Kabut pagi masih menempel di kaca jendela saat suara mobil Gyan berhenti di depan rumah. Norika, yang tengah menyiram pot krisan di teras, menoleh cepat. Hatinya berdetak lebih cepat dari biasanya. Bukan karena kaget, tapi karena tahu—hari ini, suaminya pulang bukan hanya sebagai Gyan sang CEO, tapi sebagai ayah... dan laki-laki yang ingin membangun ulang segalanya. Pintu mobil terbuka. Gyan turun dengan mengenakan sweater abu-abu dan jeans. Rambutnya sedikit acak-acakan, matanya lelah tapi teduh. Ia menatap Norika seperti seseorang yang menemukan rumahnya setelah terlalu lama tersesat. Norika tidak banyak bicara. Ia hanya berjalan pelan, dan saat jarak mereka tinggal dua langkah, Gyan menarik tubuh Norika ke pelukannya. Tubuh mereka bertemu dalam keheningan yang panjang, seperti batu-ba