Jo menatap tak percaya atas apa yang ia lihat. Sena dan Mami berbicara serius? Tapi ada urusan apa? Setahu Jo, Mami sangat sibuk. Yanh dilakukan Mami kebanyakan pertemuan dengan kolega bisnisnya. Tapi dengan Sena...
"Mami? Sena?"
"Ah, Jo. Ekhm, kemarilah!" ucap Renata pada putranya. Sungguh, ia sangat merindukan Jo.
Jo malah diam. "Sena? Ada urusan apa lo sama Mami gue?"
"Itu... ah, bisnis, ya, bisnis!" jawab Sena gugup. Duh, Sena merasa sedang menipu anak kecil yang tak berdosa sekarang.
"Bisnis? Sayang sekali, gue gak percaya!"
Renata bangkit dan hendak memeluk Jo. Tapi apa yang Jo lakukan membuat Renata terkejut. Jo malah menghindar. Meski Renata sempat melihat putranya itu hampir mau menangis.
"Kenapa sayang? Apa kamu tidak merindukan Mami?" tanya Renata dengan berlinang air mata.
"Mami membuangku! Mami tidak peduli lagi denganku!"
"Jo! Dengar sayang, tak ada yang membuangmu!"
"Lalu apa artinya ini semua?! Hah?! Aku hidup susah dengan gadis itu!"
Sena mau tak mau bangkit dari duduknya dan menghampiri Jo dengan kesal. Tadinya ia sedikit prihatin melihat Jo. Tapi karena Jo malah memarahi maminya, Sena jadi sebal.
"Heh anak bodoh! Apa yang Nyonya Renata lakukan buat lo itu lebih dari sekedar sayang!"
Renata melongo. Ia kehabisan kata saat melihat Sena dengan entengnya menoyor kepala Jo. Ya Tuhan, dirinya sebagai ibu kandung Jo saja tak pernah melakukan itu!
Jo meringis melihat polototan Sena. Ia nampak ketakutan.
"Ck, tahu apa lo?"
"Dasar otak udang! Lo ingat pertama kali lo keluar dari rumah? Nyonya Renata yang ngasih alamat kontrakan gue kan?"
Jo diam. Ia melirik Maminya yang masih shock melihat Jo ketakutan dimarahi Sena.
"Lo kenal Mami?" cicit Jo pelan.
"Iya lah! Asal lo tahu ya? Gue dibayar..."
"Sena! Saya mohon! Jangan!"
"Ck, biar saja, Nyonya. Biar dia tidak berlama-lama bersikap menyebalkan pada orang tua."
"Lo dibayar? Untuk apa? Nampung gue? Hah, lo matre juga ya, Sen?! Gue gak nyangka lo yang gue kira beda dengan cewek lain ternyata sama saja! Pikiran lo uang, uang dan uang! Gue muak sama lo tahu gak?!"
"JONATHAN! CUKUP!!" Renata berteriak kesal saat Jo membalas makian Sena.
"Apa? Mami kenal dia? Oh jangan-jangan Sena bersekutu dengan Mami agar aku menderita! Iya kan?"
"Duduk Jo!" Sena bersuara lagi. Kali ini lebih tegas. Dan Jo tahu, jika begini, Sena akan lebih menyeramkan! Jadi tak ada pilihan lain selain menurut.
Lagi-lagi Renata terkejut. Jo begitu penurut terhadap Sena.
"Dengar Jo! Gue gak kenal sama Mami lo! Tapi dia melihat gue lagi ngerjain lo di warteg. Ingat?"
"Jengkol?"
"Ya, dan mami lo lihat betapa kesalnya lo saat itu. Setelah itu mami lo nemuin gue dan meminta bantuan gue supaya bisa merubah lo."
"Ck, merubah jadi tukang kuli?"
"Bisa diem lo?"
"Iya, iya, teruskan!"
"Lo manja, urakan, tukang ngabisin uang. Bisanya cuma senang-senang sama cewek-cewek murahan lo!"
"Mereka gak murah! Gue bayar mahal kok!"
"Diam bodoh!"
"Ck, jangan ditoyor lagi!"
"Makanya diam! Nah, mami lo minta gue merubah pikiran lo. Menjalani kerasnya kehidupan agar otak lo terbuka. Bahwa hidup bukan hanya tentang menghabiskan uang!"
Jo menatap Renata tak percaya.
"Mami melakukan itu? Padaku?"
"Ya itu... bentuk ikhtiar Mami, Jo."
"Lalu Papi?"
"Papi juga tahu. Bahkan tadinya Papi gak setuju karena tak tega melihat kamu menderita seperti itu. Tapi apa boleh buat. Sebentar lagi kamu akan menggantikan Papi. Jadi watakmu harus berubah."
"Tapi kenapa Papi harus marah padaku?"
"Ya karena kelakuanmu itu! Dan Mami senang saat Sena bilang kamu sudah berhenti ke club dan memilih bekerja."
"Aku butuh makan dan makan butuh uang."
Sena menahan tawa. Ternyata ada nyangkut juga perkataannya di otak Jo.
Renata merentangkan kedua tangannya.
"Kamu gak kangen Mami?"
Jo melirik Sena. Malulah, kalau bersikap cengeng di depan Sena. Tapi sialnya, rasa rindu pada Mami mengalahkan segalanya. Jo berhambur ke pelukan Maminya.
Sena berdecih pelan dalam senyumnya, "dasar anak manja!"
"Kamu gak minta apa gitu dari Mami?"
"Tidak, Mi. Aku sudah punya uang."
"Benarkah? Yakin gak butuh?"
Jo tersenyum lalu melirik Sena sekilas.
"Seseorang mengajarkanku bahwa saat anak sudah dewasa, maka posisi telah berganti. Bukan meminta tapi anak harus bisa memberi."
Renata menatap haru. Ia tak menyangka, Jo banyak berubah ternyata. Meski sifat manjanya belum hilang, setidaknya Jo lebih dewasa sekarang.
"Oh, putraku! Kau benar-benar sudah dewasa sekarang!"
"Sudahlah, Mi. Biasa saja. Oh ya Sen, lo gak kuliah hari ini?"
Sena mengambil tasnya dan bersiap pergi. "Gue kuliah kok, ya udah gue duluan ya? Nyonya, saya pamit dulu!"
Saat Sena berjalan meninggalkan Jo dan Renata, hatinya sedikit merasa tak nyaman. Entahlah, rasanya tidak biasa saja. Ia memang sudah memutuskan berhenti menampung Jo. Sebab Sena pikir Jo sudah jauh berubah dari sebelumnya. Tapi, saat Jo benar-benar akan pergi, hatinya malah tak nyaman.
Dan dengan bodohnya air mata Sena keluar begitu saja tanpa ijin. Mungkin karena ia sudah terbiasa dengan Jo. Ya, mungkin itu. Jo menyebalkan. Sangat malah. Tapi kehadirannya membuat kontrakan Sena jadi lebih ramai dengan tingkah konyolnya.
"Sena!" Jo memanggilnya. Sena berbalik. Tangannya segera mengusap air mata cengeng yang keluar.
"Apa? Udah pulang sana! Keluarga lo sudah menunggu!" ucap Sena sambil berjalan mundur menjauhi Jo dan Renata.
"Terima kasih!" ucap Jo pelan. Sena tahu, Jo adalah pria dengan ego yang sangat tinggi. Pantang baginya untuk meminta maaf saat salah dan berterima kasih saat mendapatkan bantuan. Meski berkali-kali Sena mengajarkan Jo untuk melakukan dua hal mulia itu.
Dan Jo melakukannya. Sena berusaha menahan tangisnya, "akhirnya lo bisa melakukannya! Lakukan pada semua orang Jo!" jawab Sena kemudian.
Renata menatap haru pada putranya yang benar-benar sudah berubah. Ia lalu menghampiri Sena dan memegang kedua tangan gadis itu.
"Sena, saya benar-benar berterima kasih sama kamu. Entah apa yang harus saya katakan. Kamu mengembalikan semua uang yang saya berikan."
"Sama-sama, Nyonya. Saya pergi dulu!"
Sena keluar dari warung kopi itu. Ia menangis tapi tersenyum. Akhirnya ia lega sekarang. Ia tak akan lagi menipu Jo. Tak ada kebohongan lagi mulai sekarang.
Saat akan menghentikan taksi, tiba-tiba seseorang memeluknya erat dari belakang.
Terkejut tentu saja. Tapi dari lengannya, Sena tahu. Jo yang melakukannya.
"Ck, lo kenapa?"
"Diamlah! Gue sedang melakukan perpisahan sama lo!"
"Jangan lebay! Lepas ah!"
Sena melepaskan pelukan Jo dan membalikkan badan menatap Jo dan tertawa kecil.
"Apa gue bisa bertemu lo lagi?" tanya Jo seakan ditujukan pada dirinya sendiri.
"Ck, lo pikir gue mau ke angkasa? Ya pastilah, Jo!"
"Gue boleh ke rumah lo lagi?"
"Apaan sih lo? Ya bolehlah! Asal jangan minta makan! Mulai sekarang lo jadi orang kaya lagi. Gue gak bisa ngasih makan sama orang kaya macam lo!"
"Tapi gue mau nasi goreng buatan lo!"
"Lebay! Sudah sana pergi! Gue mau kuliah! Dan berhubung lo udah kaya sekarang, cepat lanjutkan kuliah lo!"
Jo tersenyum kecil. Dan menoyor kepala Sena pelan. Ia menirukan gaya Sena saat menoyor kepalanya.
"Dasar cerewet!" ucapnya pelan.
Sena terkejut tapi lalu ia tertawa kecil. Taksi sudah datang dan ia segera naik meninggalkan Jo yang berdiri di pinggir jalan.
***