Seorang anak yatim piatu di nikahi oleh salah satu pengusaha kaya.
Headline news dengan judul seperti itu pernah terpampang di salah satu situs bisnis ternama. Hanya melihat judulnya saja sudah membuat Venus meringis. Hatinya mencelos.
Tapi Venus tidak pernah diizinkan Regan untuk membaca apa saja yang ditulis para pembuat berita itu. Setelah menikah dan resmi menyandang status sebagai Nyonya Regan Mahendra, Venus tidak memiliki banyak waktu untuk mengurusi artikel gosip yang menggiring opini dan selalu menyudutkannya.
Sebagai suami, Regan pun tentu saja tidak ingin membebankan segala pembicaraan orang lain mengenai istrinya. Baik secara online maupun secara terang-terangan. Saat itu, Regan benar-benar membuat Venus sibuk.
Sibuk dalam segala hal tentu saja, termasuk dalam urusan ranjang.
Venus bergidik ngeri saat membayangkan kegiatan panas yang pernah mereka lakukan.
Bagaimana Regan menyentuh dan memperlakukannya, Venus merasa Regan begitu memujanya hingga membuatnya terbang, lalu dijatuhkan hanya dengan satu kali hempasan. Sakit dan malu.
Setelah pernikahannya kandas hanya dalam waktu beberapa bulan saja, banyak yang menyudutkan Venus dan menyalahkan keputusannya saat itu.
Tidak sedikit yang menyalahkannya karena terlalu terburu-buru menerima ajakan menikah, tapi tidak sedikit juga yang menyayangkan keputusan Venus bercerai. Apapun yang dilakukannya memang selalu terlihat salah. Padahal mereka tidak tau apa yang tengah Venus hadapi dan rasakan saat itu.
"Venus, keruangan saya." Pak Fadli memanggil Venus.
Venus yang saat itu tengah menatap layar komputer di depannya pun menoleh.
"Baik, Pak." Balasnya.
Venus lantas beranjak dari tempat duduknya, mengikuti Pak Fadli menuju ruang kerjanya.
"Silahkan duduk." Fadli mempersilahkan Venus duduk.
"Kamu sudah menyiapkan segalanya?" Fadli ikut duduk, tepat di depan Venus.
"Proyek taman hiburan kali ini saya kerjakan sepenuhnya pada tim kamu." Lanjutnya.
Fadli memang tidak pernah meragukan kemampuan Venus. Dia salah satu karyawan terbaik di kantor ini.
"Sudah." Balas Venus.
"Konsepnya ada pada Mega. Untuk detailnya Bapak bisa minta Mega menunjukkannya." Lanjut Venus.
"Nanti saya periksa ulang, tapi saya yakin kalian sudah mengupayakan yang terbaik."
Venus menganggukan kepalanya.
"Proyek taman hiburan akan mulai dikerjakan dua minggu lagi, sebelum proyek tersebut benar-benar berjalan tolong pastikan semuanya siap agar tidak ada kendala saat proses berlangsung."
"Baik, Pak."
"Satu lagi, Pak Regan memintamu untuk membuat konsep rumah."
Venus menoleh saat nama Regan disebut.
"Kenapa saya? Saya bukan desain interior rumah." Dari kalimatnya saja Venus sudah menunjukan penolakan.
"Kamu bisa membuat desain taman hiburan, komplek perumahan, bahkan taman kota. Tidak ada salahnya membuat desain interior rumah. Saya yakin, kamu pasti mahir membuatnya."
Untuk pertama kalinya Venus merasa tidak suka dengan pujian Fadli.
"Mega bisa mengerjakannya."
Fadli menatap sejenak ke arah Venus dan menghela lemah. "Baiklah saya akan coba bicara lagi dengan Pak Regan, siapa tau beliau mau. Karena dia sendiri yang memintamu untuk mengerjakannya."
"Mega pasti bisa menggantikan saya, Pak Fadli tau sendiri bagaimana kemampuan Mega." Venus meyakinkan.
Fadli menarik nafas sejenak sebelum mengangguk. "Baiklah. Saya akan menyuruh Mega yang mengerjakannya."
Venus ikut menghela lemah, meski dengan alasan yang berbeda.
Setelah mengetahui Regan terlibat dengan perusahaan dimana ia bekerja, Venus yakin intensitas pertemuan keduanya akan bertambah.
Bahkan baru saja Venus memikirkan bagaimana caranya menghindari pertemuan dengan Regan, tiba-tiba saja lelaki itu kembali muncul di kantor.
