Sembilan

1353 Words
"Dasar Kolor Jojon sialan! Tidak tahu diri! Menyebalkan sekali!" Sena masih misuh-misuh di dapur. Tangannya sibuk mencuci piring sisa mereka sarapan tadi. "Permisi! Apa ada orang?" Teriakan dari luar menghentikan aktivitas Sena. Keningnya berkerut. Siapa ya? Sena mencuci kedua tangannya yang masih penuh dengan sabun. Lalu ia membuka pintu. Seorang gadis yang amat sangat cantik berdiri di depan pintu. Wow! Cantik sekali! "Maaf, siapa ya?" Gadis itu mengangguk sopan sambil tersenyum manis. "Oh, kamu sudah lupa? Kita pernah bertemu lho?" "O ya?" Sena berusaha keras untuk mengingatnya. Ah, asal tahu saja ya, sejak hidupnya direcoki oleh Jo, entah berapa ratus gadis cantik yang pernah ia temui. Yah, sekedar ingin kenalan dengan Si Kolor Jojon itu. "Yang di toko itu?" "Ah, aku ingat. Femina? Ya kan?" jawab Sena dengan tersenyum senang. "Benar. Sekarang ingat kan?" "Ya, pasti mau ketemu sama Jo, ya kan?" "Benar. Tadi aku ke toko. Katanya Jo dan kamu sakit. Mereka tidak tahu alamat Jo. Tapi hanya memberi alamatmu saja." "Ah, begitu ya? Mari masuk!" Sial! Gimana caranya aku menjelaskan Jo tinggal di sini?! Mana si k*****t itu lagi tidur abis makan obat! Duh, gawat! "Kamu tinggal sendirian, ya Sen?" "Ah, enggak. Aku tinggal sama adikku," jawab Sena. Hatinya masih gelisah memikirkan alasan Jo yang tidur di sini. "Orang tuamu?" "Mereka sudah meninggal waktu kami masih kecil." "Oh, maaf." "Ya, gak apa-apa." "Kamu tahu kan alamat rumah Jo yang sekarang?" "Aku... itu... ah, kamu mau minum apa? Biar aku buatkan!" "Air putih saja. Eh, nanti anterin aku ke rumah Jo ya? Mau nengokin juga, dan ini buat kamu!" "Y-ya, terima kasih!" Sena menerima kantong kresek putih berisi buah-buahan segar dari tangan Femina. Aish! Bagaimana ini?! "Aku gak nyangka lho Sen, kok Jo bisa bertahan dengan kehidupan seperti itu." "Ah, ya, hehe." "Kamu pasti tahulah, siapa Jonathan itu. Dia pewaris tunggal perusahaan ayahnya. Jo punya kakak, namanya Cleo. Tapi dia meninggal. Jo biasa hidup mewah. Agak kaget juga sih, lihat dia kok mau jadi pelayan toko." "Hm, kamu benar, haha," Sena berusaha tertawa senetral mungkin. Padahal hati sedang gundah. Bagaimana kalau Femina tahu dirinya tinggal serumah dengan Jo? "Ada tamu?" Jo keluar dari kamar dengan tiba-tiba. Sontak membuat mata Sena hampir loncat keluar. "Lho, kamu Jo? Kok bisa di sini sih?" tanya Femina dengan heran. Ia sangat terkejut. Penampilan Jo seperti tuan rumah yang baru bangun tidur! "Ah, ini. Jo kan teman baik adikku. Jadi tuh dia semalam menginap di sini sama adikku. Ya kan Jo?" Sena melotot ke arah Jo. Bukannya mengerti, Jo malah mengangkat dagunya menantang Sena. Dia pikir Sena melotot karena mengajaknya bertengkar lagi. "Jo, kamu tinggal di sini?!" pekik Femi dengan menutup mulutnya. "Fem, jangan salah faham! Jo gak tinggal di sini, kok. Jo hanya menginap. Kan aku udah bilang, dia teman baik adikku." Awalnya Jo mengerutkan kening. Lalu ia mengangguk dan ikut tertawa. Meski tawanya malah tampak aneh. "Ahahaha, iya, Sena benar. Aku numpang tidur di sini. Semalam main ludo sama Diwan." Femina melongo. "Ha? Sejak kapan kamu suka main ludo, Jo?" Jo melirik kantong plastik bawaan Femi. "Itu apaan? Oleh-oleh?" tanya Jo sambil mengambil dan membukanya. "Hei! Jo! Itu punya gue, k*****t!" sergah Sena. Lalu merebutnya dari Jo. "Eh, sudah-sudah! Jo karena kamu kebetulan ada di rumah Sena. Jadi aku kasih di sini saja. Ini buat kamu!" Mata Jo langsung menuju bawaan Femi. "Benarkah? Wah, makasih ya, Fem? Sering-sering aja deh kesini bawa makanan enak! Si Sena pelit banget! Makan tiap hari cuma pake sayur lodeh! Hadeuh!" Jo mengambil pemberian Sena. Isinya ternyata ikan bakar spesial kesukaan Jo. "Sen! Lihat, Sen! Gue dapet apa coba? Ikan bakar! Haha, makanya lo jangan pelit sama gue! Rejeki mujur ini!" ucap Jo sambil berlari ke dapur dan mengambil piring. Sena bangkit dan mengejarnya. "Hei! Jo! Awas lo ya? Lo harus berbagi! Kolor Jojon!" "Gak mau! Enak saja! Ambil kalo bisa, haha!" "Siapa takut!" "Kakimu pendek! Hahaha!" Jo berlari mengitari meja makan. Mereka berdua malah main kejar-kejaran. Sementara Femina yang mereka tinggalkan melihat keduanya dengan kesal. "Hei! Kalian!" teriak Femi. Tapi suaranya tak terdengar. Jo masih sibuk berlari sambil mengacungkan