"Kalian bertemu lagi?" Selidik Rei, saat mendapati Venus duduk dengan posisi membungkuk. Kepalanya ada di atas meja, hingga dahi menempel sempurna di atasnya.
"Menurutmu?" Jawab Venus lemah.
"Menurutku kalian memang bertemu lagi hari ini. Terlihat jelas dari raut wajahmu yang lebih mirip koran lecek." Ledek Rei.
Jika dalam keadaan normal, Venus akan tersenyum menanggapi cibiran Rei, tapi kali ini suasana hatinya benar-benar buruk.
"Kekayaan benar-benar bisa membuat seseorang memiliki sifat tidak tau diri dan tidak tahu malu." Perlahan Venus mengangkat kepala dan melihat ke arah Rei yang sudah duduk tepat di hadapannya.
"Aku tidak akan menganggap semua ini kebetulan yang direncanakan kalau pertemuan kami kali ini hanya sekedar kerja sama antar perusahaan. Tapi sialnya, dia justru memintaku mendesain rumahnya. Gila bukan?"
Rei tersenyum samar. "Kamu seharusnya tau seberapa gilanya Regan. Bukankah sejak dulu dia memang seperti itu?"
Venus menganggukan kepalanya, "Benar. Kalau tidak gila, tidak mungkin dia menikahi gadis yatim piatu sepertiku hanya karena ingin menebus dosa masa lalunya." Jika ingat kembali alasan Regan menikahinya,Venus merasa sudah menjadi wanita paling bodoh di dunia ini.
"Kalian sudah bicara apa saja?" Selidik Rei.
"Menurutmu, aku harus bicara seperti apa? Bertanya kabar? Dia pasti hidup dengan baik setelah bercerai, karena dia hanya perlu mencari wanita itu lalu kembali merajut kasih yang sempat terputus karena menikah denganku." Nada bicara Venus spontan naik. "Lagipula tidak ada yang harus dibicarakan dengan seorang lelaki penipu seperti dia. Aku tidak bisa membedakan apa dia bicara jujur atau tidak."
"Kamu tidak perlu marah, kamu hanya perlu mengabaikannya saja. Kalau kamu memang membencinya, lain cerita kalau perasaanmu justru sebaliknya."
Venus menatap sebal ke arah Rei. "Seharusnya aku sadar, kalau kalian masih saudara dekat."
"Hei, jangan marah." Rei mencegah Venus yang hendak beranjak dari tempat duduknya.
"Aku pulang," Ucap Venus saat Rei berhasil menghalangi jalannya.
"Aku lelah Rei, aku ingin segera istirahat."
"Jangan tersinggung, aku hanya ingin kamu bersikap realistis saja. Semakin kamu membenci Regan, semakin sulit kamu melupakannya."
Venus hanya berdecak lantas pergi meninggalkan Rei.
Kenyataan pahit yang membuat cintanya berubah menjadi benci. Batas cinta dan benci memang sangat tipis dan rapuh.
Sejauh ini Venus dan Regan memang belum berinteraksi secara langsung maupun secara personal. Pertemuan mereka selalu didampingi oleh Pak Fadli atau karyawan lainnya. Sebisa mungkin Venus menghindari pertemuan yang hanya melibatkan keduanya saja dan Venus berhasil menghindari itu sampai beberapa hari.
Bahkan untuk desain interior rumah Regan yang dipercayakan padanya pun belum juga dikerjakan. Venus selalu menghindar dengan alasan sibuk, bahkan ia rela mengerjakan pekerjaan Mega dan Tantri, hanya untuk terlihat sibuk dan menghindar.
"Kamu nggak minta bagian dari gajiku, kan?" Tanya Mega dengan raut bingung, saat Venus kembali mengambil alih pekerjaannya.
"Tentu tidak." Jawab Venus singkat. "Aku hanya sedang berbaik hati. Berterima kasihlah padaku." Lanjut Venus.
"Mau aku belikan kopi?" Tanya Mega.
"Boleh."
Mega lantas mengangguk dan segera meninggalkan Venus untuk membeli kopi sebagai bentuk rasa terima kasih karena Venus sudah berbaik hati mengerjakan pekerjaannya. Venus memang sedang berbaik hati, tapi ia pun memiliki tujuan sendiri mengapa ia bersikap seperti itu.
"Kopi kesukaanmu." Dua puluh menit berlalu dan Mega kembali dengan membawa dua cup es kopi. Untuknya dan untuk Venus.
"Dapat bonus gratisan dari Rei." Mega mengeluarkan roti isi dari kantong paper bag berwarna coklat, dimana terdapat logo cafe milik Rei.
"Dia bilang kamu masih dalam mode ngambek."
Venus tersenyum. "Aku hanya tidak mampir dua hari saja dan dia langsung menyebutku si tukang ngambek." Venus menerima roti isi pemberian Rei yang di titipkan pada Mega.
Venus memang tidak mengunjungi cafe milik Rei selama dua hari berturut-turut. Bagi Rei itu sebuah keanehan karena tidak biasanya Venus absen mengunjungi cafe miliknya. Rei sadar betul ucapannya tempo hari pasti membuat Venus tersinggung.
"Selesai. Ada pekerjaan lain." Venus memberikan dua map pada Mega.
"Nggak ada. Kenapa akhir-akhir ini kamu kelewat rajin? Apa kamu sedang menghindari sesuatu?" Selidik Mega.
"Tidak, aku hanya butuh pekerjaan lebih saja."
"Kalau begitu kenapa tidak kamu kerjakan saja interior rumah Pak Regan? Bukankah dia memintamu untuk membuat desainnya?"
Venus menghela lemah. "Aku tidak bisa membuatnya." Jawab Venus.
"Kenapa? Bahkan Pak Regan menolak mentah-mentah desain buatanku dan akan tetap menunggumu." Mega menatap Venus dengan tatapan bingung.
"Ponselmu berdering sejak tadi," Mega yang menyadari ponsel Venus berbunyi.
"Biarkan saja." Balas Venus.
"Siapa tau penting. Kalau ada nomor baru yang menghubungimu lebih dari satu kali, artinya itu panggilan penting."
Venus tersenyum samar. "Penipu pun akan terus menghubungimu, tidak ada yang menjamin itu bukan penipuan."
Venus mengambil ponselnya dan memeriksa. Ternyata ada lebih dari lima panggilan dari nomor yang sama. Nomor tidak dikenal.
Selang beberapa menit ponsel Venus kembali berbunyi dan masih dari nomor yang sama.
"Halo,,?" Venus akhirnya memutuskan mengangkatnya.
"Masih sibuk? Sepertinya tidak, aku melihatmu sudah bersantai sejak tadi."
Venus mengenal baik suara itu.
"Ini masih jam kerja, Pak. Saya masih memiliki banyak pekerjaan, kalau ada perlu Bapak bisa langsung menghubungi Pak Fadli. Beliau ada di ruang kerjanya."
"Pak Fadli memberikan nomor ponselmu untuk membahas desain rumah yang dibicarakan tempo hari. Pak Fadli bilang kamu salah satu karyawan terbaiknya, tapi ternyata tidak. Kamu justru melalaikan pekerjaan yang sudah menjadi tanggung jawabmu."
Kedua tangan Venus mengepal.
"Saya dan Pak Fadli belum ada kesepakatan untuk mendesain rumah Bapak." Venus masih menjaga nada suaranya seramah mungkin, padahal ingin sekali ia memaki Regan saat itu juga.
"Pak Fadli sudah setuju, kalau kamu tidak percaya bisa langsung tanyakan padanya. Saya tidak mau buang-buang waktu, tolong segera buatkan desainnya.
"Saya akan mengirim alamat rumahnya." Lanjut Regan sebelum akhirnya lelaki itu memutus sambungan.
Venus benar-benar kesal. Bahkan ia melempar ponselnya di atas meja hingga terdengar bunyi yang cukup keras.
"Dia ada disana." Bisik Mega.
Spontan Venus pun menoleh ke arah yang dimaksud Mega. Jaraknya tidak terlalu jauh hingga membuat Venus bisa melihat dengan sangat jelas. Venus yakin, Regan memang sengaja mengerjainya atau mungkin lelaki itu ingin menunjukan betapa suksesnya ia saat ini. Dengan segala kekuasaan yang dimilikinya, ia pun bisa dengan mudah mengintimidasi Venus. Atau mungkin saja Regan merasa harga dirinya tercoreng karena Venus yang terlebih dulu menggugat cerai dirinya.
Baiklah, jika itu yang diinginkan Regan, Venus tidak akan menghindar lagi. Ia akan menghadapinya, mungkin dengan begitu Venus pun bisa membuktikan bahwa ia sudah melupakan segalanya dan bisa hidup dengan baik tanpa embel-embel nama Regan di belakang namanya.