Proyek besar yang sudah disepakati oleh kedua perusahaan tentu saja membutuhkan segala macam persiapan. Venus tidak mengalahkan kedatangan Regan ke kantornya, karena mereka memang tengah membahas sebuah proyek besar. Tapi Venus tidak menyangka bahwa proyek besar yang akan dilakukan itu adalah proyek taman hiburan yang tengah digarap Venus dan tim. Artinya proyek tersebut akan melibatkan Regan secara langsung dan mau tidak mau, mereka benar-benar akan sering bertemu.
Sial!
Venus dan timnya yang berjumlah lima orang tentu saja sudah menghabiskan hampir satu bulan untuk mengerjakan konsep taman bermain. Mereka mengerjakannya dengan begitu semangat, termasuk Venus. Pengalaman masa kecil yang tidak terlalu membahagiakan membuat Venus bercita-cita ingin membuat taman bermain. Meski bukan dirinya yang membuat taman itu, tapi terlibat dalam proses pembuatannya sungguh menyenangkan. Venus bisa mengapresiasikan imajinasi taman hiburan seperti apa yang diinginkan sejak kecil.
Rasanya tidak mungkin Venus mengundurkan diri dalam proses pembuatan taman hiburan tersebut. Venus tidak akan menghancurkan mimpinya oleh orang yang sama.
"Untuk konsep dan desain taman hiburan, kami memiliki tim yang begitu luar biasa dan dapat dipercaya. Venus yang menjadi ketua tim desain." Fadli menunjuk ke arah Venus diikuti oleh Regan.
Untuk sepersekian detik tatapan keduanya bertemu, sebelum akhirnya Venus mengulurkan tangannya.
"Perkenalkan Pak Regan, saya Venus ketua tim desain."
Regan tidak langsung menerima uluran tangan Venus. Lelaki itu justru menatap lekat ke arah Venus.
"Regan," Akhirnya Regan membalas uluran tangan Venus.
Tangan yang begitu hangat, mengalirkan getaran aneh pada diri Venus.
"Proyek akan segera dikerjakan kurang dari dua minggu, kami sudah tidak sabar dan ingin segera melihat bagaimana hasilnya." Fadli kembali bicara dengan antusias, sementara Regan masih menatap lekat ke arah Venus. Tapi wanita yang ditatapnya justru membuang muka seolah enggan melihat ke arahnya.
"Tapi, saya sangat minta maaf tidak bisa mengabulkan keinginan Pak Regan. Dekorasi rumah Pak Regan tidak bisa dilakukan oleh Venus, sebab dia ada dalam persiapan proyek lainnya." Ucap Fadli dengan penuh sesal.
"Desain interiornya akan dikerjakan oleh Mega. Mega tidak kalah bagusnya dengan Venus. Mereka berada di satu tim yang sama." Lanjut Fadli.
Regan menoleh ke arah Fadli, lantas kembali menoleh ke arah Venus.
Venus sadar betul Regan tengah menatap ke arahnya sejak tadi. Tapi ia berusaha untuk bersikap acuh.
"Tidak mau." Jawab Regan dengan begitu mudah.
"Saya tetap ingin dia yang mengerjakannya. Pak Fadli tau betul apa keinginan saya."
Venus menoleh saat Regan selesai mengucapkannya. Venus menatap tajam ke arah Regan, tapi kali ini giliran Regan yang bersikap acuh.
"Pak Fadli tau kan, maksud saya." Meski sedang berbicara dengan Fadli, tapi Regan justru menatap ke arah Venus. Keduanya saling menatap tajam yang membuat Fadli merasa tidak enak. Di satu sisi ia memiliki karyawan terbaik yang harus di pertahankan, tapi di satu sisi Fadli pun memiliki klien yang tidak kalah pentingnya.
Venus melempar berkas dari tangannya hingga berhamburan di meja di lantai. Hal tersebut membuat Mega terkejut dan menoleh dengan tatapan takut. Venus bukan tipe wanita yang mudah marah, meski dalam keadaan tertekan sekalipun. Venus memiliki sifat yang sangat tenang, tapi kali ini justru kebalikannya.
"Kamu baik-baik aja?" Tanya Mega dengan sangat hati-hati.
"Kamu nggak apa-apa kan, Ve?" Dengan perlahan Mega memungut satu persatu kertas yang berhamburan di lantai.
"Manusia cacat moral!" Umpat Venus.