ikan bakar itu tinggi-tinggi. Dan Sena terus mengejarnya. Kesal, Femina berdiri lalu berteriak sekencang-kencangnya. "JONATHAN! BERHENTI!!" Jo dan Sena langsung berhenti dan menoleh ke arah Femina. Saat lengah, Sena berhasil mengambilnya dari tangan Jo. "Woy! Curang lo! Main ambil aja!" "Gue juga belum makan, bodoh!" Jo mencebik kesal. Ia lalu duduk di meja makan. Femi ikut duduk di depannya. "Fem, makasih lho ya, ini ikannya besar sekali! Kita makan bareng-bareng aja ya?" ucap Sena sambil mengeluarkan ikan bakar itu. "Boleh. Lagian ngapain sih kalian malah bertengkar?" "Biasalah, Fem! Olahraga dikit!" jawab Jo sambil merentangkan tangannya. "Dasar bodoh!" tangan Sena hendak menoyor kepala Jo, tapi urung. Ia sadar di sini ada Femina. Alhasil, ia malah mengelus rambut Jo dan tersenyum kikuk. "Hehe, maksudku Jo emang bodoh, ya? Apalagi lagi sakit begini!" Jo senang Sena tak jadi menoyor kepalanya yang tampan itu. "Fem, sering-sering kesini ya? Biar kepalaku aman!" Kening Femi berkerut heran, "aman gimana maksudnya? Emang biasanya gak aman ya?" Jo mendekatkan wajahnya, ia berbisik dengan suara yang cukup terdengar oleh Sena. "Biasanya ada tangan roh jahat yang menoyor kepalaku! Berkat kamu, kepalaku aman." "Oh, gitu ya? Ya deh, ntar aku kesini lagi!" jawab Femi meski ia heran. Gak disuruh juga pasti ia akan datang. Ada satu hal yang ingin ia pastikan. Sena yang mendengar obrolan mereka mendengus sebal. Kampret Si Jo! Aku dikata roh jahat! Awas lo ya?! "Ayo Fem, dimakan!" ucap Sena. Mereka bertiga makan, tak ada yang berbicara seorang pun. Sepertinya Jo dan Sena memang benar-benar lapar. Kecuali Femi. Dia makan sambil memperhatikan Jo dan Sena. Melihat keakraban keduanya, Femi curiga mereka punya hubungan lebih. Apalagi Jo berani menginap di sini. Selesai makan, Sena mengambil piring kotor dan mencucinya. Lalu kembali duduk bersama Femi dan Jo. "Jo, ada yang mau aku tanyakan. Sama kamu juga, Sen!" ucap Femi setelah mereka duduk nyaman. Sena sedang mengupas buah apel, langsung mendongak dan menatap Femi, "tanya apa, Fem?" ucapnya lalu sibuk lagi dengan buah yang ia kupas. "Sebenarnya kalian punya hubungan apa?" tanya Femi. "Ck, gak ada hubungan apa-apa, Si Sena itu cuma cewek menyebalkan yang jadi kakaknya Diwan. Padahal Diwan anaknya baik lho?" Jawab Jo cuek, lalu mengambil potongan apel yang sudah dikupas. PLAK! Tangan Jo dipukul Sena, "nanti dulu! Belum selesai semua!" "Aduh! Cuma satu kok, pelit amat sih!" Jo menggerutu sebal. "Iya, cuma satu. Tapi ntar lo keterusan, habis deh! Lha gue yang ngupas dapat apa coba?" jawab Sena ketus. "Dapat bijinya, hahaha!" Lagi-lagi Femi menatap mereka curiga. Mereka seperti sepasang suami istri yang sedang bertengkar kecil. Ah tidak-tidak! Femi tidak boleh berpikiran seperti itu! Walau bagaimana pun, ia datang ke sini untuk kembali mengambil Jo. Ya, Femi pernah jadi calon tunangan Jo. Hanya karena Jo bilang gak mau tunangan, keluarga Jo membatalkan pertunangan mereka. "Sen, sekarang aku tanya sama kalian! Ada hubungan apa di antara kalian?" "Gak ada kok, Fem! Kami hanya teman biasa. Jo kebetulan gelandangan mengenaskan yang ikut menginap di sini!" "a***y! Tega lo ya, Sen? Bohong Fem! Sena tuh ya, suka sama aku! Ya kan Sen?" "Enak aja! Mana ada gue suka sama anak manja macam lo!" "Siapa yang tadi pagi pipinya merona? Ha? Siapa? Haha, lo pasti deg-degan kan? Mau gue jilatin lagi?" "Ish! Jo! Hentikan!" teriak Sena sambil menghindar dari tangan Jo yang hendak meraih tangannya. "CUKUP!" teriakan Femi membuat Sena dan Jo berhenti. Mereka saling pandang. Lalu Sena mendekat ke arah Femi. "Fem, serius kok, kami gak ada hubungan apa-apa! Aku malah benci dan enek sama bocah yang satu ini. Kamu suka dia kan? Ambil saja! Hehe." "Apa aku bisa mempercayaimu, Sena?" tanya Femi. "Tentu saja! Aku bener kok," jawab Sena meyakinkan. Ia tak menghiraukan Jo yang sudah menatapnya tajam dengan bibir menggerutu kesal. "Sena, kamu sudah punya pacar?" tanya Femina kemudian. Sena diam. Ia berpikir keras. Duh, gimana ya? Kalau ia jawab tidak punya. Nanti takutnya Femi salah faham. Jo juga menunggu jawaban sepertinya. Pria itu masih menatapnya dari tadi. Tatapan tajamnya berganti dengan tatapan penasaran. "Punya," jawab Sena singkat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD