MALAM PANAS

1260 Words
Luna merasa kepalanya berputar, bukan hanya kepalanya, bahkan dinding di sekeliling dia juga ikut berputar. Wanita gemuk itu berjalan tidak tentu arah, dia bahkan tidak tau apakah benar ini adalah jalan keluar hotal atau bukan. Selain pusing, seluruh tubuh Luna juga terasa panas, seperti kayu bakar yang tersulut oleh api besar. Dia terhuyung, lalu menabrak sesuatu yang keras di depannya. Luna bingung, dia meraba 'sesuatu' itu dan berpikir bahwa itu adalah dinding yang menghalanginya. Semakin Luna meraba, dia semakin merasa bahwa dinding ini adalah dinding yang hangat, jadi Luna dengan bersemangat memeluk 'dinding' di depannya dengan tangan yang meraba semakin kebawah 'dinding'. Tapi siapa yang tau ternyata dinding di depan Luna bisa bergerak! Dinding itu menghentikan tangan Luna yang hendak meraba kebawah, lalu mendorong tubuhnya menghimpit dinding lagi. "Huh?" Luna mendongak dengan bingung. Kenapa dinding ini mendorongnya ke dinding? Huh? Kenapa bibirnya terasa di sengat? Apa dinding jaman sekarang bisa menyengat orang? Yang Luna tidak tau bahwa di depannya bukanlah 'dinding', melainkan seorang pria dewasa Yang sedang menikmati bibir merahnya. Pria itu adalah Dipo, yang melihat Luna pergi dan tidak kembali cukup lama. "Eumh–" Luna merasa dia akan mati kehabisan nafas, ketika bibirnya dipangut dengan sangat ganas. Ketika ciuman itu terlepas, Luna akhirnya tau bahwa di depannya bukan 'dinding', melainkan seorang pria yang mirip dengan mantan pacarnya yang lima tahun lalu dia putuskan. Dipo! "Mimpi?" gumam Luna dengan suara mabuk. Dipo menatap Luna yang mabuk, wanita itu menatap Luna dengan tatapan yang sulit di artikan. Lalu dia membungkuk, melumat kembali bibir Luna. Luna sendiri mengira ini adalah mimpi, lagian, dengan badannya yang gemuk seperti ini, siapa yang mau menciumnya? Apalagi pria itu adalah Dipo. Jadi, Luna yang mengira semuanya adalah mimpi mulai membalas ciuman Dipo dalam mimpinya, kedua lengan gemuknya merangkul leher pria itu. Tapi karena terlalu tinggi, Luna berjinjit. Kelopak mata Dipo melebar saat Luna membalas ciumannya, apalagi saat wanita itu merangkul lehernya. Kalap, Dipo merasa bahwa apa yang dilakukan Luna adalah 'isyarat'. Ciumannya semakin intens, salah satu tangannya tidak tinggal diam, dia meraba d**a bulat wanita itu. Ketika ciuman keduanya terlepas, Dipo menyatukan dahi mereka. Luna terengah-engah, kedua tangannya mencengkram bagian belakang jas Dipo. "Kamar?"bisik Dipo. Luna mengerang, dia yang mengira ini adalah mimpi ingin memanfaatkan mimpi ini! Sayang sekali jika mimpi indah ini hanya berhenti sampai di sini. Dipo membawa wanita mabuk itu ke salah satu kamar VIP room hotel. Ketika keduanya masuk kedalam kamar, sepasang adam dan hawa itu seperti kayu basah yang akhirnya terbakar oleh api. Dipo meraba dan meremas semua yang bisa dia raba. Meskipun gemuk, kulit Luna putih dan lembut, membuat pria itu ingin menggigitnya lebih keras di beberapa tempat. Luna dibaringkan ditempat tidur, tidak kuasa menahan erangannya. Apalagi tubuhnya semakin panas dan kepalanya terasa pusing. Apalagi ketika Dipo dalam mimpinya meraba semua titik sensitif di tubuh Luna, membuat Luna pusing karena kenikmatan. Hah, hah, hah. Luna terengah-engah. Ketika pria itu mencopot semua pakaian di tubuh Luna dan naik ke atasnya, dia tidak bisa untuk tidak meraba sesuatu yang tercetak jelas di celana ketat berwarna hitam itu. Dipo juga terengah-engah, dia dengan tidak sabaran membuka seluruh pakaian yang dia kenakan, lalu kembali melumat bibir Luna. Lalu lumayan ya turun pada d**a putih dan ranum wanita itu, Dipo melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan pada bibir Luna. Mendapat hisapan di dadanya, tubuh Luna melenting keatas dengan bibir terbuka. Kedua lengan Luna dia letakan di kepala Dipo, mencengkram rambut pria itu dengan erat. Namun Dipo sama sekali tidak merasakan sakit sedikitpun, yang dia rasakan hanyalah perasaan nikmat dari rindu yang akhirnya tersalurkan. Tubuh Luna dan Dipo dibanjiri keringat yang bercampur menjadi satu. Suara desahan dan erangan Luna memenuhi kamar hotel yang menggema, sesekali di selingi erangan kenikmatan Dipo. Luna tidak tau bagaimana Dipo dalam mimpinya berhenti. Di akhir, yang dia rasakan adalah rasa lelah dan kantuk. Dipo baru saja melepaskan pelepasan terakhirnya ketika Luna jatuh tertidur dengan pulas. Pria itu terengah-engah, menjatuhkan dirinya di samping tubuh Luna. Dipo mengecup singkat kening Luna sebelum akhirnya ikut tertidur lelap. *** "Sial! Sial! Sial!" Luna mengutuk dengan kesal. Dia tidak percaya semalam dia benar-benar melakukan hal itu! Terlebih bersama Dipo yang sudah beberapa tahun tidak dia temui! Ternyata yang semalam bukan mimpi, oh tuhan, bagaimana sekarang? Beberapa menit lalu, Luna yang bangun dari tidurnya merasa bahwa tubuhnya sakit seperti habis dilindas truk. Ditambah dengan kepalanya yang pusing, membuat Luna mengerang dengan suara rendah. Melihat selimut berwarna putih yang asing, serta betis telanjangnya yang terlihat, Luna tiba-tiba terdiam. Dia merasa otaknya mengalami loading cukup lama. Setelah itu, dia tiba-tiba menutup mulutnya, mencoba untuk tidak berteriak kaget. Luna menoleh, menatap bagian samping tempat tidur. "As-" Hampir saja Luna benar-benar akan menjerit! Ternyata yang semalam bukan mimpi! Semua ini karena alkohol sialan. Luna menepuk keningnya dengan frustasi. Wanita gemuk itu dengan perlahan turun dari tempat tidur, hendak mengutuk lagi ketika ada sedikit rasa perih di bagian bawahnya. Apalagi dia juga merasakan sesuatu yang mengalir keluar dari bagian sana. Luna dengan cepat memunguti pakaiannya yang berserakan. Tapi ketika dia hendak memungut celana dalamnya, mata Luna tidak sengaja melihat sebuah kondom bekas berisikan sesuatu! "Satu, dua, tiga, em–" Luna ngeri, dia bertanya-tanya dalam hati, mereka bermain berapa ronde semalam? Pantas saja seluruh tubuhnya sakit dan pegal! Luna mengambil celana dalamnya, lalu dengan cepat masuk ke kamar mandi. Dia bahkan tidak berani menyalakan shower, Luna hanya mencuci wajah dan bagian bawahnya lalu mengenakan pakaian dan langsung kabur dari tempat kejadian! Luna terengah-engah dengan lelah ketika dia tiba di bawah. Tubuh gemuknya berkeringat, tapi menghela nafas lega ketika akhirnya keluar dari sana. Luna melihat ponselnya, pukul tujuh pagi. Dia dengan cepat menghentikan angkutan umum, pulang ke rumah karena pasti Dylan menunggunya. Tapi ketika Luna tiba di rumah, dia pikir putranya akan menangis karena dia tinggalkan semalaman. Namun nyatanya, anak itu sedang memakan ayam goreng dengan nikmat! Dylan bahkan tersenyum riang ketika melihat Luna, menyodorkan tulang ayam yang penuh dengan air liurnya pada Luna. "Mau, Ma?" Wajah Luna tenggelam, jika saja tidak ada nenek Minah, dia akan memukul p****t kecil Dylan. "Tsk, tsk. Luna, Luna. Kemana kamu pergi semalaman? Untung aja Dylan anaknya enggak suka merengek," ujar nenek Minah dengan suara keras pada Luna. Luna menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia tersenyum meminta maaf pada nenek Minah. "Bukannya nenek merasa direpotkan, tapi kalau selama ada apa-apa gimana? Dirumah cuma ada nenek, kalau ada rampok datang? Siapa yang mau lawan. Gimana kalau mereka nyakitin Dylan." Luna mengangguk lagi, tidak berani membantah. Pada akhirnya, Luna membawa Dylan kembali ke kontrakan mereka. Luna menghela nafas lega ketika dia menutup pintu rumah, tubuhnya merasa tubuhnya lengket dan ingin mandi. "Dylan disini dulu, Mama mau mandi." Dylan mengangguk, belum selesai menggerogoti paha ayamnya. *** Di kamar mandi, Luna menatap d**a dan lehernya di cermin yang cukup besar yang sengaja dia taruh di kamar mandi. Leher dan dadanya penuh dengan tanda merah-keunguan yang membuat Luna menghela nafas karena dia harus memakai pakaian panjang di cuaca panas! Luna juga melihat bagian bawahnya, bahkan betis besarnya tidak luput dari tanda merah! Luna tidak mengerti mengapa malam itu Dipo menciumnya terlebih dahulu? Apa pria itu mabuk? Orang normal yang beberapa tahun tidak bertemu dengan mantannya dan ketika bertemu lagi melihat bahwa mantannya sudah sebesar gajah, siapa yang akan selera? Yah, Dipo juga pasti mabuk. Kesimpulan itu membuat hati Luna sedih, dia mengakui wajahnya dan menangis. Siapa yang mau gemuk? Dia juga merindukan sosoknya yang dulu. Dia dulu begitu cantik– "Ma! Mama!" Suara Dylan yang menggedor pintu kamar mandi tiba-tiba terdengar, "Ma! Dylan Pen pipis!" Luna menghela nafas, berdecak kesal karena pria kecil yang gemuk itu selalu berhasil mengganggunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD