Sudah jelas, Edzard ingin membangun jarak dengan Adreanne. Namun gadis itu seolah tidak membiarkannya. Adreanne memilih untuk memberi Edzard sedikit waktu untuk sendiri, barang kali pikiran Edzard benar-benar sedang kacau dan nanti ia akan berbicara lagi pada cowok itu.
Jam pelajaran ketiga dan seterusnya, Adreanne tidak dapat berkonsentrasi dengan penuh pada pelajaran. Pikirannya masih dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan atas perubahan sikap Edzard. Dan anehnya lagi, lelaki itu berpindah tempat duduk. Yang semula berada satu deretan dengan meja Adreanne dan hampir berdekatan, sekarang malah berjauhan. Edzard pindah ke kursi yang di belakang.
"Lo udah baikan sama Edzard belum?" tanya Lily berbisik.
Adreanne menggeleng pelan. Ia meraih buku coret-coretan miliknya dan menuliskan sebuah Kalma di sana.
'Edzard nya aneh, aku udah bicara tadi. Cuma dia kayak menghindar. Nggak mau dekat-dekat denganku lagi.'
Lily membaca tulisan Adreanne itu kemudian menatap wajah sahabatnya. Karena tidak ingin menimbulkan kebisingan, akhirnya Lily mengikuti cara Adreanne. I membalas lewat tulisan tangan di bawah kalimat Adreanne.
'Kok bisa gitu? Beneran merajuk kali, ya? Kalung mahal dia dihancurin bokap lo.'
Kedua sudut bibir Adreanne merosot turun membaca balasan Lily. Ia juga berpikir begitu. Namun ia harap Edzard tidak benar-benar merajuk. Atau paling tidak cowok itu hanya merajuk sesaat dan tidak berkepanjangan.
"Lily, Adreanne, kalian ngapain? Lihat ke papan tulis! Saya lagi menjelaskan," tegur Bu Erni, sang guru fisika.
"Eh iya, bu. Maaf." Adreanne menyahut. Sementara Lily meringis.
"Perhatikan materi yang saya jelaskan. Nanti kalian saya tanya," tegas bu Erni.
Keduanya kompak mengangguk dan menyahut. "Iya, Bu. Siap!"
***
Waktu pulang pun tiba. Persis seperti yang dikatakan Edzard, mereka pulang terpisah. Diingat kembali, ketika bel pulang berbunyi, Edzard dan Dante langsung keluar dari kelas dan tidak mempedulikannya.
Ketika sudah di gerbang, Adreanne melihat Ayahnya sudah menunggu di depan mobil. Mau tidak mau ia bergegas menghampiri sang Ayah.
"Ayah udah lama nunggu?" tanya Adreanne ketika baru tiba di hadapan sang Ayah.
Adam tersenyum dan menggeleng. "Nggak, sayang. Baru kok, ayo masuk!"
Adreanne menganggukkan kepalanya lantas berjalan ke sisi mobil sebelah kiri dan masuk.
Tanpa mereka sadari, Edzard melihat Adreanne masuk ke dalam mobil dengan tatapan lesu. Cowok itu menghela napas berat setelah mobil Adam pergi meninggalkan pekarangan sekolah.
"Jadi, Pangeran? Ada apa? Sikap anda benar-benar berbeda hari ini," ungkap Dante dengan nada hati-hati.
"Sebelumnya, anda begitu menempel pada Adreanne. Tapi hari ini saya kaget luar biasa anda bisa menjauhi gadis itu," lanjut Dante.
Edzard menghela napas berat. "Akan ku ceritakan di rumah nanti."
Dante pun menganggukkan kepalanya sebagai respon.
Edzard mulai melajukan kuda besinya meninggalkan pekarangan sekolah. Sekitar lima belas menit, akhirnya mereka tiba di rumah.
Keduanya dikagetkan dengan kedatangan Edrea yang menunggu di kursi yang ada di teras.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Edzard to the point.
"Aku menemukan buku sejarah Myrania!!" pekik Edrea begitu gembira menunjukkan buku yang ada di tangannya.
Buku sejarah. Sudah pasti tebal. Tapi buku yang dibawa Edrea sangat tipis. Entah dari mana gadis itu mendapatkannya, padahal malam tadi benar-benar bukunya tidak ketemu.
"Aku sudah tidak membutuhkan penjelasan mengenai Myrania lagi," tukas Edzard sarkas.
Pemuda itu langsung masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Dante dan Edrea di teras.
Dahi Edrea mengernyit dalam, kepalanya menoleh ke belakang lalu kembali menatap Dante. "Apa terjadi sesuatu di sekolah? Kenapa dia sensian begitu?"
Dante menggelengkan kepalanya. "Saya tidak tahu, Putri. Tingkah Pangeran juga aneh hari ini, dia menjauhi Adreanne."
"Benarkah?"
"Saya curiga sesuatu terjadi ketika Pangeran pergi ke rumah gadis itu."
"Kau tidak bersama kak Edzard sewaktu berangkat pagi tadi?"
Dante menggeleng lagi. "Pangeran meninggalkan saya."
"Ayo kita masuk dan bicara padanya!" pungkas Edrea.
Dante pun mengikuti langkah Edrea dari belakang.
Edrea melihat Edzard yang duduk di sofa dengan menyandar. Tatapan Edzard menatap kosong pada langit-langit plafon.
"Apa yang terjadi, kak? Aku dengar kau menjauhi gadis manusia misterius itu."
Edzard menoleh lalu menghela napas berat.
"Gadis itu keturunan mantan Putra Mahkota Kerajaan Myrania."
Raut wajah Edrea dan Dante tampak syok, mata mereka pun melotot lebar.
"Demi apa?! Kau serius? Kenapa bisa? Kau tahu dari mana, kak?" tanya Edrea beruntun. Gadis itu langsung duduk di sebelah Edzard dan menatap penuh antusias.
"Ayahnya sendiri yang bercerita padaku. Identitasnya hampir ketahuan karena kalung batu ruby merah yang ku berikan. Dan yah, pria tua itu melarangku mendekati Adreanne. Lagi pula aku juga sadar, aku dan dia tidak akan bisa bersama."
Edrea tertegun. Segitu besarkah rasa suka atau cinta yang Edzard rasakan pada gadis bernama Adreanne itu?
"Berarti Ayahnya Adreanne dulunya Putra Mahkota? Kenapa ia meninggalkan Kerajaannya sendiri, Pangeran?" tanya Dante bingung.
"Dia jatuh cinta pada manusia bernama Tika yang tidak lain adalah Ibu dari Adreanne. Adam memilih menjadi manusia dan menikahi Tika. Walaupun begitu, darah Myrania tetap mengalir di tubuh kedua anaknya."
Dante dan Edrea memangut-mangut paham. "Ah begitu," gumam Edrea.
"Lalu bagaimana? Kau tetap akan menjauhi Adreanne itu, kak? Apa kau sanggup?"
Edzard mengangguk. "Sebentar lagi aku akan pulang, jadi aku rasa aku sanggup."
Kedua manik Edrea menatap sang Kakak prihatin. Tangan gadis itu terulur menepuk pundak Edzard. "Yang sabar, kak."
"Kalau begitu, saya akan menyiapkan makan malam untuk kita nanti, Pangeran, Putri."
"Kau bisa masak?!" pekik Edrea kaget.
Dante mengangguk. "Saya melihat tutorial memasak di aplikasi dari ponsel yang Pangeran berikan, Putri. Dan yah, saya bisa memasak walau tidak terlalu jago."
"Ya udah, sana," usir Edzard ketus.
Dante pamit undur diri. Kini di ruang keluarga hanya tersisa Edzard dan Edrea.
"Aku jadi penasaran seperti apa rupa gadis itu," ujar Edrea.
Edzard mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri. Cowok itu memperlihatkan foto Adreanne yang ia ambil diam-diam.
"Ini dia?!" pekik Edrea histeris, tatapannya terlihat tak percaya.
"Iya itu dia. Cantik, kan?"
Edrea mengangguk setuju. "Cantik sekali. Kulitnya sangat putih, hidung mancung, mata yang indah, dan rambutnya hitam legam. Ya ampun kenapa ada makhluk yang se-wah itu?!" cerocos Edrea penuh dengan pujian.
"Tidak salah aku jatuh hati padanya," kekeh Edzard.
"Dia bisa ikut dengan kita nggak sih? Secara ada darah Myrania di tubuhnya."
Edzard menggeleng. "Tidak bisa. Lagi pula dia tidak memiliki sayap."
"Oh begitu ... Iya juga sih. Bagaimana bisa dia ke Airya tanpa sayap," gumam Edrea.
"Okay, sepertinya kau memang harus move on kak!"
Edzard mengangguk lesu. "Aku harap waktu akan berjalan dengan cepat, jadi aku bisa segera pulang."
"Kau sudah sangat ingin sekali pulang, kak?"
Edzard mengangguk mengiyakan.
"Kalau begitu, bersabarlah sebentar lagi. Nikmati waktumu yang tersisa di sini dengan melupakannya."
Sekali lagi Edzard mengangguk.
***
TBC...
Don't forget to tap love and comments^^