Matahari menyelinap dari balik jendela kamar bayi, cahayanya memantul di lantai parket dan menyinari pipi Aster yang kini sudah bisa berdiri sambil berpegangan pada kursi rotan kecil milik ibunya. Norika duduk di lantai dengan kamera di tangannya, bersiap menangkap momen yang telah ia nanti-nanti selama berminggu-minggu. Di belakangnya, Gyan mengintip dari ambang pintu, tidak ingin mengganggu, tapi juga terlalu penasaran untuk menunggu. “Sayang... ayo, coba satu langkah lagi,” bisik Norika sambil merentangkan tangan. Aster menoleh, matanya berbinar. Ia melepaskan pegangan perlahan, lalu menapakkan satu kaki kecil ke depan. Goyah. Lalu satu lagi. Dan satu lagi. “YA AMPUN!” Norika berteriak pelan, menahan napas. “GYAN! DIA BERJALAN!” Gyan masuk cepat, tapi tidak membuat suara besar. Ia