BERTEMU KELUARGA

1085 Words
Aska mengerutkan kening melihat restoran kecil dan begitu banyak orang di dalamnya. Dia tidak terlalu suka dengan keramaian, apalagi melihat orang-orang yang makan dengan berbagai jenis cara di kursi-kursi sebelahnya. "Kenapa kita kesini? Kenapa gak ke restoran punya Om Bastian aja? Disana lebih bersih," protes Aska pada Dipo. "Butuh satu jam buat kesana Aska. Di sini juga ada ruang pribadi, kita gak akan di lantai satu kok." Aska mengangguk dengan mulut cemberut. Di sebelahnya, Luna diam-diam menatap adik Dipo itu, merasa bahwa dari ujung kepala sampai kaki, Aska memancarkan aura 'orang kaya'. Sejujurnya, Luna juga dulu berasal di keluarga kaya, tapi mungkin kalah jauh di banding dengan keluarga Dipo. Luna menatap Dipo, dia ingin tau siapa sebenarnya pria itu. Dipo memesan ruang pribadi yang memiliki empat kursi secara keseluruhan. Luna mendudukkan Dylan di samping Aska, sedangkan dia duduk di samping Dipo. "Dylan mau ayam! Ayam! Ayam!" Anak itu begitu bersemangat dalam hal makanan hingga tubuhnya berputar-putar dengan sangat senang. Pelayan datang, semua orang memesan hidangan yang mereka inginkan. Kecuali Dylan yang dipesankan oleh Luna. Ketika makanan tiba beberapa menit kemudian, Keempat orang itu mulai makan. Dylan juga memakan makanannya sendiri karena dia sudah berusia lima tahun. Ketika anak itu sibuk mengunyah, sebuah garpu dengan ayam disodorkan di depan Dylan. Dylan tercengang, melihat ke sebelahnya dimana Aska yang juga sedang menatapnya dengan tatapan tertarik. Dylan menyambar daging ayam itu dengan senang hati. Tapi belum selesai dia mengunyah, garpu itu kembali ada di hadapannya. Dan begitu terus hingga mulut Dylan penuh. Aska terkekeh melihat pipi menggembung Dylan, diam-diam menyodoknya dengan jari. Itu lembut dan kenyal. Mata Dylan berkaca-kaca, merasa teraniaya. Dia menatap ibunya untuk meminta tolong. Luna memalingkan wajah, berpura-pura tidak melihat. Bagaimana Luna bisa menyelamatkan anaknya? Dia takut Aska tidak mengakuinya sebagai kakak ipar. Dipo melihat Luna yang memalingkan wajah serta tatapan Dylan. "Aska, biarin Dylan kunyah makanannya dulu. Kamu makan." Dylan diam-diam menghela nafas lega seperti orang dewasa kecil setelah mendengar ayahnya berbicara. Aska tertawa gemas melihat anak itu. Selesai makan, Dipo pergi ke kasir untuk membayar bill sedangkan Luna pergi ke toilet. Alhasil hanya ada Aska dan Dylan diruang pribadi itu. Dahi Dylan berkeringat, takut bahwa kakak yang tiba-tiba datang ini menjahilinya lagi. "Hei anak kecil," panggil Aska pada Dylan. Dylan mendongak, menatap Aska dengan tatapan polos. "Mau naik helikopter gak?" "Helikoptel?" Dylan memiringkan kepalanya dengan bingung. "Pesawat, mau gak?" tanya Aska lagi. "Dylan punya di lumah! Papa yang beliin. Pesawatnya bisa telbang pake lemot." Dylan menjawab dengan bangga. "Tsk. Bukan pesawat mainan. Ini beneran. Mau gak?" "Pesawat benelan?" Manik mata Dylan berbinar. "Iya, mau naik gak?" "Mau!" "Kalau gitu ayo!" Aska menjepit ketika Dylan dengan tangannya, membawa anak itu kedalam gendongan, "Anjir, berat banget ni benih Abang gue." Keduanya diam-diam keluar dari restoran tanpa sepengetahuan Luna dan Dipo. *** Ketika Luna dan Dipo kembali, Dylan dan Aska sudah tidak ada di sana. Luna kaget, mengira bahwa keduanya diculik atau tersesat. "Dimana mereka? Kok gak ada." Sedangkan Dipo hanya menghela nafas, tau bahwa ini kelakuan adiknya. "Gak pa-pa, mungkin Aska yang bawa Dylan." Luna menghela nafas, bertanya pada Dipo, "Kenapa bawa Dylan, mereka mau kemana?" "Ayo pulang dulu." Di dalam mobil, Dipo mencoba menelepon Aska beberapa kali, namun anak itu tidak kunjung mengangkat ponselnya. "Mungkin Aska lagi dijalan," ujar Luna karena Dipo mulai terlihat kesal. *** Satu jam perjalanan, Aska akhirnya memarkirkan mobilnya di garasi sebuah rumah besar yang telah dia tinggali bersama keluarganya bertahun-tahun. "Pesawatnya mana Kak?" tanya Dylan dengan bingung. Tubuh kecilnya digendong keluar dari mobil oleh Aska. "Bentar, sebelum naik pesawat, kita mampir dulu ke rumah. Mama sama Papa pasti jantungan," ujar Aska pada Dylan. Dylan mengangguk saja karena dia tidak mengerti kenapa 'Mama dan Papa' akan jantungan. Masuk kedalam rumah, Aska disambut oleh beberapa pelayan yang menyapanya. "Mama! Papa! Aska bawa kejutan buat kalian~" "Aska, kamu bawa anak siapa?" Nara, ibu dari Aska keluar, melihat putranya yang menggendong seorang anak laki-laki gemuk di tangannya, "Ya, ampun. Kenapa gemoy banget." Dylan yang dipuji langsung tersipu, menggeliat membenamkan wajahnya di pundak Aska. Aska tertawa karena tingkah centil pria gemuk itu. "Halo," sapa Nara pada Dylan dengan senyuman lembut. "Halo~" balas Dylan malu-malu. "Siapa, Sayang?" Seorang pria datang yang tidak lain adalah Arka. Pria parubaya itu bertubuh tinggi, ada janggut putih dis keliling wajahnya serta matanya berwarna abu-abu, terlihat mirip dengan Aska. Dylan menatap 'Kakek' yang dia lihat dan Kakak yang menggendongnya secara bergantian. "Anak gendut punya siapa ini?" celetuk Arka melihat anak di gendongan Aska. Dylan cemberut, menyangkal dengan suara sekeras nyamuk, "Dylan enggak gendut!" Aska dan kedua orang tuanya tertawa terbahak-bahak. "Sini, Oma gendong, ya, kamu panggil Oma aja." Nara mengulurkan tangan yang di sambut baik oleh Dylan. "Gendongnya pelan-pelan, Dylan belat, Mama bilang udah lima tahun, udah gede," ucap Dylan dengan suara susunya. Nara membawa Dylan keruang keluarga, di ikuti Arka serta Aska yang berjalan di belakangnya. "Kamu bawa dia dari mana?" tanya Arka pada putranya. Aska nyengir, memamerkan deretan gigi putihnya. Setelah semua orang duduk di atas sofa, barulah Aska menjawab, "Namanya Dylan, anak Bang Dipo." Mendengar ucapan Aska, sontak Nara dan Arka melebarkan mata mereka dengan kaget. "HAH?!" Kedua suami-istri itu tercengang secara bersamaan. Nara melihat kembali pada anak di pangkuannya, lalu melihat kearah Aska lagi. "Yang bener kamu?!" Aska mengangguk dengan acuh. "Nama kamu Dylan?" tanya Nara pada Dylan dengan lembut. Dylan mengangguk, memakan buah jeruk yang Aska kupas untuknya. "Kami–" "Papa kamu Dipo?" Arka menyerobot bertanya pada Dylan. "Kok kakek tau?" Dylan mengerejap bingung dengan mulut yang penuh dengan jeruk. Nara menutup mulutnya dengan tidak percaya. Sedangkan Arka bangkit berdiri, merogoh ponselnya dan menghubungi Dipo yang entah dimana. Panggilan pertama tidak dijawab oleh anak itu. "Nama Papa kamu beneran Dipo?" tanya Nara lagi seolah memastikan. "Iya, Ma. Aska sendiri yang bawa dia tadi." Kesal Aska. "Ish. Mama gak nanya sama kamu!" "Iya, Oma, itu nama Papanya Dylan!" jawab Dylan tidak ada keraguan dalam suaranya. Arka berhasil memanggil Dipo. "Dipo, pulang ke rumah sekarang!" titahnya. Dipo di sisi lain melihat sambungan telepon yang dimatikan setelah sang ayah menyuruhnya pulang. "Anak itu," rutuk Dipo diam-diam untuk Aska. "Kenapa, Kak?" tanya Luna, "Siapa yang nelepon?" Dipo tersenyum, memeluk tubuh gemuk Luna. "Dandan yang cantik, aku mau ajak kamu ke suatu tempat," bisik Dipo ditelinga Luna. Luna merasa jantungnya berdetak kencang, menebak dalam hati mungkin saja Dipo akan mengajaknya kencan. Luna mengangguk, buru-buru masuk kedalam kamar. Setelah Luna masuk kedalam kamar, Dipo menghela nafas lega. Dia tidak memberitahu Luna bahwa mereka akan pergi ke rumah orang tuanya. Jika dia memberitahu, Luna pasti tidak akan setuju dan menolak mati-matian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD