Adreanne mendesah kecewa saat melihat jam pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 16.25. Semua anak SMA Cruzae telah pulang ke rumah masing-masing sejak satu jam yang lalu, tapi tidak dengan Adreanne yang masih menunggu di depan sekolah.
"Bang Damien di mana sih?" tanya Adreanne pada dirinya sendiri dengan kesal.
Adreanne sudah sejak tadi menunggu abangnya itu menjemputnya, tapi Damien tak kunjung tiba membuat Adreanne sedikit kesal.
Apa aku jalan aja ya? batin Adreanne menimang-nimang.
Adreanne mendengus. Jalan aja lah, yang penting sampai rumah!
Adreanne pun melangkah kakinya meninggalkan area sekolah.
Tetapi di jalan ia dicegat oleh preman-preman jalanan.
"Eh ada cewek cantik," ujar seorang cowok. Cowok tu terlihat menyeramkan, banyak tato disekitar tubuh cowok itu apalagi di bagian lengan.
Adreanne langsung berjalan cepat, wajah Adreanne berubah pucat saat melihat tiga orang laki-laki yang ia taksir adalah preman jalanan sedang menghadang jalannya.
"Hai, manis. Main yuk!" ajak salah satu preman itu, menyeringai lebar. Terlihat sangat menyeramkan di mata gadis itu.
Adreanne melangkah mundur saat preman-preman itu mendekat ke arahnya.
"Jangan jual mahal gitu dong," ujar salah satu preman itu lagi.
Adreanne semakin ketakutan saat melihat para preman itu menyeringai menatapnya.
"Kalau lo nggak mau main sama kita lo harus kasih duit, kalau nggak kami nggak akan biarin lo lewat sini," ujar preman satunya lagi.
Adreanne mendekap tas ransel berwarna biru laut miliknya, dan ia meraba-raba bagian sisi kanan tasnya dan mengambil uang yang biasa ia letakkan di sana.
Adreanne menyerahkan uang lima puluh ribuan ke preman itu. "Ck, masih dikit. Lo jangan pelit gitu lah!" Preman itu berdecak, tidak puas dengan uang yang diberikan Adreanne.
Kalau mau duit ya cari sendiri, atau minta sama emak kalian! Batin Adreanne sebal, tapi ia tidak berani menyuarakan kata hatinya.
"Cuma ada segitu bang," ujar Adreanne, takut.
Preman itu berdecak. "Lo punya ponsel kan? Siniin!" Adreanne menggeleng. Enak aja!
"Aku nggak bawa hape, bang," alibi Adreanne.
"Alah bacot aja lu, Max gerebek tasnya," titah salah satu preman ke preman yang di panggil Max tadi.
Adreanne mendekap tas ransel biru laut miliknya dengan erat sambil terus mundur.
Tuk!
"Argh!"
Satu buah sepatu melayang ke kepala preman yang hendak memeriksa tas Adreanne secara paksa.
Preman-preman itu menoleh melihat siapa yang melempar sepatu tersebut, begitu juga dengan Adreanne yang melihat siapa yang melempar sepatu itu.
Edzard.
Mata Adreanne berbinar, feeling-nya mengatakan Edzard akan menyelamatkan nya. Maka dari itu Adreanne bergerak cepat mendekati Edzard, Adreanne berlindung di balik badan Edzard.
"Mereka mau ngambil hape aku," adu Adreanne.
Edzard berbalik, menatap para preman itu dengan tajam. "Daripada nanti tulang yang ada di tubuh kalian patah, mending kalian pergi sekarang."
Preman-preman itu menatap Edzard remeh. "Heh bocah! Lo kira kami mau nurut sama lo? Masih SMA aja belagu," ujar salah satu preman itu dengan nada mengejek.
Edzard menggeram kemudian memutar tubuh Adreanne agar tidak melihat Edzard melawan para preman itu dengan secepat kilat.
Saat kembali ke posisi semula, mata Adreanne langsung membola melihat tiga orang preman itu sudah tepar di aspal dengan posisi yang berbeda-beda. Adreanne menoleh menatap Edzard yang tampak biasa.
"Ayo!" seru Edzard.
Adreanne masih pada tempatnya, tidak menangkap apa yang baru saja dikatakan oleh Edzard.
"Hei! Kenapa melamun? Ayo!" Edzard pun menarik lembut lengan Adreanne dengan agar cewek itu segera mengikutinya.
"Kamu nggak apa-apa?" Edzard bertanya, ia memposisikan kepalanya tepat di depan wajah Adreanne.
Wajah Adreanne memucat, kepalanya terasa berdenyut-denyut. "Pusing," keluh Adreanne lirih.
Tidak lama setelah itu kegelapan menjemput cewek itu dan tubuh Adreanne terhuyung ke samping.
Adreanne pingsan.
Edzard dengan sigap langsung menangkap tubuh Adreanne yang ambruk.
Tidak buang waktu lebih lama, Edzard menggendong Adreanne dan meletakkan cewek itu di mobilnya. Kemudian Edzard melajukan mobilnya menuju rumahnya.
***
"Enggh," Adreanne mengerang.
Mata cewek itu perlahan terbuka dan ia mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum merubah posisinya menjadi duduk.
Alis Adreanne terangkat saat melihat di mana ia sekarang, kamar mewah yang didominasi warna hitam putih.
Di mana dia sebenarnya?
Adreanne mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Ada preman yang memalak dia dan muncul Edzard.
Edzard?!
"Kamu sudah bangun?" Adreanne tersentak kemudian matanya menoleh ke arah yang berbicara barusan.
Edzard.
Adreanne mengangguk. "Iya udah," balasnya.
"Hm, ini di mana, Edzard?" tanya Adreanne.
"Di rumahku, panggil Ed aja." Edzard membalas dengan nada santai.
Adreanne mengangguk samar, dan aku melihat ke arah jendela. Gelap.
"Jam berapa ini?!" tanya Adreanne dengan nada sedikit keras, terkejut.
"Delapan malam." Mulut Adreanne sontak menganga mendengar jawaban yang keluar dari mulut Edzard.
"Aku harus pulang." Adreanne bangkit dengan buru-buru.
Edzard menggeleng. "Sudah malam, lebih baik kamu di sini saja."
Adreanne melotot. Apa Edzard sudah gila?
"Nanti Bunda nyariin," balas Adreanne.
Edzard tampak berpikir. "Ya sudah kalau gitu aku antar," ujarnya.
Adreanne memilih menurut, ia dan Edzard pun berjalan beriringan keluar dari kamar besar ini.
Mulut Adreanne terbuka lebar melihat rumah Edzard yang besar dan tampak mewah. Banyak barang-barang mewah dan lukisan cantik yang panjang di dinding.
Adreanne menggelengkan kepalanya dan kembali berjalan mengikuti Edzard yang sudah mulai menuruni tangga. Adreanne berjalan tepat di samping Edzard.
Kruyuk... Kruyuk...
Edzard menoleh menatap Adreanne dengan alis terangkat, pipi Adreanne sontak memerah.
"Kamu lapar?" tanya Edzard.
Iya.
Tapi Adreanne tidak mau menjawab seperti itu, ia malu. "Tidak."
Kruyuk... Kruyuk...
Suara itu muncul lagi dan itu membuat Adreanne tambah malu dan pipinya semakin memerah.
Edzard tertawa. "Ya sudah kalau gitu kita makan dulu, di dapur masih ada beberapa potong Pizza dan beberapa roti." Edzard memutar arah menuju dapur.
Adreanne menurut dan mengikuti Edzard yang berjalan ke dapur.
Bahkan dapurnya sangat mewah, batin Adreanne.
Edzard menyuruh Adreanne agar duduk di kursi dan cowok itu mengeluarkan sesuatu dari lemari yang Adreanne yakini adalah lemari tempat Edzard menyimpan makanan.
Edzard menyerahkan satu piring yang berisi dua Pizza kepada Adreanne. Adreanne mengambil itu dengan senang hati dan langsung melahap Pizza itu, sedangkan Edzard hanya menatap Adreanne yang tengah makan.
"Ini, minum," ujar Edzard, menyodorkan segelas air putih pada Adreanne.
Adreanne menerima gelas itu. "Makasih."
Adreanne pun dengan cepat menghabiskan makanannya. "Sudah selesai, terimakasih makanannya."
Edzard mengangguk. "Ayo aku antar."
Adreanne bangkit dan mengambil piring kotor yang barusan ia pakai dan meletakkannya di wastafel, Adreanne hendak mencuci piring itu tapi Edzard mencegahnya.
"Biarkan saja, besok akan ada pelayan yang akan mencucinya," ujar Edzard.
Adreanne menurut, setelah itu ia menghampiri Edzard yang sudah berdiri di ambang pintu dapur.
Adreanne dan Edzard berjalan beriringan menuju pintu keluar. Edzard tau kini sudah malam maka dari itu ia mengeluarkan mobilnya, ia akan mengantar Adreanne menggunakan mobil.
Adreanne memberitahu jalan ke rumahnya pada Edzard, Edzard langsung mengemudikan mobilnya ke tempat yang Adreanne sebutkan tadi.
Tak lama kemudian mereka sampai di rumah Adreanne. Adreanne melihat keluar jendela mobil, di depan teras rumahnya Bunda Adreanne sudah menunggu.
Adreanne menghela napasnya sebelum keluar dari mobil. Semoga bunda nggak marah, rapal Adreanne dalam hati.
"Makasih ya, Ed." Edzard mengangguk.
Setelah itu Adreanne keluar dari mobil Edzard dan menghampiri Bundanya yang tengah bersidekap menatapnya.
Edzard pun sudah melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Adreanne.
"Kamu dari mana? Dan siapa itu?" tanya Tika ㅡBunda Adreanneㅡ menatap Adreanne dengan alis terangkat.
"Dari rumah temen, Bun. Itu temen Rea," balas Adreanne jujur, ia menganggap Edzard sebagai temannya.
Tika mengangguk. "Ya sudah ayo masuk, kamu udah makan?" ujar dan tanya Tika.
Adreanne mengangguk. "Udah tadi, Bun."
Tika tersenyum. "Ya sudah kalau gitu kamu ganti baju dan langsung istirahat ya." Adreanne mengangguk mengiyakan.