari itu. Lebih lembut tapi ia yakin akan lebih manjur. Dengan kedua tangan, Bravino menahan tangan Ivy ke atas. Sedang kaki wanita ia tahan dengan pahanya. Sempat terdistraksi akan bagian depan Ivy yang membusung tapi ia tahu mana yang seharusnya harus ia prioritaskan sekarang. “Kalau kamu terus melawan, aku akan memerintahkan orang untuk menculik adik kamu, dan kamu tidak akan bertemu dia lagi untuk selamanya!” Perlawanan Ivy seketika terhenti. Ancaman itu berhasil membuatnya takut. Ia rela mati demi adiknya. Tidak ingin sampai adiknya yang jadi korban hanya karena ia yang tak sanggup menuruti permintaan lelaki pemerkaos gila ini. Bravino tersenyum miring. Ia mengerti bila ancamannya itu sangat berpengaruh, membuatnya merasa menang. “Jadi apa yang mau kamu pilih?” tanya Bravino lagi. Ivy masih diam, otaknya bekerja dengan sangat keras. Ini bukan keputusan mudah baginya. “Come on, Baby. Aku gak punya waktu banyak untuk ini semua,” lirih Bravino yang membuat Ivy bergidik ketakutan. David menjulurkan lidah, menyapa kulit leher hingga d**a bagian atas Ivy. Menciptakan titik-titk kecil yang menonjol di atas permukaan Ivy. “What, Beb? Tell me now. Kamu sudah cukup tahu kalau aku bukan orang yang sabar, bukan?” Air mata Ivy mengalir. Ia harus mengambil keputusan yang mungkin akan ia sesali seumur hidupnya. Yah, pasti akan ia sesali. “A-aku mau,” jawab Ivy dengan lirih. “Mau apa? Yang jelas!” geram Bravino yang otomatis membuat Ivy bergidik ngeri. “Ma-mau jadi sugar baby kamu,” sahut Ivy dengan air mata yang mengalir. Ia sama sekali tak menyangka bila dia akan menjual dirinya sendiri, secara sadar. Bravino tersenyum miring. “Pilihan yang tepat. Setelah ini kamu tidak akan pernah menyesali keputusan kamu.” “Ta-tapi aku mau minta satu hal.” “What?” “Tolong jangan lakuin ini ke aku lagi. Punyaku masih sakit banget. Dan … Dan aku harus segera pulang, adikku sendirian di rumah,” cicit Ivy dengan terbata-bata. Ia takut kalau-kalau tangan besar Bravino mendarat di pipinya lagi. Melihat wajah Ivy yang memelas, membuat Bravino tak tega. Ia bangkit, mengambil selimut yang sudah tergeletak menggenaskan di lantai. Benda itu ia lemparkan ke atas tubuh Ivy. “Oke, kamu mandi dulu. Nanti baju kamu yang baru akan ditaruh ART di atas tempat tidur. Habis ini kamu harus tanda tangan perjanjian untuk jadi simpananku.” Hati Ivy mencelos, kata simpanan, sugar daddy atau sugar baby itu membuatnya merasa sangat hina. Andai saja ia tak terlambat, atau sekalian saja tidak mengantarkan makanan ke mansion terkutuk ini. Lebih baik ia dipecat, dari pada ia harus menjual dirinya sendiri. Sungguh menyedihkan. Ivy mengangguk. Ia pun hanya mengikuti Bravino melalui mata, ketika lelaki itu masuk ke sebuah ruangan dan keluar lagi setelah berpakaian lengkap. “Cepat! Jangan bikin aku menunggu lagi!” titah Bravino yang membuat Ivy langsung berjalan dengan selimut yang mengelilingi tubuhnya. Menahan sakit pada bagian bawahnya. Bravino mendelik kesal, menarik nafas dan membuangnya cukup kasar. Ia sebenarnya malas untuk berurusan dengan perempuan. Setelah Ivy masuk ke kamar mandi ia berpindah ke ruang kerjanya, ia memerintahkan orang untuk mengantarkan baju buat Ivy, dan menghubungi Jhon untuk memakinya karena ia sampai salah meniduri orang. Puas memaki, David menghubungi orang untuk mencari tahu tentang kehidupan Ivy. Hal itu bukan hal yang sulit bagi David. Tak perlu menunggu lama, ia sudah bisa mendapatkan apa yang ia mau. Matanya menatap serius pada setiap informasi mengenai Arivy Zaliana Muchlis, wanita yang baru saja ia renggut mahkotanya secara paksa. Melihat kekurangan Ivy dari segi ekonomi membuat Bravino menemukan celah di mana ia bisa mengikat wanita sesuka hatinya. Bravino belum tahu ia akan membuat Ivy menjadi simpanannya dalam jangka waktu panjang atau pendek. Karena memang hal ini pun adalah kali pertama ia lakukan. Sebelumnya ia hanya berhubungan satu kali dengan tiap wanita yang ia bayar. Alasannya adalah karena semua rasa wanita bayaran itu sama saja. Sedangkan Ivy terasa sangat berbeda. Bravino merasa miliknya sangat cocok dengan milik Ivy, seakan milik Ivy tercipta hanya untuknya. Hanya satu kali bersatu, tapi mampu membuatnya terus terbayang. Bravino kembali ke kamarnya. Di sana ia mendapati Ivy sedang duduk di atas sofa dengan pakaian yang baru. Salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas ketika melihat pakaian yang ia pesan sangat cocok untuk wanita itu. “Ini. Baca dan kemudian tanda tangani!” Ivy meraih dokumen yang Bravino berikan. Matanya mulai membaca identitasnya yang sangat lengkap di halaman pertama, entah dari mana lelaki itu menemukannya. Lalu di bawahnya ada beberapa pasal yang sembilan puluh persen adalah kewajibannya sebagai simpanan alias baby-nya sang papa gula. “Intinya, kamu harus siap sedia kalau aku membutuhkan kamu. Jadwal rutinnya adalah setiap weekend, tapi tidak tertutup kemungkinan aku butuh kamu di weekday. Nanti akan aku hubungi, dan tidak ada alasan untuk kamu menolak.” Bravino menjeda ucapannya, ia butuh melihat reaksi wanita yang masih duduk di tempatnya. “Hubungan ini akan menjadi rahasia dan kalau sampai ini terbongkar, kamu akan dimasukkan ke dalam penjara. Setelah ini kamu juga dilarang untuk bekerja, karena aku yang akan memenuhi semua kebutuhan kamu juga kehidupan adik kamu termasuk kuliahnya. Kalau kamu pintar dan aku puas, tidak tertutup kemungkinan aku akan memberikan bonus yang jumlahnya tak pernah kamu bayangkan sebelumnya. Aku sangat menghargai pekerjaan tiap orang sesuai dengan value juga effortnya.” Ivy menatap Bravino. Ingin mencoba apa ia masih bisa bernegosiasi dengan lelaki itu. “Tapi, aku juga masih kuliah. Dan kalau aku sama sekali tidak bekerja, nanti orang atau adikku akan mempertanyakan aku mendapat uang dari mana. Kamu bilang hubungan kita ini adalah rahasia bukan?” Bravino berpikir, yang Ivy katakan memang tak ada salahnya. Setelah menghela nafas, ia lalu berkata. “Oke, kamu boleh kuliah, dan untuk masalah bekerja, hanya boleh di satu tempat saja.” Ivy tersenyum lebar, membuat matanya yang hitam bening itu berbinar. “Terima kasih, Tuan.” “Tapi kamu harus bekerja di perusahaanku. Sebagai asisten pribadiku. Ini adalah keputusan final dan aku tak mau diganggu gugat. Dan satu lagi, kamu tidak boleh jatuh cinta sama aku, aku benci hubungan dan perasaan menjijikkan seperti itu! Hubungan kita hanya terbatas dalam masalah ranjang jadi jangan pernah melibatkan hati di dalamnya.” Akhirnya Ivy hanya bisa menganggukkan kepala untuk semua yang Bravino katakan. Lagi pula ia tak punya pilihan lain, bukan? Masalah hati? Ia pun tidak pernah kepikiran untuk jatuh hati pada lelaki kasar, tidak bermoral dan bossy seperti Bravino. “Oke, sekarang aku antar kamu pulang. Jangan coba-coba lari dariku, karena aku pasti akan menemukan kamu bahkan di ujung dunia sekalipun!” Tanpa memberitahukan alamatnya, Bravino berhasil mengantarkan Ivy tepat di depan rumah wanita itu. “Besok anak buahku akan menjemput kamu untuk memasang alat kontrasepsi bulanan. Aku tidak suka memakai pelapis karet itu!” Ivy mengangguk lagi, dan terkejut ketika mendapati Bravino mengecup pelipisnya. Apalagi karena lelaki itu berucap dengan nada rendah, “Good night, Beb.” Ivy turun dari mobil dan menatap mobil Bravino yang bergerak menjauh. Dan ketika memasuki rumah, ia mendapati Isha sedang makan besar. Artinya makan dengan banyak makanan mewah yang beraneka ragam. “Hai, Kak. Aku gak tahu kalau kamu udah pindah tempat kerja. Ini tempat kerja Kakak yang baru ya?” “Maksud kamu apa, Er?” “Yah ini. Tadi pas aku baru mau minta tolong Bang Dami untuk nyariin Kakak, karena Kakak belum pulang dan gak bisa aku hubungi, ada orang yang mengantarkan makanan, katanya ini dari Kakak. Makanan ini juga katanya dari restoran tempat Kakak bekerja.” Ivy mengedarkan pandangan pada lima atau mungkin lebuh jenis makanan di atas meja makan butut miliknya. “Kalau tiap hari seperti ini, meskipun makanan sisa dari restoran, kita bisa gendut, Kak. Makanannya enak-enak, gizi kita juga akan tercukupi,” jelas Eriva dengan wajah ceria. Tak lama kemudian ponsel Ivy berdenting, tanda ada pesan dari seseorang. “Makan lah yang banyak. Kamu butuh itu semua agar bugar dan siap melayaniku. Lebih baik lagi kalau setelah makan kamu langsung beristirahat. Good night, Baby.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD