7. Hati-hati Jika Suatu Hari Nanti Kamu Jatuh Hati Padanya

1120 Words
"Selamat pagi, Ma!" sapa Kaisar menyapa ibunya, ketika pria itu memasuki ruang makan. Menarik kursi lalu menjatuhkan tubuh sedikit kasar. "Pagi, Kai. Adikmu mana? Tumben belum kelihatan sejak pagi," ucap Kristi sembari mendongak ke lantai atas tempat di mana kamar dua orang putranya berada. "Mana aku tau. Dia sudah dewasa jadi buat apa juga aku ikut ngurusin hidupnya." "Ya ampun, Kai. Kamu ini ngomong apa. Kamar kalian kan berhadapan. Siapa tau tadi kamu sempat melihat Ivan keluar." "Nggak. Aku ngak lihat dia," jawab Kaisar ketus menggambarkan suasana hatinya yang memang sedang tidak baik-baik saja. Mood Kaisar sedang memburuk lantaran Alea lah penyebabnya. Bagaimana mungkin perempuan itu sanggup membuatnya susah tidur semalaman. Harum yang menguar dari tubuh Alea selalu memacu kinerja jantungnya makin menggila tapi Kaisar tak sanggup melakukan apa-apa. Ada gengsi untuk mendekati, apalagi mengajak perempuan itu berbicara berdua. Alea keluar dari dalam dapur, membawa satu mangkok buah-buahan, lalu ia letakkan di atas meja. Sempat melirik sekilas pada Kaisar yang wajahnya tampak kusut pagi ini. Bukan Alea tidak menyadari adanya perubahan pada raut wajah sang suami. Tapi, Alea memang berusaha untuk tidak perduli pada pria itu. Lagipula dia ini siapa? Bukan siapa-siapa di mata Kaisar selain hanyalah wanita yang terpaksa dinikahi karena perjodohan. Alea duduk tepat di samping Kaisar. Pembawaannya tenang seolah tak menyimpan beban kehidupan. Dan Kaisar justru benci dengan wajah sok polos yang Alea tunjukkan. Dengan Alea bersikap biasa saja seperti ini jadi membuat Kaisar susah menyelami isi hati Alea yang sebenarnya. Tak lama berselang, Kaivan menuruni anak tangga dengan tergesa lalu ikut bergabung di ruang makan. "Selamat pagi!" sapa pemuda itu lalu duduk di kursi yang ada di depan Kaisar. "Pagi, Van. Tumben kamu baru kelihatan?" tanya Kristi sebab biasanya putra bungsunya ini sering merecokinya memasak sarapan di pagi hari. "Aku bangun kesiangan, Ma. Mama sih nggak mau bangunin aku. Ini aja aku harus buru-buru karena ada kelas pagi." Kaivan seperti biasa menyodorkan piringnya saat Alea berdiri untuk membantu mengisi piring mereka. Mulai dari Kaisar, Kristi, dan Kresna yang juga baru saja bergabung bersama mereka. "Jangan banyak-banyak, Le. Aku buru-buru," ucapnya memberitahu sang kakak ipar. "Segini cukup?" "Iya udah segitu saja." Alea menyodorkan piring yang telah dia isi pada Kaivan. "Terima kasih, Lea. Oh ya. Hari ini kamu shift apa? Pagi, sore apa malam?" "Kenapa? Harusnya sih shift sore. Tapi karena ada teman yang izin tidak masuk, jadinya aku long shift dari pagi sampai malam." "Tapi maaf ya hari ini aku nggak bisa barengin kamu." "Oh, nggak apa-apa, Van. Aku naik grab aja nanti." "Jangan! Biar papa saja yang antar kamu nanti," ucap Kresna mengejutkan Kaisar. Iya, hanya Kaisar yang tidak suka mendengar papanya memberikan usul demikian. Entahlah rasanya tidak rela saja ketika semua anggota keluarganya bersikap baik pada Alea. Tidak mamanya, papanya, adiknya pun juga baik sekali pada Alea. Dan mungkin hanya dia seorang yang masih berat menerima kehadiran wanita itu. "Iya, Lea. Biar kamu diantar papa saja." Kristi menimpali. "Tapi, Ma. Kayaknya kantor papa enggak searah dengan rumah sakit." "Ya nggak masalah. Nanti papa antar kamu dulu. Baru papa ke kantor." "Apa nggak ngerepotin papa?" "Sama sekali tidak, Lea. Kamu jangan sungkan dan segan. Papa dan mama ini juga orang tua kamu sekarang. Dan sudah menjadi tugas papa dan mama ikut menjaga kamu karena dulu, almarhum Damar dan Alana sering juga membantu kami menjaga Kaisar waktu bayi." Mengingat kedua orangtuanya, Alea jadi sedih. Tapi juga bahagia karena sekarang dia telah menemukan keluarga baru yang menyayanginya. "Aku berangkat dulu!" pamit Kaisar yang sudah tidak tahan mendengar pembicaraan mereka. Suara bariton pria itu menarik perhatian Alea. Perempuan itu mendongak menatap pada Kaisar yang sudah beranjak berdiri lalu meninggalkan ruang makan begitu saja. Pun halnya dengan Kaivan yang juga sama-sama bangkit dari duduknya lalu berpamitan pada papa dan mamanya. Menyusul sang kakak yang sudah melenggang duluan. Hela napas panjang keluar dari sela bibir Kristi. "Alea, maafkan perlakuan Kaisar, ya?" Entah sudah keberapa kali Kristi meminta maaf pada Alea atas nama sang putra. "Ma, saya sudah katakan pada mama bahwa saya baik-baik saja. Kami masih membutuhkan waktu untuk bisa menerima keadaan ini. Jadi saya bisa memaklumi sikap Kaisar yang seperti itu." "Lea, sebenarnya Kaisar itu baik. Mama selalu berdoa semoga Kaisar segera mendapatkan kesadaran dan mau menerima kamu serta pernikahan kalian. Karena mama yakin kamu bisa menaklukkan hati Kaisar." Alea hanya tersenyum. Awalnya tak ada niat di hati Alea untuk menaklukkan Kaisar apalagi sampai harus berjuang untuk mendapatkan cinta Kaisar dan agar Kaisar menerima pernikahan mereka. Tapi lagi-lagi Alea harus diingatkan dengan bagaimana arogannya Kaisar. Sampai kapan pun akan Alea ingat bagaimana ucapan Kaisar yang menyakitkan padanya. Dan sejak saat itu jangan salahkan Alea jika mulai muncul niat untuk membuat pria itu jatuh cinta padanya. "Mama tenang saja. Semua akan baik-baik saja. Tapi jika sampai satu tahun pernikahan kami keadaannya masih tetap sama, saya mohon pada mama untuk tidak lagi memaksa Kaisar untuk tetap menjalani pernikahan ini. Saya hanya tidak mau menjadi sebab hidup Kaisar tidak bahagia dan saya juga tidak ingin Kaisar membenci saya karena merasa terpaksa dan terbebani menjalani pernikahan ini." Kristi mengangguk. "Iya, Lea. Berikan waktu satu tahun ya dan mama janji akan menerima apapun keputusan kalian nanti. Mama juga tidak akan memaksa jika pada kenyataannya kalian berdua sama-sama tidak bahagia." "Terima kasih, Ma ... Pa. Bisa diterima dengan baik di keluarga ini saja saya sudah sangat bersyukur. Saya merasa kembali memiliki papa dan mama dan mendapati kasih sayang dari kedua orang tua." "Alea ... jika suatu hari nanti kamu dan Kaisar tak ada jodoh, kami berdua tetap akan menganggapmu sebagai anak kami." Alea tersenyum. "Terima kasih, Ma." Suasana di ruang makan yang penuh haru. Sementara itu di garasi rumah yang mana Kaisar hendak memasuki mobilnya dan Kaivan yang sudah menunggangi motor kesayangannya. Bisa-bisanya pemuda itu malah memberikan celetukan pada kakaknya. "Harusnya kamu itu bisa bersikap baik sedikit saja sama Alea, Kak. Apa salahnya sih mengantar dia pergi kerja. Toh, kantor kamu sama rumah sakit tempat kerjanya Alea tidak seberapa jauh." "Ck, kenapa aku harus repot-repot mengantar dia. Toh, sudah ada papa yang berbaik hati padanya." "Tapi kamu kan suaminya." "Terus? Lagian aku heran. Dia itu hanya orang baru di rumah ini. Tapi lagaknya sok polos untuk menarik simpati. Sampai-sampai tak hanya mama dan papa saja yang terkecoh sampai mau-mau saja berbaik hati padanya. Bahkan kamu pun juga sudah masuk perangkapnya." "Perangkap apa? Jangan jadi tukang fitnah, Kak. Pada dasarnya Alea itu memang baik. Wajar jika kami pun memperlakukan dia dengan baik." "Sudah lama kah kamu kenal dengannya sampai bisa menilai dia baik? Ck, dianya saja yang pandai bersandiwara agar kalian jatuh hati padanya," ucap Kaisar sarkas sembari membuka pintu mobilnya. Kaivan hanya geleng-geleng kepala. Sebelum memakai helm di kepala, pemuda itu kembali berkata, "Hati-hati juga kalau suatu saat nanti kamu sendiri juga jatuh hati padanya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD