AKTIVITAS PAGI

1031 Words
Ketika 'aktivitas' kamar mandi mereka selesai, Luna membuka pintu dengan marah, handuk membalut tubuhnya, wanita itu tidak menyadari bahwa putranya, Dylan, berdiri empat langkah dari pintu kamar mandi. Hanya setelah sebuah tangisan keras terdengar, Luna akhirnya panik menatap putranya yang gendut menangis. "Huaaa, mama!" Dylan berlari memeluk kaki sang ibu, anak itu terisak dengan menyedihkan. Tubuh Luna kaku, dia panik dan malu. Apa Dylan sudah lama bangun?! Ketika Dipo ikut keluar dari kamar mandi dengan handuk yang juga hanya melingkari bagian privatnya, Dylan bergegas menubruk pria itu dan memukulinya. "Papa jahat! Papa nangisin Mama! Papa malahin Mama!" Dipo maupun Luna tercengang dengan serangkaian narasi yang Dylan ucapkan. Tangisan anak itu sungguh menyedihkan, mengira bahwa sang ayah menggertak ibunya. "Huhuhu, Mama~" Dylan mengulurkan tangannya, meminta Luna menggendong dia. Luna menggendong Dylan yang menangis, dia dengan kesal menatap Dipo dengan tajam. Tapi pria itu malah tersenyum dengan b******k! Luna memalingkan wajah, menenangkan Dylan yang menangis terisak. "Jangan nangis." "Tapi-tapi Mama sama Papa belantem! Dylan dengel. Papa juga pukul-pukul Mama, Mama nangis. Huaaaa." Wajah Luna memerah tanpa sadar. Dia tidak percaya Dylan mendengarnya. Semua itu gara-gara pria berhati serigala yang membuatnya harus berhadapan dengan Dylan. Luna meletakan Dylan di atas kasur, Dipo berjalan di belakang Luna masuk kedalam kamar. "Kenapa Dylan nangis?" Dipo diam-diam tersenyum, dia bertumpu pada ranjang tempat tidur dan mendekatkan wajahnya pada Dylan. Suara 'plak' begitu renyah terdengar saat sebuah tamparan Dylan layangkan di wajah ayahnya. Baik Dipo maupun Luna tercengang, tapi itu hanya sesaat ketika suara tawa menggelegar Luna terdengar. "Hahahah." Luna tidak bisa menahan tawanya, Ekspresi Dipo yang kaget karena mendapat geplakan dari putranya membuat Luna merasa Lucu. "Papa jahat!" Dylan berkata dengan kesal pada Dipo. Dipo tersenyum, tidak marah sama sekali pada Dylan, "Kalau gitu Papa minta maaf, ya. Gimana kalau sarapannya di luar, kita makan ayam?" Tangisan Dylan seketika berubah jadi sorakan senang. "Yay! Dylan sayang Papa! Muah." Sebuah kecupan mendarat di pipi Dipo yang baru saja ditampar olehnya. Dipo tertawa, sedangkan Luna merasa kesal karena si gemuk kecil terlalu cepat mengubah wajahnya! *** Luna sudah mengenakan pakaian, dia juga sudah memandikan Dylan dan memberi pria gemuk kecil itu pakaian. Hanya Dipo yang sekarang masih terbalut handuk, duduk di tepi ranjang tempat tidur. "Bajunya basah, sekarang kamu mau pake baju apa?" Luna mengomel pada Dipo. "Aku udah nyuruh orang buat datang anterin baju," balas Dipo sambil menarik Luna untuk duduk di pangkuannya. Luna sontak saja menolak dan menghindar. Tidak terbayangkan bagaimana gambaran seorang wanita gemuk yang dipangku pria tampan. Sangat tidak estetik. 10-20 menit kemudian, Ada ketukan di pintu depan rumah. "Dylan bukain pintunya!" titah Luna pada putranya. Dylan mengomel karena acara menontonnya terganggu. Dia turun dari sofa, lalu berlari dengan kaki kecilnya untuk membukakan pintu. Ketika pintu dibuka, Dylan melihat seorang kakak laki-laki yang berdiri di depan pintu dengan wajah malas. "Halo," sapa Dylan. Dia tidak mengenal siapa Kakak di depannya. Orang itu adalah Aska, yang dengan terpaksa harus mengantarkan pakaian ke alamat yang Dipo berikan padanya. Saat Aska tiba di perkampungan ini, dia heran mengapa ada rumah begitu kumuh di dunia! Aska lupa bahwa saat dia kecil ayahnya juga pernah heran mengapa dia tinggal ditempat yang kumuh bersama sang ibu. Di tambah lagi ketika dia tiba di rumah yang Dipo berikan, Aska tercengang. Untuk apa pria itu ada di gubuk macam ini? Aska mengetuk pintu dua kali, menunggu sebentar pintu akhirnya terbuka, tapi Aska tidak melihat siapa yang membuka pintu. Ketika suara 'halo' terdengar, Aska menunduk, ternyata seorang anak kecil gemuk yang membuka pintunya! Ha, kenapa anak ini begitu gemuk. Aska berjongkok didepan anak itu, membuat Dylan mengedipkan matanya dengan bingung. Apa yang kakak ini lakukan? Aska mengulurkan tangan, mencubit dengan pelan pipi anak itu. Lembut dan kenyal, sangat menyenangkan memegangnya. Dylan tercengang saat pipinya di cubit. Dia ingin melepaskan diri, tapi Kakak di depannya sangat kuat hingga Dylan kewalahan. Alhasil, ketika suara tangisan menggelegar terdengar, Dipo maupun Luna didalam kamar kaget dan langsung keluar untuk melihat apa yang terjadi. "Aska!" panggil Dipo, ternyata anak itu yang membuat Dylan menangis. "Papa!" Bagaikan mendapat dukungan, Dylan berlari dengan sedih memeluk kaki Dipo. Aska tercengang saat anak gemuk itu memanggil Dipo dengan sebutan 'Papa'. "Bang, Lo–" "Ayo masuk." Dipo tidak peduli, dia yang hanya mengenakan handuk di pinggangnya menggendong Dylan, menenangkan anak itu, "Bajunya bawa?" Aska tanpa sadar menunjukan paper bag yang dia bawa, "Ini." Aska mengikuti Dipo masuk kedalam rumah, keningnya berkerut saat masuk kedalam gubuk kumuh ini. Kaget Aska tidak sampai disitu, ketika dia melihat Luna, Aska hampir mengumpat karena wanita ini sama gemuknya dengan anak tadi. Aska menoleh pada Dipo, begitupun Luna yang meminta penjelasan pada Dipo. "Luna, Ini Aska, adikku," ujar Dipo memperkenalkan pada Luna. Setelah itu dia menatap Aska, "Ini Mbak Luna, Calon istri yang Abang bilang kemarin sama kamu. Ini Dylan, anak Abang." Aska tercengang menatap Luna dan Dipo secara bergantian. Abangnya begitu anti dengan wanita selama ini. Banyak wanita cantik dan sexy yang mengejar abangnya tapi abangnya menolak. Ternyata begitu, tipe Dipo sangat–unik dan makmur. "Mana bajunya?" Aska menyerahkan paper bag itu pada Dipo ketika masih dalam keadaan tercengang. Dipo mengambil barang dari Aska, lalu menurunkan Dylan. "Papa pake baju dulu." Dylan mengangguk, setelah kepergian Dipo, dia menatap takut-takut pada Aska. "Kamu mau minum?" tanya Luna dengan gugup karena ini adalah pertama kalinya dia bertemu adik Dipo. Aska dengan spontan menggelengkan kepalanya. "Kalau gitu silahkan duduk." Aska duduk diatas Sofa butut dirumah itu. Dia melihat anak Dipo bernama Dylan itu yang memperhatikannya namun enggan mendekat. Tiba-tiba tangan Aska terasa gatal, ingin mencubit dan mengunyel pipi tembam Dylan. Aska merogoh saku kemeja dan celananya, tapi tidak menemukan permen untuk memancing si kecil agar mendekat. Ketika Dipo keluar dari kamar setelah mengenakan pakaian, dia langsung mengajak mereka makan. "Ayo sarapan di luar." Dipo menatap Aska, "Kamu udah sarapan?" "Udah sebelum kesini." Dipo mengangguk, "Mau ikut kita?" Aska melihat si gemuk kecil, lalu menganggukkan kepalanya. "Ikut." Keempat orang itu keluar dari rumah. Karena Aska membawa mobil sendiri, Dipo, Dylan dan Luna berada di mobil Dipo. Kedua mobil itu melaju di jalan raya yang mulai ramai. Dipo menghentikan mobilnya di salah satu restoran yang tidak terlalu besar, dia parkir di tempat parkir yang tersedia, di ikuti mobil Aska di belakangnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD